8

12.7K 957 20
                                    

Sudah beberapa hari ini aku selalu berangkat dan pulang sekolah bersama Ditya. Meskipun hanya sebatas rumah-sekolah atau sekolah-rumah, kami akhirnya bisa mulai akrab dan banyak mengobrol ringan selama perjalanan. Yang dulunya aku hanya tahu Ditya sekilas-sekilas lewat saja, kini aku dan dia bisa mengobrol lepas berdua.

Ditya ternyata teman ngobrol yang menyenangkan, beberapa kali saat sedang senggang tiba-tiba dia mengajakku chat, hingga terkadang kami larut dalam obrolan melalui chat hingga hampir tengah malam. Akhirnya aku mengetahui alasan Ditya putus dengan pacarnya. Saat itu kami sedang perjalanan pulang, lalu aku bertanya padanya.

"Mas Ditya, kenapa bisa putus sama cewek lo?bukan karena ketahuan gue nebeng lo kan mas?"

Aku dengar Ditya terkekeh, "ya gak lah dek, akhir-akhir kemarin emang lagi banyak bertengkarnya, biasa suka curigaan gak jelas gitu. Sebelum gue nebengin lo juga, dia itu udah cemburuan banget, tiap ada temen gue yang nebeng pulang pas kerja kelompok atau ada cewek yang tiba-tiba dm ig atau chat, gitu dia juga cemburu."

Aku mengerutkan kening, masih diam mendengarkan Ditya bicara.

"Sebenarnya yang bikin gue marah itu dia ternyata punya 'mata-mata' di sekolah kita yang ngawasi gerak gue. Makanya gue marah dan ngerasa gak dipercaya. Ya udah deh akhirnya putus itu." Ucapnya sambil menghela nafas setelah menjelaskan panjang lebar padaku.

"Hmmm i see, ya mungkin namanya juga cewek Mas, pasti khawatir lah sama cowoknya. Gue sempet ngerasa bersalah, takut gara-gara gue lo putus sama cewek lo."

Dari posisiku di belakangnya, aku melihat dia menggelengkan kepala. "Bukan karena lo kok, santai aja."

Dan seperti itu lah akhirnya aku mengetahui alasan mereka putus. Sebenarnya ada satu pertanyaan yang belum aku tanyakan padanya mengenai temannya yang selalu menatapku sinis setiap kami berpapasan. Tapi aku menelan kembali pertanyaanku, aku merasa tidak penting, mungkin memang sifatnya seperti itu.

Lalu mengenai Putra, setelah teleponnya yang terakhir kali dia semakin bersikap aneh. Dia bisa tiba-tiba datang ke rumah, kalau saja dia datang bersama Anet atau bersama sahabat-sahabatku yang lain, aku tidak akan keberatan, tapi dia datang sendiri. Aku sudah berusaha mengusirnya atau memberitahunya agar tidak datang lagi sendiri kesini sendirian, namun Putra tetap keras kepala.

"Lo jangan kayak gini terus Put, gue gak mau Anet salah paham kita."

"Apaan sih Dis, gue cuman main kesini. Dulu gue juga sering main kesini, lo gak keberatan."

Aku berdecak sebal, "ck itu beda Putra, cewek lo itu Anet sahabat gue sendiri. Gue gak mau dia marah sama gue gara-gara lo."

"Gak bakalan dia marah, kalau dia gak tahu." Jawabnya santai yang membuatku melongo tak percaya.

Akhirnya setelah hari itu, aku semakin menjaga jarak lagi pada Putra. Saat dia tiba-tiba ke rumah, aku akan mencari alasan untuk tidak menemuinya. Aku akan minta pada Bunda atau Kak Anggi untuk bilang pada Putra kalau aku sedang gak ada di rumah, meskipun setelahnya mereka menginterogasiku dan aku bilang kalau tidak ingin Putra datang kesini sendirian dan membuat Anet salah paham pada kami.

Sedangkan saat di sekolah, aku merasa aman karena Putra tidak akan bisa mendekatiku selama ada Anet dan sahabat-sahabatku.

Hari ini, sepulang sekolah Ditya mengajakku mampir dulu ke perpus umum untuk meminjam buku. Aku sih tidak masalah, karena hanya menumpang padanya, sekalian saja nanti disana aku juga mau pinjam novel.

Sebelum ke perpus, Ditya mengajakku makan dulu di salah satu restoran fastfood.

"Dek, lo udah ijin orang rumah kalau pulang telat."

"Udah kok Mas, semalem pas lo chat bilang ngajak ke perpus umum, pagi tadi gue udah ijin sama Bunda."

"Oh oke deh, takutnya ntar lo dicariin, gue kan gak enak sama Tante."

"Santai aja lagi Mas."

Setelah menyelesaikan makan, kami lalu lanjut ke perpus umum. Disana Ditya langsung menuju ke rak tentang pengetahuan umum, sedangkan aku menuju ke rak bagian novel.

Saat aku menemukan satu novel menarik, aku mengambilnya lalu berjalan menuju salah bangku yang berada di sudut ruangan dekat dengan jendela. Baru saja meletakkan tasku di bangku, ponsel yang berada di saku rokku bergetar, aku mengambilnya dan melihat ada pesan masuk dari Putra. Aku hanya membaca melalui notifikasi yang muncul di layar ponselku, dia menanyakan keberadaanku sekarang.

Aku menghembuskan nafas kasar, sebal dengan segala tingkah laku Putra. Mengabaikan pesannya, kembali aku membuka novel yang sudah aku pegang tadi.

Terlarut dalam novel yang aku baca, aku tidak menyadari sudah ada Ditya disampingku. Kalau saja dia tidak berdehem, mungkin aku gak akan sadar dia berada disampingku. Aku menolehkan kepalaku ke samping.

"Udah selesai Mas?" tanyaku.

"Udah dari 15 menit yang lalu." ucapnya enteng yang membuat mataku terbelalak terkejut.

"Sumpah, Mas Ditya kenapa gak bilang dari tadi."

"Lo sih deh, serius banget kalau lagi baca, sampai gue duduk dari tadi disini lo gak sadar-sadar."

Aku meringis malu, memang kebiasaanku kalau sudah larut dalam bacaan novel, pasti tidak akan sadar dengan keadaan sekitar.

"Mau pulang sekarang?" Tanyaku sambil melirik jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 4 sore.

"Ayo, keburu tambah sore lagi. Gak enak sama Tante sama Om."

Ditya berdiri dan berjalan terlebih dahulu, aku menyusul di belakangnya. Tiba-tiba dia berhenti mendadak, untung saja aku sempat mengerem jadi gak sampai menabrak punggungnya.

"Kenapa berhenti Mas?"

Ditya menarik tanganku, lalu melepasnya saat aku sudah berada di sampingnya, "sini jalan samping gue, ngapain lo jalan di belakang sih."

Aku menatap tanganku yang tadi dipegang oleh Ditya, ada perasaan bergetar saat dia menyentuhnya. Sama seperti dulu di toko buku, saat dia tiba-tiba mengusap puncak kepalaku.

"Eh iya mas." Jawabku dan akhirnya kami berjalan bersisian.

Selama perjalanan kami kembali mengobrol ringan, saat sudah mendekati rumahku, aku melihat motor Putra terparkir di depan rumah dengan dia yang sedang duduk di atas motornya.

"Dek," panggil Ditya setelah dia mengangkat sedikit kaca helmnya, membuat kepalaku maju ke bahunya.

"itu temen lo kan?"

"Hmmm iya Mas, dia temen gue."

"Kok gak masuk ke dalam rumah?" tanyanya heran.

"Bunda belum pulang kayaknya, tadi soalnya Bunda ada arisan di luar." Jawabku.

"Emang gak ngabarin kalau mau ke rumah?"

"Gak tahu mas, tadi aku gak sempet pegang ponsel, sibuk baca novel." Jawabku sambil terkekeh. Ditya cuman geleng-geleng kepala mendengar jawabanku.

Semakin dekat, aku melihat wajah Putra yang tampak mengeras seperti menahan marah, dan tatapan tajamnya.

"Makasih ya Mas." Ucapku begitu aku turun dari motornya.

"Oke, gue duluan ya Dek."

Ditya lalu melajukan motornya, dan menekan klakson untuk menyapa Putra.

"Dari mana aja jam segini baru pulang Dis?"

Menghembuskan nafas kasar, lagi-lagi dia bersikap seperti ini.

***

Jangan lupa follow ig aku ya guys @putri_dita22, thank you guys 💋💋🖤

I'm yours, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang