"Loh Disty!"
"Refan, ngapain lo di sini?" Tanyaku heran. Aku berdiri dan segera menghampiri Refan.
"Lah kan gue mau meeting, eh..ternyata sama tempat kerja lo."
"Ehem"
Aku menoleh ke arah sumber suara yang berasal dari depan tempat dudukku, terlihat Ditya sedang menatapku dengan salah satu alisnya yang terangkat membuatku tersadar bahwa bukan hanya ada kami berdua. Lalu aku mengedarkan pandangan, ternyata yang lain juga tengah menatapku.
"Eh maaf Pak," jawabku yang segera kembali duduk.
"Maaf sebelumnya, perkenalkan nama saya Refan dan rekan yang berdiri di samping saya ini Redi, kami dari PT. Navara Vehicle" ujar Refan mengenalkan dirinya.
"Baik Pak Refan, silahkan duduk."
Setelah dipersilahkan duduk, Redi duduk di samping Yunita sedangkan Refan duduk di kepala meja yang berada di dekatku.
Begitu mendudukkan dirinya, Refan menoel lenganku, dengan isyarat jarinya memintaku mendekat.
"Lo harus jelasin semuanya sama gue Del." Ucapnya pelan.
"Ck iya, ntar gue jelasin tapi jangan bilang Helvi dulu, biar gue yang bilang sendiri."
Tepat ketika Refan akan membuka mulutnya, terdengar suara Ditya menginterupsi.
"Bisa kita mulai meetingnya sekarang?" Ucapnya yang entah kenapa terdengar dingin di telingaku.
Ucapannya seperti di tujukan pada semua orang, namun tatapan matanya tajam menatapku dan Refan. Orang-orang yang tadinya masih mengobrol satu sama lain, otomatis langsung terdiam.
Meeting hari ini berjalan dengan lancar, dari pihak vendor yang di wakili oleh Refan dan Akbar telah selesai melakukan presentasi mengenai produk mereka dan diskusi bersama. Setelah meeting selama hampir 3 jam, akhirnya meeting berakhir. Jam kini menunjukkan pukul 16.00, satu per satu mulai pamit. Pak Yudi, Ardi dan Yunita langsung kembali ke kantor. Aku yang juga ingin kembali bersama mereka, tapi terpaksa batal karena Ditya menahanku dengan alasan masih ada yang harus dia diskusikan bersamaku.
Sekarang yang tersisa hanya tinggal kami berempat, Ditya, Refan, Redi dan aku. Refan dan Redi masih membereskan laptop dan berkas yang tadi mereka gunakan untuk presentasi. Sedangkan Ditya sedang pergi ke toilet.
"Dis, lo langsung balik kantor habis ini?" Tanyanya.
"Hmm?iya kayaknya, gue masih ada kerjaan. Kenapa?"
"Ntar malem kita ketemu, lo hutang penjelasan sama kita ya. Mulut gue gatel banget pengen ngabarin Helvi kalau lo udah ketemu si Ditya."
"Diem lo, awas aja kalau lo bocor. Biar gue sendiri yang bilang ke Helvi."
Ponsel yang berada di meja bergetar, ponsel Ditya tentunya. Aku dan Refan yang tadi sedang berbicara lalu berhenti dan bersamaan melirik pada ponsel yang bergetar menandakan panggilan masuk. Terlihat di layar tertera id caller Anet di sana.
"Itu...ponsel Pak Ditya kan ya?yang barusan telepon...bukan Anet yang kita kenal kan Dis." Tanyanya penasaran.
Aku menggigit bibir dalamku, lalu menganggukkan kepala mengiyakan.
"Tunggu-tunggu..." jeda sesaat Refan memijat keningnya, "kayaknya gue ketinggalan banyak info deh." Lanjutnya. "Jadi selama ini Anet tahu keberadaan Ditya gitu?" Cecarnya lagi padaku.
"Gue..gue bingung jelasinnya Fan." Aku mengalihkan tatapanku dari Refan, lalu tanpa sengaja melihat Ditya yang baru keluar dari toilet.
Melihat Ditya yang berjalan ke arah kami, "nanti gue janji jelasin semuanya, tapi gak sekarang. Pak Ditya sekarang lagi jalan ke arah kita." Ucapku mencegah Refan untuk kembali mencecarku karena terlihat dari wajahnya yang masih begitu penasaran.