14

284 46 5
                                    

Dalam perjalanannya dengan bis kota ke rumah paman dan bibi Isaiah, Mark baru ingat bahwa kafenya masih dibuka dan tidak ada siapa-siapa di sana. Maka, Mark dengan segera menghubungi temannya, Jaenuary, untuk memintanya datang dan mengurus kafe selagi ia pergi. Mark sudah tahu bahwa Jaenuary kembali ke Kota Pandawa dan menerima juara pertama. Ia juga memberikan temannya itu kopi gratis sebagai ucapan selamat.

Jaenuary tidak keberatan karena hari itu, jadwalnya kosong. Mark menemuinya di depan Universitas Pandawa dan memberikannya kunci. Kunci yang sama yang bisa digunakan untuk membuka ruang kerja keramat itu.

Meski ia tahu perbuatannya salah, Jaenuary tetap melakukannya. Ia memasuki ruang itu. Ruangan kecil bercat putih polos dengan satu meja. Di atas meja itu ada komputer hitam, buku-buku sastra, dan banyak sekali tertempel foto-foto kenangannya dengan Snow. Ada foto Mark dan Snow di pantai, di sebuah pasar malam, di taman bermain, bahkan ada foto Snow yang masih SD di sana. Menandakan bahwa hubungan Mark dan Snow tidak main-main. Sudah terjalin jauh lebih lama daripada ia mengenal gadis itu.

Jaenuary tersenyum kecut.

"Snow...?" Maka, ketika gadis itu tiba-tiba muncul di Kafe Horangi, Jaenuary tidak bisa menahan senyumnya. Keduanya hanya saling memandang selama beberapa detik sebelum akhirnya Snow membuka suara.

"Kamu sedang apa di sini?"

Jaenuary menjawab. "Bekerja."

Snow tidak tahu jika Mark dan anak laki-laki itu sudah mengenal. "Oh ya?"

"Ya."

Keduanya terlihat canggung. Niat Snow yang awalnya menunggu Mark Chello seketika buyar karena hadirnya Jaenuary. Snow mendadak tidak tahu bagaimana caranya bersikap. Kehadiran Jaenuary yang tiba-tiba ini tidak bisa ia prediksi.

Mereka diam cukup lama. Sampai akhirnya Jaenuary menawarkannya kopi. "Ini vanilla, untukmu, Snow."

"Baiklah, berapa harganya?"

Anak laki-laki sialan itu terkekeh. Ya, Jaenuary tertawa kecil, "Tidak perlu, Snow."

"Maksudmu?"

"Itu untukmu, aku yang akan membayarnya. Kamu akan pulang? Boleh aku antar?"

Dengan cepat, Snow menggeleng. "Oh tidak usah! Aku harus segera pulang. T-terimakasih kopinya, Kak Janu!"

Melihat Snow berlari kecil menghindarinya membuat senyum Jaenuary terangkat. Kekasihmu sangat lucu, Mark.

***

Hari keempat mereka menemani Isaiah, adalah hari di mana Snow masih belum bisa melupakan wajah Jaenuary dan bagaimana mereka bertemu setelah berminggu-minggu absen. Snow jadi tidak fokus di sekolah, tidak bisa menyelesaikan laporannya membaca buku Narnia, bahkan Snow jadi sering melamun di dapur klinik.

Snow belum berani datang ke kampus untuk menemui anak laki-laki itu. Begitu pun Jaenuary yang kini menghindari kafe karena takut akan bertemu gadis itu.

"Kamu kenapa, Snow?" Mark yang melihat Snow gelisah kini bertanya. Mereka tengah berjalan santai melewati trotoar. Mark akan mengantarkan Snow pulang ke panti.

Snow mengangkat bahu. "Aku? Baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

"Kamu tidak bisa berbohong. Aku mengenalmu selama belasan tahun, Snow."

Gadis itu tertawa. Benar juga apa yang dikatakan Mark. "Aku hanya gelisah. Masalah sekolah dan ya, aku khawatir pada Isaiah."

Mark menggodanya, "Kelihatannya kalian mulai jadi teman dekat ya?"

"Mark, tentu saja aku dan dia sudah menjadi teman dekat!"

Keduanya pun kini tertawa. Bangunan panti mulai mendekat dan itu berarti, mereka harus segera berpisah. "Baiklah, kamu sudah sampai. Jangan lupa mengerjakan tugasmu dan minum vitamin ini, Snow." Mark memberinya sebotol obat. Snow menerimanya dengan senyum. "Oh ya, besok, bisakah kamu datang ke kampusku, Snow? Bibi menitipkan aku beberapa pakaian untuk Isaiah, tetapi besok aku punya jadwal sampai malam."

Jaenuary | Jaemin X WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang