"Yakin lo??"
"Seratus persen gue yakin!" Pika tatap lelaki itu guna menyakinkan bahwa apa yang kuputuskan tidak main-main.
"Ya seterah lo sih," Ia menganggat singkat kedua bahunya. "Hidup, hidup lo. Lo yang jalanin."
"Jujur sebenarnya gue capek, tapi anak gue gimana? Gimana kayla kalau gue nyerah?"
Langit siang ini cerah. Jalanan di luar sana di penuhi oleh lalu lalang orang-orang berjalan.
"Dia tumbuh tanpa seorang ayah aja itu udah menyakitkan, Wan. Gimana dia hidup tanpa gue?" Kekehan tawa menyakitkan itu terdengar sangat memilukan.
Juan hanya dapat memperhatikan mata Pika. Mata yang selalu nampak sendu, mata yang tak lagi cerah seperti dulu. Dari sana dapat dibaca perempuan ini tak lagi sekuat dulu. Ia rapuh dan kapan saja ia bisa runtuh.
Pika hela nafas panjang. Matanya mulai memanas, rasanya ingin selalu menangis di setiap hari.
Namun percuma, tangis itu tak akan bisa membawa kebahagiannya kembali.
Jalanan di luar sana masih ramai. Pika pandangi dengan mata yang berkaca-kaca.
"Pika." Atensi Pika beralih ke pada pemilik suara di depannya.
"??ㅡ"
Ia berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah Pika, lebih tepatnya ia pindah posisi duduk. Pindah ke sebelah Pika.
Tangan itu terentang lebar dengan senyum yang begitu menenangkan.
"Peluk sini," ucapnya.
Tanpa pikir panjang Pika terima pelukan hangat itu. Tidak lupa air mata itu tumpah ruah dalam pelukannya.
"Gue capek, Juan." Kalimat itu terucap saat tangisnya terisak-isak.
Lelaki itu menepuk-nepuk pelan punggungnya. Ia menyalurkan kehangatan dan rasa sayang yang begitu dalam.
Isak Pika menjadi-jadi, yang membuat mereka menjadi pusat perhatian orang-orang di kafetaria kantor siang ini.
Ini hari terakhir Pika bekerja di kantor Nata, sudah Dua tahun sejak menjadi sekretarisnya, dan kini Pika harus mengundurkan diri.
"Pika." Bisiknya.
"Menangislah sampai kamu puas, tapi ingat air mata mu tak akan membawa apa yang sudah pergi."
"Hidup itu soal datang dan kehilangan, dua hal ini pasti. Kalau kamu siap dengan kedatangan maka kamu juga harus siap dengan kehilangan."
Pelukan itu Pika lepas, ia tatap mata Juan yang sudah memerah pula.
"Tapi kalau dia pergi dengan kepastian gue bisa menerima. Dia ga pasti pergi, Juan. Dia masih masih ada, Mas Andra ga kemana-kemana."
Rasanya sakit. Sakit ini tak mampu di definisikan lagi.
Juan geming tanpa suara. Ia tau gimana rasanya di tinggal sama orang yang kita cintai. Apa lagi kematian abu-abu.
Pika tak bisa nerima semuanya karna bukti kematiannya saja tidak ada. Hanya namanya saja yang mati tapi orangnya tidak.
Yang mampu Juan lakukan hanya menguatkan sang kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit 33.000 Kaki [ON HOLD]
General FictionKau terlalu jauh pergi, sehingga aku tak sanggup lagi untuk menarik mu dalam peluk ku. Tuhan takdirkan kita, tapi hanya sebentar saja? Kau hidup, selalu hidup di dalam jiwa ku. Publis: 29 Agustus 2022 ©Gemimi08, 2022