Jiwoo mendorong lembut bahu Mujin saat kecupan pria itu semakin turun dari lehernya. Jiwoo menatap Mujin dengan tatapan teduh, sedih dan merasa bersalah."Maaf.. maafkan aku Jiwoo-ya. Aku hilang kendali. Maaf.." ujar Mujin panik dan menyesal, ia merutuki dirinya yang ceroboh hingga melewati batas.
Jiwoo tersenyum dan menggeleng. "Tidak apa-apa. Ayo tidur, aku akan membantumu tidur nyenyak"
Mujin mengangguk patuh. Ia membenamkan kepalanya ke leher Jiwoo dan memejamkan matanya dengan kedua tangannya memeluk pinggang Jiwoo. Rasanya sangat tenang dan nyaman seperti seluruh lelah dan beban dalam hidupnya sedikit terangkat, ingin sekali rasanya Mujin bisa melakukan ini setiap hari dengan Jiwoo. Baiklah, ia akan menikmati tidur panjangnya walau ini akan menjadi pertama dan terakhir baginya. Mujin tidak peduli lagi, yang ia inginkan adalah Jiwoo mendekapnya hangat dan mengusap punggungnya lembut seperti sekarang.
Jiwoo menjaga Mujin sepanjang malam, ia tidak berhenti mengusap punggung pria itu sampai nafas Mujin yang sudah teratur menandakan ia sudah tertidur pulas dengan sesekali dengkuran halus dan helaan nafas berat. Jiwoo tersenyum dengan air mata mengalir deras. Dadanya terasa sesak dan nyeri menyadari kebersamaan mereka sekarang akan menjadi sebuah kenangan perpisahan darinya untuk Mujin.
"Aku benar-benar minta maaf Mujin-a. Aku terlalu mencintaimu hingga menyakitimu sedalam ini. Maaf, aku tidak bisa mengatakan aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu. Aku benar-benar bodoh" batin Jiwoo, ia menangis dalam diam.
Jiwoo benar-benar tidak tidur. Semalaman ia hanya menatap wajah, bulu mata panjang, hidung mancung, bibir, garis rahang tegas dengan janggut tipis dan kumis tipis menambah ketampanan Mujin. Jiwoo ingin terus mengingat setiap inci wajah pria yang hanya bisa ia simpan dalam hatinya. Mujin benar-benar tidur nyenyak, ini adalah pertama kalinya dalam sepuluh tahun ia tidur tanpa obat setiap harinya.
Jemari Jiwoo merapikan helaian rambut Mujin yang jatuh di dahinya. Ia menggigit bibirnya kuat saat merasakan air matanya ingin jatuh lagi. Jika ditanya kenapa ia tidak menerima cinta Mujin dan hidup bahagia saja? Maka jawabannya adalah ia ingin sekali namun entah kenapa hatinya masih sakit. Sepuluh tahun hidup dalam patah hati membuatnya sekarang tidak bisa merasakan cinta tulus Mujin, saat pria itu mengucapkan cinta seharusnya ia bahagia, tetapi yang bisa ia rasakan hanyalah sakit, sakit dan sakit. Jiwoo berusaha melawan rasa sakit itu namun ia selalu kalah hingga terakhir kali asma nya kambuh. Bagaimana cara menghilangkan rasa sakit ini? Ia seperti berada di sebuah kotak labirin dan tidak ada celah baginya untuk keluar agar bisa merasakan kebahagiaan dari cinta Mujin.
"Mujin-a.. kau.. bisa hidup bahagia dan melupakan aku kan? Kau bisa kan? Bagaimana ini? Aku bahkan tidak tau cara menghilangkan rasa sakit ini" Jiwoo menangis menutup mulutnya agar suara tangisannya tidak terdengar oleh Mujin.
Jiwoo perlahan bangkit dari ranjang, ia ingin mencuci wajahnya yang lengket oleh bekas air mata. Saat akan berjalan ke kamar mandi, Jiwoo tiba-tiba merasakan nafasnya terputus-putus, ia membuka mulutnya agar dapat membantunya bernafas. Dengan tubuh gemetar ia meraih tas nya di meja dan mengambil inhaler.
Jiwoo menekan inhaler sambil menarik nafas lalu menahan nafasnya selama sepuluh detik setelah menghirupnya. Setelah merasakan nafasnya kembali normal, Jiwoo bersandar di meja dengan keringat di pelipisnya, sesaat merasa lebih baik ia berjalan perlahan ke kamar mandi agar tidak membangunkan Mujin. Jiwoo membasuh wajahnya dengan air dan menyeka dengan handuk, matanya terlihat bengkak karena menangis.
Mujin terbangun dengan mata terbuka lebar. Ia tidak percaya bahwa ia benar-benar tertidur sangat nyenyak. Ia menoleh ke samping namun tidak ada Jiwoo. Seketika rasa takut dan panik hinggap di hatinya. Ia bangkit dari ranjang dan terkejut saat Jiwoo keluar dari kamar mandi dengan tersenyum cerah padanya. Hati dan jiwa Mujin seketika melemah dan tenang melihat Jiwoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie to Me
FanfictionChoi Mujin dan Yoon Jiwoo sama-sama merasakan cinta pertama yang tidak terlupakan, tetapi Choi Mujin terpaksa meninggalkan dan menghilang dari Jiwoo untuk meneruskan perusahaan ayahnya hingga menyisakan luka yang mendalam untuk Jiwoo. Mujin yang tid...