Chapter 14 : Bad Feelings

256 318 62
                                    

Sinar terik matahari menembus kaca hingga menyinari kulit putih Jiwoo yang sedang tidur menghadap ke arah balkon. Mujin entah sudah berapa lama menatap Jiwoo yang sedang tertidur disebelah hanya berbalut selimut putih.

Mujin tersenyum sumringah mengingat percintaan panas mereka semalam. Tidak ada momen bahagia dalam hidupnya selain berada sedekat ini dengan wanita pujaannya. Hidup di bawah tekanan ayahnya membuatnya tidak pernah bahagia walau sedetikpun. Bahkan untuk tersenyum saja ia tidak bisa, namun dengan Jiwoo tentu saja ia selalu tersenyum bahkan tertawa bahagia.

Tidak pernah bisa ia bayangkan seandainya Jiwoo benar-benar meninggalkannya ataupun memilih pria lain. Sepertinya ia akan memilih hidup sendiri sampai mati.

Dengan hati-hati jemari Mujin menyampirkan helaian rambut yang menutupi dahi Jiwoo, ia tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Mujin masih belum bisa memaafkan dirinya yang telah meninggalkan Jiwoo dulu. Semuanya terasa masih begitu nyata. Memikirkan betapa bodoh dirinya dulu menyakiti wanita yang selalu menunggunya bertahun-tahun. Sampai mati pun ia akan membawa rasa bersalah itu bersama dirinya. Sekarang ia berjanji akan terus memberikan Jiwoo seluruh cinta dan hidupnya.

Jiwoo menggeliat dalam tidurnya, keningnya sedikit berkerut. Mujin membawa Jiwoo dalam dekapannya untuk menenangkan tidur wanitanya dan mengecup puncak kepala Jiwoo, sebelah tangannya menepuk pelan punggung polos Jiwoo.

Beberapa saat Jiwoo terbangun, ia mendongak melihat Mujin yang mendekapnya erat. Hangat dan nyaman yang dirasakan Jiwoo, bahkan aroma tubuh Mujin sangat menenangkan. Ia yakin akan sangat merindukan semua tentang Mujin.

"Sayang, kau sudah bangun?" ucap Mujin dengan suara berat nan seraknya, ia membuka matanya dan mengecup bibir merah Jiwoo yang mengangguk padanya.

"Ehmm... aku menyukai posisi ini" Mujin semakin mengeratkan pelukannya.

Jiwoo ikut bermanja menyembunyikan wajahnya di dada Mujin. Dengan jahil Jiwoo mengelus otot perut Mujin.

"Sayang.. sepertinya aku berubah jadi pria mesum saat bersamamu.." Mujin menyibak selimut dan mengecup leher hingga payudara Jiwoo.

"Ya! Geli.. hentikan" Jiwoo tertawa keras karena ulah Mujin yang terus menggelitiknya.

Keduanya ini tidur berhadapan, Mujin mencium Jiwoo, dengan sebelah tangannya ia mengangkat kaki kanan Jiwoo bertumpu di pingganggnya, ia melebarkan paha Jiwoo dan membawa kejantanannya yang sudah menegang dan memasuki Jiwoo dengan perlahan.

"Ahhh..." Jiwoo mendesah kencang saat merasakan intinya penuh oleh milik Mujin.

Mujin menatap Jiwoo penuh cinta dan perlahan memaju mundurkan pinggulnya menyatukan diri dengan mereka.

"Ayo kita menikah, Jiwoo-ya.."

"Ahh.. hm? Tiba-tiba sekali?"

"Aku sudah memikirkannya sejak lama, menikah denganmu adalah impianku"

Mujin menarik pinggul Jiwoo lebih merapat padanya, hingga milik Mujin tertanam lebih dalam di milik Jiwoo. Mujin berhenti bergerak karena menunggu jawaban Jiwoo.

"Kenapa? Apa kau meragukanku?"

"Benar, aku takut setelah menikah suamiku malah selingkuh" ucap Jiwoo asal.

"Mwo?" Mujin menatap bingung pada Jiwoo.

Jiwoo terkekeh dengan ekspresi Mujin.

"Kita hanya perlu menghabiskan waktu kita bersama. Aku janji.." Jiwoo menarik nafasnya.

"Aku- Aku akan selalu disisimu.." sambungnya.

"Sekarang kita fokus pada ini" Jiwoo menggerakkan pinggulnya lalu menggigit bahu Mujin.

Lie to MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang