31

2.9K 326 26
                                    

Zen menatap Felixia, tak tahu apa yang harus dilakukan olehnya, tapi Zen terpesona dengan ketegasan yang dimiliki oleh Felixia.

Istri dari putranya, menantu perempuannya, sekaligus ibu dari tubuhnya saat ini.

Zen sangat ingin memanggil jiwa asli Zen saat ini, ingin dia merasakan dan tahu sosok Ibu kandungnya.

Cairan bening mengalir turun dari matanya, perlahan mengalir menuruni pipi dan jatuh ke lantai kayu.

Selama hidupnya, Zen tak bisa melihat orang yang menderita, apalagi itu tepat di depannya.

Menghela napas pelan, Zen mengusap air mata yang mengalir keluar dari kedua matanya.

Zen mengalihkan pandangannya ke arah Dominic yang juga melihat ke arahnya.

'Sepertinya dia harus segera di pakaikan pakaian, mungkin membuat pakaian dengan bahan elastis agar saat berubah menjadi manusia Dominic tak akan telanjang' pikir Zen.

"Henry, bisa bantu Dominic memakai pakaian?" tanya Zen kepada Henry.

"Baik" jawab Henry walaupun enggan melakukannya.

Henry kemudian menarik Dominic ke arah kamar mandi, dan mengajari Dominic cara memakai pakaiannya.

Tidak mungkin Henry yang memakaikan pakaian itu, lagipula Dominic terlalu tinggi.

'Walaupun dia seekor kuda, tapi aku iri dengan tubuh manusianya' batin Henry ketika melihat perbedaan tubuhnya dan Dominic.

Setelah selesai Henry keluar dengan Dominic mengekor di belakangnya.

Tapi saat keluar, hanya ada Zen di sana, sedang duduk di atas tempat tidur dan sibuk dengan ponselnya.

"Di mana yang lain?"

"Oh, mereka keluar untuk berkeliling, tenang saja, aku menyuruh salah satu pekerja untuk mengajak mereka berkeliling"

Setelah menjawab pertanyaan Henry, Zen kembali fokus dengan ponselnya.

Zen sedang mengecek pasar saham sekaligus melakukan percakapan dengan teman lamanya.

Masih ingat Red Fox? Pembunuh bayaran yang banting setir jadi kang sate.

Ya, Zen sedang saling kirim pesan dengan Red Fox.

Zen awalnya menawarkan kembali pekerjaan pada Red Fox, tapi ditolak mentah-mentah.

Alasannya hanya karena dia tak ingin terlibat lagi dengan dunia bawah, dan lagi dia sudah menikah dan memiliki 3 orang anak, 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki.

Dan tentu saja, Zen yang membaca pesan itu mengurungkan niatnya untuk membuat Red Fox berada di bawah kendalinya lagi.

Mungkin selang Zen harus memanggilnya Sebastian karena dia sudah membuang nama Red Fox, walaupun dunia bawah tak mungkin bisa melupakan nama Red Fox, pembunuhan bayaran yang selalu menyelesaikan misi 100%, alias selalu berhasil, apalagi di bawah naungan Zean, Red Fox berhasil menaruh namanya di daftar 10 pembunuh bayaran yang paling di takuti dunia.

Apalagi Red Fox adalah Hacker yang bisa membuat negara besar takut dengan keahliannya.

"Hm, aku bisa mengundang Sebas untuk bekerja di bagian teknisi atau langsung berada di bawahku untuk pengembangan sistem game" gumam Zen.

'Tapi bakatnya akan sia-sia kalau hanya digunakan untuk pembuatan game' pikir Zen, dia benar-benar tak ingin menyia-nyiakan bakat Sebastian.

Zen juga bingung, jika Sebastian bekerja padanya, berapa gaji yang harus di bayar, bahkan saat ini Sebastian memiliki pendapatan puluhan juta perbulan hanya dengan berjualan sate.

Zen menunda pemikirannya itu, lalu melihat ke arah Henry dan Dominic.

Matanya menangkap Henry yang mengajarkan Dominic memakai sepatu, entah kenapa itu terlihat seperti seorang ayah yang sedang mengajarkan anaknya mengikat tali sepatu.

Zen tak bisa menahan tawanya, apalagi ketika melihat Henry yang kesal karena Dominic selalu salah.

Dan Dominic hanya melihat Henry dengan mata polosnya, benar-benar berbanding terbalik dengan badan besarnya itu.

Tapi Zen memaklumi karena, Dominic baru saja berubah jadi manusia, dan bisa di bilang dia itu masih bayi dan perlu bimbingan dari orang dewasa.

Karena melihat Henry yang sudah mencapai batasnya, Zen memilih untuk bangkit dan berjalan menuju mereka berdua.

Zen kemudian mengajari Dominic mengikat tali sepatu, dan ajaibnya Dominic langsung bisa melakukannya yang membuat Henry makin emosi.

Henry berjalan keluar dari rumah kayu dengan umpatan-umpatan kasar keluar dari mulutnya.

Baru kali ini dia melihat Henry sekesal itu, dia benar-benar baru mendengar Henry berbicara kasar.

Biasanya jika kesal, Henry hanya akan mengatakan sial, sialan, brengsek, atau bajingan.

Zen hanya terkekeh melihat kelakuan Henry yang mirip Sebastian atau Red Fox saat masih muda dulu.

Yah, entah kenapa dia merindukan saat-saat di mana Red Fox yang masih muda marah-marah, tapi tak ada apapun yang di lakukan Red Fox padanya.

Hanya kata-kata amarah dan kutukan yang keluar dari mulut Red Fox, ketika Zean menggodanya.

Tiba-tiba dia teringat saat dia bertanya pada Red Fox, ketika menciduk Red Fox sedang berkencan dengan seorang gadis, wajah Red Fox menjadi sangat merah.

'Kenapa aku malah mengingat semua itu?' pikir Zen dalam batinnya.

Zen kemudian melirik ke arah Dominic yang juga sedang melihat ke arahnya.

"Dominic, ayo jalan-jalan keluar!" ucap Zen sambil menarik tangan Dominic.

Dominic hanya pasrah ditarik kesana-kemari oleh Zen.

Saat malam tiba, Zen kembali ke rumah kayu, dan Dominic kembali ke kandangnya, jika para pekerja tahu jika Dominic tidak ada di kandangnya, bisa-bisa satu peternakan itu heboh, apalagi Dominic memiliki predikat sebagai kuda paling tampan di dunia 😏.

Zen saat ini sedang berkutat di depan laptopnya, Henry tiba-tiba memberinya banyak dokumen, katanya itu harus selesai besok pagi, jadi hari ini Zen memutuskan untuk begadang.

Tapi ketika sedang fokus, lolongan serigala terdengar jauh di kedalaman hutan.

Zen langsung menolehkan kepalanya, dia sangat mengenal suara itu.

Beberapa menit kemudian terdengar dobrakan pintu yang sangat keras membuat Zen terkejut.

Dengan perlahan, Zen membuka pintu.

Ujung matanya menangkap sosok berbulu dengan 4 kaki.

Tingginya hampir setara dengan Dominic dalam bentuk kudanya.

Shock, saat Zen melihat mata makhluk di depannya.

Dua ekor serigala berbeda warna, hitam dan putih, menatap lekat ke arah Zen.

Tubuh Zen langsung kaku.

Tapi, tiba-tiba kedua serigala itu menjilat wajah Zen dengan ganas, membuat wajahnya basah dengan air liur kedua serigala itu.

'What the-'

Kemudian kedua serigala itu mendorong Zen masuk dan menutup pintu rumah kayu.

Zen terdiam, tak berani bergerak, bahkan Zen memalingkan tatapannya agar tak memprovokasi kedua serigala itu.

Jantungnya berdetak kencang tak karuan, serasa jantungnya akan meledak.

Sesaat kemudian, kedua serigala itu melolong panjang, dan duduk manis di depan Zen.

Matanya menatap Zen minta di elus.

Karena tak kunjung mendapat elusan, serigala hitam langsung menerjang Zen dan mengeluskan tubuhnya pada Zen membuat bulunya menempel pada Zen.

Serigala putih ikut mengeluskan tubuhnya pada Zen, Zen langsung bersin karena beberapa bulu masuk ke hidungnya.

"Achooo!"

Kedua serigala itu melonjak kaget, dan menatap Zen dengan kepala yang sedikit di miringkan.

Sistem DominasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang