Ombak membawa mu pulang ketepian, mendamparkan daksa mu di pembaringan. Terpejam mata dengan nyawa yang tersambung alat-alat medis. Setahun sudah kau tak melihat indahnya jagat raya.
ㅡ◇◇ㅡPika mengadah pada bentangan awan biru yang kini terlihat sangat cantik. Senyumnya merekah begitu indah. Sendu yang selalu tampak di matanya, kini sudah pergi jauh.
Rawat wajah Pika tampak segar.Sambungan telepon dengan Nata sudah terputus lima menit yang lalu. Tangis bahagia Nata masih kentara di indra pendengaran Pika. Perempuan itu berdiri dari duduknya, meninggalkan perkarangan taman rumah sakit yang kini sudah ramai.
Tungkainya melangkah kembali menuju ruang rawat ICU sang suami. Sudah dua hari ini, rumah sakit menjadi tempat yang selalu ia kunjungi. Ada kebahagian yang bercampur kekhawatiran tiap ia menginjakkan kaki ke sini.
Jaendra sudah melewati koma yang begitu panjang, namun ia belum sadar.
"Bang, gue mau pulang bentar." Katanya, dan melangkah di mana sang abang pertama kini duduk.
"Gue antarain." Ujar Defri, lelaki itu berdiri menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas nakas.
Pika menggeleng, "Gue pulang sendiri aja. Tungguin Mas Andra disini, Bang. Entar gue balik lagi kok, gue pulang mau ambil baju ganti." Katanya, Pika kini sudah duduk di kursi sebelah Jaendra terbaring.
Ia tersenyum hangat sembari mengelus lembut punggung lengen lelakinya. "Aku mau pulang ke rumah dulu ya." Pika mencium punggung lengan itu, dan memegang lembut pipi kurus Jaendra.
Keadaan Jaendra belum sepenuhnya membaik. Hanya ada gerakan kecil sebagai respon yang selalu tampak saat Pika menyentuh kulitnya. Sejauh ini hanya segitu perkembangannya, tapi itu sudah cukup untuk Pika. Perempuan itu sudah sangat bersyukur dengan perkembangan yang tampak.
Mata Defri tiba-tiba saja memanas saat punggung sang adik sudah lenyap di balik pintu ICU. Pandanganya memburam karna air mata itu sudah tertumpuk di bola matanya. Ia menyapu cairan bening itu dengan tangan kosong. Defri beranjak ke samping bangsal sang adik ipar. Ia tersenyum menatap sosok yang kini sedang tak berdaya.
"Jaen, Makasih udah mau bertahan. Lo benar-benar yang paling tepat untuk hidup Pika. Kemarin gue liat banyak banget senyum palsu di wajahnya, dan kini semua kepalsuan itu menghilang. Binar matanya yang selalu sendu sekarang udah ceria. Banyak banget yang berubah setelah dia tau kalau lo masih hidup. Walaupun masih banyak kekhawatiran di hatinya, tapi kebahagian yang di rasain Pika sekarang mampu nutupi pikiran buruknya. Lo harus bangun, lo harus liat gimana keadaan Pika. Gimana bentuk anak lo, yang kloningan lo banget." Kekehnya di ujung kalimat itu.
"Jaendra.." Panggil Defri, kaget.
》》》
Mobil yang Pika kendarain sudah terpakir di halaman rumah sang Mama. Rumah yang sebenarnya tak pernah ia sukai. Tapi mau bagaimana pun ia akan tetap kembali ke rumah itu. Sudah senang bisa keluar dari penjara itu, namun ternyata harus kembali lagi. Waktu Jaendra di kabarkan sudah tidak ada, saat itu Pika harus pulang ke rumah keluarganya. Ingin tetap tinggal di rumah yang di belikan Jaendra, namun saat itu tidak ada yang mengizinkan. Papa dan Bang Defri adalah orang yang selalu membujuknya untuk pulang lagi. Takut akan terjadi hal yang tidak mengenakan.
Apa lagi waktu itu keadaan tidak baik-baik saja. Jaendra di nyata kan tidak selamat, dan Pika sedang mengandung. Tekanan bathin waktu itu membuat keadaannya sering jatuh sakit, dan mempengaruhi janin yang ia kandung.
![](https://img.wattpad.com/cover/294883492-288-k328383.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit 33.000 Kaki [ON HOLD]
Fiction généraleKau terlalu jauh pergi, sehingga aku tak sanggup lagi untuk menarik mu dalam peluk ku. Tuhan takdirkan kita, tapi hanya sebentar saja? Kau hidup, selalu hidup di dalam jiwa ku. Publis: 29 Agustus 2022 ©Gemimi08, 2022