11

398 96 18
                                    

Snow melewati hari ini dengan sangat baik. Ia datang tepat waktu ke sekolah, dijemput oleh Mark untuk mengunjungi pemakaman orang tua sahabatnya di puncak, berhenti di salah satu warung kecil di dekat alun-alun kota, pergi berbelanja, dan kini ia sampai di halaman depan Panti Pandawa pukul setengah sebelas malam. Snow tersenyum bahagia, malam itu, ia berjalan pelan ke kamarnya. Rasanya sangat lelah, maka ia merebahkan diri di ranjang kecilnya. Ekor matanya menangkap bungkusan cokelat di lantai. Snow baru ingat, itu pemberian Jaenuary.

"Novel?" Betapa terkejutnya ia ketika membuka bungkusan itu ternyata berisi tujuh novel Narnia cetakan terbaru. Snow memandanginya dengan lekat, buku itu cantik, pemberian dari anak laki-laki baik.

"Snow?" suara Bu Dewi mengagetkan Snow.

Gadis itu menghampiri, "Iya, Bu Dewi?"

"Tadi anak laki-laki itu datang lagi." Bu Dewi melirik bungkusan yang baru saja dibuka oleh Snow. "Orang yang sama dengan yang memberimu itu," tunjuknya. "Dia ke sini pukul tujuh malam, dan menunggu selama tiga jam. Menunggumu."

Kedua pupil mata Snow melebar. Jaenuary menunggunya di panti. Selama itu. Setelah mendengar penjelasan Bu Dewi, Snow pamit untuk pergi. Ia menyambar jaket dan berlari ke persimpangan jalan. Tidak ada bis kota yang beroperasi pada jam ini. Oleh karena itu, Snow tidak berhenti di halte, melainkan terus berlari ke arah Universitas Pandawa. Selama tiga puluh menit itu, Snow hanya memikirkan anak laki-laki bernama Jaenuary. Betapa bodohnya dia! Snow ingat, Jaenuary berkata untuk menunggunya di gazebo kampus. Sesampainya ia di sana, hanya kegelapan dan kesunyian.

Pagar itu terlalu tinggi. Gadis itu memikirkan ide lain, sampai akhirnya ia memutar ke belakang kampus dan ia bisa melihat gedung Fakultas Ilmu Pendidikan. Ada pagar dari batu semen yang tak terlalu tinggi, memudahkan Snow untuk memanjatnya dan ia akhirnya berhasil masuk.

Gazebo itu kosong.

"Sial!" Snow merutuki dirinya sendiri. "Kak Janu, maaf."

***

Mark berdiri di depan kelas bersama dua belas teman sekelasnya. Bu Elijah mengoreksi tugas makalah mereka dan menemukan banyak kesalahan. Makalah yang ditulis oleh Mark sebenarnya cukup baik, hanya saja, Mark lupa tidak menuliskan daftar pustaka.

"Untuk lain kali, saya tidak akan mentolerir kesalahan seperti ini, Mark, Gabriel, Helios, dan kalian semua. Sudah semester dua seharusnya lebih serius mengerjakan tugas. Lihat teman kalian, Jaenuary, jadikan ia motivasi." Pada saat itu, waktu sudah melebihi batas kelas Bu Elijah, akhirnya beliau menutup perkuliahan dan mereka diperbolehkan pulang.

"Sial, bisa-bisanya aku lupa," kesal Mark pada dirinya sendiri. "Tidak seharusnya aku membiarkan anak SMA mengetikkan tugasku."

"Pekerja baru di kafemu?" Jaenuary bertanya.

"Dari mana kamu tahu?"

"Kafemu adalah kafeku juga."

Mark mendengus. Dasar sombong! Namun walaupun demikian, memang ucapan temannya ada benarnya. Jaenuary ikut memberikan bantuan materi ketika Mark akan membangun kembali kafenya seusai gempa bumi beberapa waktu yang lalu. Secara tidak langsung, Jaenuary juga pemilik Kafe Horangi. Mereka akhirnya berberes dan mulai meninggalkan kelas satu per satu. Menuruni anak tangga dan membawa mereka ke lantai dasar.

Jaenuary memiliki banyak pertanyaan pada Mark, tetapi hanya satu yang bisa ia utarakan. "Kamu pernah mengatakan bahwa ada satu orang spesial di hidupmu. Siapa itu?"

"Kenapa tiba-tiba bertanya?"

Jaenuary menggeleng pelan, "Hanya saja."

Anak laki-laki itu terkekeh, "Hanya saja bukanlah sebuah alasan, Ary." Ia menepuk pelan punggung Jaenuary, dan menjawab, "Ya, aku memang pernah berkata demikian. Ada satu orang yang sudah kukenal sejak lama. Kalau kamu masuk ke meja kerjaku di kafe, kamu akan tahu wajahnya. Nanti akan aku perkenalkan gadis itu."

Jaenuary | Jaemin X WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang