Mata Jiwoo terbelalak saat Mujin menciumnya dengan sangat pelan dan sangat berhati-hati, ia menggerakkan bibirnya memberi kecupan serta melumat lembut, Jiwoo akhirnya memejamkan mata dengan kedua tangannya meremas ujung jas Mujin, ia terlarut dalam perasaannya yang begitu merindukan pria itu.Mujin membuka matanya dan melepaskan tautan bibir dengan perlahan hingga kedua hidung mereka masih bersentuhan. Jiwoo ikut membuka matanya. Kedua pasang iris saling berpandangan penuh cinta dan kerinduan yang dalam, seakan hanya dari tatapan mata keduanya bisa mengetahui betapa mereka saling mencintai.
"Aku sangat mencintaimu.." bisik Mujin.
Jiwoo hanya terdiam. Mujin kembali mendekatkan bibirnya, memiringkan kepalanya agar ia bisa melumat bibir Jiwoo lebih dalam lagi. Kedua lengan Mujin kini memeluk pinggang Jiwoo, menarik tubuh wanitanya agar lebih dekat.
Mujin tidak berhenti melumat bibir Jiwoo walau wanita itu belum merespon, Jiwoo akhirnya terbawa suasana dan membalas lumatan bibir lembut Mujin. Ia mengalungkan kedua lengannya di leher Mujin.
Ciuman keduanya semakin bergairah seakan melepaskan sepuluh tahun lamanya tidak bersama. Mujin sedikit mengangkat tubuh mungil Jiwoo lebih tinggi agar ia bisa meraup seluruh bibirnya dengan lidah keduanya saling beradu dengan panas bertukar saliva sebanyaknya.
Jiwoo melepaskan ciumannya, ia kehabisan nafas. Mujin menatap lembut pada Jiwoo dengan nafas tersengal. Masih tidak puas, Mujin kembali mengecup lama bibir Jiwoo yang sudah bengkak.
"Aku tidak akan melepaskanmu lagi" Mujin setengah berjongkok lalu menggendong Jiwoo.
"Mau kemana?" tanya Jiwoo menggigit bibirnya, wajahnya merah merona karena malu. Ya jujur saja, ia dan Mujin tidak pernah sedekat ini hingga berciuman panas setelah sepuluh tahun.
"Aku akan mengurungmu disini" balas Mujin terkekeh.
"Turunkan aku, aku bisa jalan sendiri"
"Aku tidak akan membiarkanmu menjauh satu senti pun dariku. Tidak akan." kata Mujin dengan suara pelan nan tegas.
"Ya! Lepaskan aku atau aku akan-" ucapan Jiwoo terpotong karena Mujin tiba-tiba menciumnya.
"Kau boleh mengomeliku nanti" Mujin tersenyum miring.
Rasa bahagia meliputi Mujin, sungguh. Bisa menyentuh Jiwoo dan sedekat ini adalah tujuan hidupnya, seolah pencapaian dalam hidupnya adalah detik ini. Ingin rasanya ia memberhentikan waktu agar ia bisa berlama-lama dengan Jiwoo. Wanita yang sudah mengambil dan mengisi seluruh hatinya dan jiwanya hingga tidak bersisa.
Mulut Jiwoo terbuka lebar melihat luasnya mansion Mujin. Sepertinya dia sudah berada dalam gendongan Mujin selama lima menit tapi belum juga sampai di dalam mansion. Apakah Mujin mengajaknya berputar-putar?
Mujin menurunkan Jiwoo di sofa besar berlapis kulit lembut ruang tamu itu. Mujin berjongkok di depan Jiwoo. Bisa Jiwoo tebak sofa nya saja sudah mahal. Bola mata Jiwoo semakin membesar saat melihat semua kemewahan isinya.
"Kau hanya memiliki perusahaan, apa mungkin bisa mempunyai rumah sebesar ini?" tanya Jiwoo polos.
"Apa aku terlihat tidak sanggup membelinya?" tanya Mujin balik dengan senyum tipisnya.
"Kau tinggal sendiri? Apa tidak terlalu besar untukmu?"
"Kalau begitu tinggallah bersamaku.."
Jiwoo menelan ludahnya dengan kasar.
"Kau akan bertunangan besok, aku hanya datang untuk mengucapkan selamat"
"Jangan bohong, kau merindukanku bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie to Me
FanfictionChoi Mujin dan Yoon Jiwoo sama-sama merasakan cinta pertama yang tidak terlupakan, tetapi Choi Mujin terpaksa meninggalkan dan menghilang dari Jiwoo untuk meneruskan perusahaan ayahnya hingga menyisakan luka yang mendalam untuk Jiwoo. Mujin yang tid...