Setelah beberapa hari mengambil cuti, akhirnya Jiwoo kembali bekerja dan tentu saja dengan Jungwoo yang selalu setia mendampinginya. Pria itu bahkan tidak peduli jika ia digosipkan menjalin hubungan dengan Jiwoo sejak insiden Jungwoo menolong Jiwoo."Panggil aku jika kau membutuhkan sesuatu, hm?" Jungwoo mengelus rambut Jiwoo.
Jiwoo tersenyum dan mengangguk, ia tau Jungwoo menyukainya, lebih tepatnya mencintainya. Ia selalu merasa bersalah karena belum bisa membalas perasaannya, walau Jungwoo tidak pernah mengatakan apapun namun Jiwoo tau betapa tulusnya pria itu. Dialah yang bodoh karena masih belum bisa melupakan cinta pertamanya.
Jiwoo dengan berjalan tertatih karena kakinya masih belum sembuh saat keluar dari toilet, ia terkejut melihat Mujin berdiri didepannya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, namun Jiwoo bisa melihat tatapan kesakitan dari iris matanya.
"Kau tidak membalas pesanku" ucap Mujin dengan suara parau. Raut wajah pria itu terlihat begitu tersiksa, bahkan nafasnya mulai terengah saat melihat kaki Jiwoo yang di gips.
"Aku sudah menerima ucapan terima kasihmu. Itu sudah cukup, permisi" Jiwoo berjalan melewati Mujin dari samping.
Tiba-tiba Jiwoo merasa tubuhnya melayang. Mujin menggendongnya dengan ringan terasa seperti tanpa beban. Ia membawa Jiwoo ke atap gedung dan mendudukkan Jiwoo disana.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Jiwoo dingin.
Suara dingin Jiwoo terasa menusuk jantung Mujin, ia mencoba menarik nafas dalam. Mujin berjongkok didepan Jiwoo.
"Katakan apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku? Ini sangat menyiksaku hingga aku merasa ingin mati" ucap Mujin dengan suara serak dan tercekat.
Jiwoo terdiam sesaat, ia mengepalkan tangannya dengan seluruh tenaga untuk menahan air mata. Jiwoo menatap datar pada Mujin, "Tidak ada yang harus kau lakukan. Kita bahkan tidak pernah memulai apapun, kita hanya seperti teman lama. Aku juga sudah melupakanmu sejak lama"
"Jiwoo-ya.." suara Mujin terdengar lirih.
"Katakan padaku, apa kita pernah menjalin hubungan selain berteman?" tanya Jiwoo.
Walau perkataan Jiwoo benar, namun Mujin yakin bahwa mereka sama-sama saling menyukai bahkan sampai sekarang.
"Waktu itu aku-" Mujin merasa bersalah dan menyesal sudah meninggalkan Jiwoo karena terpaksa.
"Kau tidak perlu menjelaskan apapun karena tidak ada yang berubah. Kita tetap akan seperti ini. Seperti orang asing yang tidak kenal satu sama lain" potong Jiwoo tanpa mendengar Mujin.
Mujin mengepalkan tangannya erat-erat hingga kukunya menusuk telapak tangannya. Perkataan Jiwoo begitu menyakiti hatinya, seperti pisau yang menghujam jantungnya ratusan bahkan ribuan kali lipat. Ia menunduk untuk bernafas dengan benar karena ia merasa sesak di dada.
"Mari kita saling melupakan, Mujin-aa.." ujar Jiwoo dengan susah payah.
Jiwoo ingin menyentuh Mujin namun ia mengurungkan niatnya, ia sudah tidak sanggup lagi melihat betapa tersiksanya Mujin karena perkataannya. Ia tau ia sudah melukai Mujin tapi inilah yang terbaik.
"Berbahagialah, Choi Mujin. Aku mendoakan pertunanganmu dan selamat atas pertunanganmu. Aku akan hadir jika kau mengundangku" Jiwoo menyeka air mata yang sudah tak dapat ia bendung dan berjalan meninggalkan Mujin.
Setelah kepergian Jiwoo, Mujin berlutut dan menangis kencang. Air matanya tidak berhenti jatuh membasahi lantai. Ia memukul lantai meluapkan rasa sakitnya yang mendalam.
***
Sudah beberapa hari Jiwoo tidak melihat Mujin dikantor. Mungkin pria itu sibuk dengan pertunangannya pikir Jiwoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie to Me
FanficChoi Mujin dan Yoon Jiwoo sama-sama merasakan cinta pertama yang tidak terlupakan, tetapi Choi Mujin terpaksa meninggalkan dan menghilang dari Jiwoo untuk meneruskan perusahaan ayahnya hingga menyisakan luka yang mendalam untuk Jiwoo. Mujin yang tid...