Sama halnya dengan dirimu dulu, aku juga takut kehilangan dia. Aku takut dia pergi bersama mu.
Langit 33.00 Kaki
●●
"Aku mau resign aja dari Kantor, Ta," ucap Pika dan menyodorkan gelas berisi teh itu kehadapan Nata.
"Alasannya apa?" tanya lelaki itu sembari menyesap teh di dalam gelasnya.
"Aku mau fokus urus anak aku, tadi aku mimpi Mas Andra jemput Kayla. Mimpi tadi kayak nyata banget, aku takut kehilangan Kayla," jelasnya.
Ia menaruh kembali cangkir itu di atas meja, dan membenarkan duduknya menjadi tegap.
"Terus kalau kamu berhenti kerjaㅡ
"Aku masih ada tabungan, cukup kok buat kehidupan Kayla tiga tahun kedepan." Potong Pika seenaknya, karna ia tahu Nata pasti akan membahas ini.
Sebenarnya Pika sudah ingin resign dari pekerjaan ini sebulan yang lalu. Apa lagi saat ia tahu lelaki ini menaruh perasaan lebih kepadanya. Pika tak ingin terus berada di sekitarnya, karna hal itu akan terus membuat perasaan Nata terluka.
"Maaf kalau aku seperti mencampuri urusan kamu, Pika. Aku paham betul posisi kamu sekarang, tapi apa tidak sayang kalau kamu berhenti seperti ini? Kayla masih kecil, kehidupan dia selanjutnya juga pasti memerlukan biaya yang sangat besar, apalagi sekarang kamu menjadi orang tua tunggal. Posisi kamu di kantor juga sudah sangat baik, dan untuk ada di posisi sekarang itu tidak mudah," ucapnya serius.
Pika menaraik nafas tanpa sepengetahunnya, ia timang-timang ucapan Nata yang memang benar itu. Diam menghampiri mereka saat Pika masih berpikir terlalu keras dengan keputusan saat ini. Apa Pika tidak akan menyesal? Apa keputusan ini sudah benar? Atau ini adalah keputusan yang salah?
"Kalau menurut Mama yang di bilang Nata itu benar adanya." Kalimat itu membuyarkan pikirin Pika, ia alih kan atensinya kepada wanita paruh baya itu.
"Jangan gegabah ngambil keputusan, bukannya Mama ga mau bantuin kamu buat hidupi kamu sama cucu Mama, tapi hidup di dunia ini butuh biaya yang sangat besar, apa kamu mau Kayla tidak terjamin masa depannya?" ucap mama yang memang ada benarnya itu.
"Pikirin lagi deh, Pika," sambung Nata dan menatap Pika, menyakinkan.
Pika masih diam, masih memikirkan keputusannya malam ini.
"Kak, Kayla nyariin lo." Panggil adek bungsunya itu.
"Aku permisi dulu." kata Pika dan berlenggang pergi dari ruang tamu. Tanpa ada sebuah keputusan yang pasti karna Pika masih memikirkanny, keputusan apa yang harus ia ambil kedepannya?
》》》
Mungkin Nata terlalu jahat untuk mengatakan 'Aku senang melihat kesendirian wanita itu'. Nata ingin sekali masuk kedalam kehidupannya, menjadi kan dia ratu dalam hidupnya.
Wanita itu, Nata temui semenjak masa SMA. Di kenal lewat sahabatnya sendiri, Jaendra. Singkat namun melekat, begitulah rasa cinta itu tumbuh di dalam hati. Nata mencintainya lebih dari Romea mencintai Juliet, tapi terlalu jahat rasanya bila ia menarik wanita itu kedalam hidupnya.
Bahagia di atas penderitaan orang lain itu terlalu jahat untuk Nata lakui. Dia sendiri juga merasakan sakit yang sama seperti Pika saat dia kehilangan separuh nafasnya, Pika dan Jaendra bagaikan nadi. Dekat sangat dekat. Nata juga tau perjuangan Jaendra untuk bisa mendapatkan restu mama Pika.
Ini terlalu jahat untuk mengkhianati Jaendra. Nata tau Jaendra tak akan pulang lagi, tapi entah mengapa, Nata rasa Jaendra selalu hadir di dekatnya, mengawasi.
Pukul sudah menunjukan jam 01.00, sudah sangat larut untuk terjaga di jam segini, bukan hal lumrah namun tetap ini tak baik.
Pandangannya masih fokus pada langit-langit kamar yang lampunya sudah di padami sejam yang lalu. Menerawangi isi pikirannya sendiri yang entah lari kemana, ia berkecamuk, berisik dan menyakitkan kepala.
Ting
Ting
Ting
Sedari tadi layar pipih itu tak hentinya berdenting, menandakan ada pesan masuk dari aplikasi Whatsapp. Namun ia enggan untuk meraihnya, merespon chat yang masuk malam ini.
Dringg...
Nada dering yang keras itu memekakkan telinganya, dengan terpaksa ia harus meraih ponsel itu dan menganggkat panggilan masuk yang entah dari siapa.
"Siapa sih dari tadi sibuk banget, udah malam pula." Gerutunya.
Satu nama yang muncul itu membuat Nata terheran, untuk apa dia menelpon malam-malam begini?
"Hallo..." Suara nan berat itu menyapanya pertama kali. Nata jauhkan sedikit ponsel itu dari telinga.
"Tumben," Gumamnya dalam hati.
"Maaf mengganggu kamu malam-malam begini Nata, saya harap kamu jauhkan Pika. Dia sudah banyak terluka atas kepergian suaminya, kamu cuma teman dia, jangan terlalu lewat batas. Dari pada semuanya melampaui batas sadar kamu, saya harap kamu jauhi adik saya." ucapnya.
Nata hanya diam membisu membiarkan lelaki itu menyelesaikan ucapannya.
Tut..
Sambungan telepon itu di putuskan sepihak olehnya, bahkan saat telepon itu tersambung Nata tak ada kesempatan untuk berbicara sepatah katapun.
Satu kalimat terakhir yang menjadi pertanyaannya 'jangan menambah luka atau beban buat dia' kalimat yang susah di artikan. Beban? Di mana letak ia menjadi beban dalam hidup wanita itu? Apa karna terlalu dekat dengan Pika sehingga orang-orang berpikiran aneh terhadap Nata? Apa karna ucapannya tadi saat ke rumah Pika? Ini terlalu sulit untuk Nata pahami.
"Nata lo cuma beban, jauhi Pika!" ucapnya pada dirinya sendiri.
"Haah!!Gue nyakiti dia apaan? Kok tiba-tiba abangnya nyuruh gue jauhin dia." Herannya.
Nata menatap layar ponsel itu masih ada notif pesan yang sedari tadi masuk namun tidak ia gubris, menggulirkan layar benda pipih itu, dan ia temukan nama Pika di chat teratas room chat Whatsapp itu.
Pika
Masih aktif tandanya kamu belum tidur
Nata, terimakasih ya buat semua bantuan kamu selama ini. Aku bersyukur bisa jadi teman kamu. Maaf kalau aku selalu ngerepotin kamu. Maaf ya Nata keputusan aku sudah bulat, aku resign kerja dari kantor kamu. Besok surat pengunduran diri ku, aku kirim ke kamu.
Sekali lagi terimakasih banyak.
Selamat malam.
🌌
![](https://img.wattpad.com/cover/294883492-288-k328383.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit 33.000 Kaki [ON HOLD]
Ficción GeneralKau terlalu jauh pergi, sehingga aku tak sanggup lagi untuk menarik mu dalam peluk ku. Tuhan takdirkan kita, tapi hanya sebentar saja? Kau hidup, selalu hidup di dalam jiwa ku. Publis: 29 Agustus 2022 ©Gemimi08, 2022