Chapter 12 : Saranghae

257 323 29
                                    


"Jiwoo-ya, aku ingin membawamu ke suatu tempat, tempat ini sudah sangat ingin kutunjukkan padamu.."

"Kemana?"

"Nanti kau akan melihatnya sendiri"

Mujin menyetir dengan tangan kiri dan tangan kanannya tidak melepaskan genggaman tangan Jiwoo. Senyum tampan tidak lepas dari wajah Mujin, inilah waktu terindah baginya menggenggam jemari wanita yang begitu ia cintai, melihat senyum indah dari wajah cantik Jiwoo.

Jiwoo membalas senyuman Mujin namun matanya tampak berkaca-kaca, Jiwoo segera mengalihkan ke luar jendela. Tatapan matanya mendadak begitu sendu dan sakit.

"Mujin-ah, mianhae.. hanya inilah kenangan terakhir yang bisa ku berikan padamu, aku akan membawa pergi semua kenangan indah kita" batin Jiwoo.

Setelah perjalanan dua jam akhirnya mereka tiba di sebuah rumah, rumah yang dari luar lebih tepatnya mansion yang begitu mewah dengan design klasik. Mujin menggandeng Jiwoo masuk ke dalam mansion. Jiwoo tercengang saat melihat banyak bingkai foto Jiwoo remaja hingga Jiwoo dewasa sekarang semuanya diambil secara candid dan digantung hampir diseluruh sudut mansion layaknya museum. Ada beberapa foto saat mereka masih remaja juga.

"Mujin-ah.. foto-foto ini kenapa ada disini?"

"Saat aku lelah dan putus asa, aku akan datang kesini untuk melihat foto-fotomu yang selalu memberiku semangat hidup. Hal tersulit adalah saat kau terus menolakku, aku segera berlari kesini untuk menenangkan diri" ujar Mujin tersenyum menatap lembut penuh cinta salah satu foto Jiwoo yang sedang tidur di kelas dengan rambut berantakan itu adalah foto favoritnya.

Jiwoo menatap Mujin penuh penyesalan dan rasa bersalah, jantungnya berdenyut sakit. Seharusnya ia tidak terus menolak Mujin saat itu, sekarang semua sudah terlambat. Walaupun ia ingin menerima Mujin sepertinya Tuhan berkehendak lain.

"Kau terlihat seperti penguntit dengan menyimpan foto-fotoku" kekeh Jiwoo berusaha menutupi sedihnya.

"Benarkah? Baiklah, kau menganggapku seperti itu" Mujin tersenyum lalu menatap Jiwoo dalam-dalam.

"Jiwoo-ya.. aku tau saat kau mengatakan kau tidak menyukaiku itu artinya kau sangat menyukaiku. Aku tau hanya dari tatapan matamu seperti sekarang ini. Aku bukan Choi Mujin yang dulu, pria bodoh yang akan meninggalkanmu lagi. Tidak masalah jika kau masih belum bisa menyatakan perasaanmu, karena aku sudah tau tanpa perlu kau mengatakannya" ujar Mujin tersenyum sakit.

Jiwoo semakin merasa bersalah, ia memeluk Mujin dan menangis sesungukan di dadanya.

Walau Mujin mengerti perasaan Jiwoo, ia juga merasa sakit karena Jiwoo selalu membohongi perasaannya sendiri. Mujin sangat tersiksa karena Jiwoo menjadi seperti ini karenanya. Ya, semua ini adalah salahnya, setiap saat ia tidak berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas hancurnya hubungan mereka.

Mujin mengecup puncak kepala Jiwoo dan memeluknya erat. "Jiwoo-ya.. mari kita hidup bahagia, hm?"

Jiwoo mengangguk dan menangis sekencang-kencangnya meluapkan segala emosi dalam dirinya.

"Menangislah sepuasnya, karena setelah ini aku tidak akan membiarkanmu menangis lagi, kau mengerti?" Mujin mengelus rambut halus Jiwoo.

Mujin melepaskan pelukannya dan tersenyum lebar melihat hidung memerah dan ingus Jiwoo. Ia mengambil sapu tangannya dari dalam jas nya lalu menyeka sisa air mata dan ingus Jiwoo. "Jangan menangis lagi, aku suka senyumanmu, kau tau? Saat melihat senyummu jantungku selalu berdebar kencang. Seperti sekarang" Mujin menuntun telapak tangan Jiwoo ke dadanya.

Benar saja Jiwoo merasakan jantung Mujin yang berdebar hebat. Jiwoo memukul pelan dada Mujin karena malu hingga membuat Mujin tertawa.

Mujin mengajak Jiwoo ke belakang mansion, Jiwoo mengerjapkan mata berulang-ulang, terkejut dengan pemandangan yang mengagumkan.

"Aku sengaja membangun rumah disini, aku tau kau suka pantai. Aku membeli lahan disini dan membangun rumah impianmu, aku ingin kita hidup bahagia disini"

"Tapi.. ini terlalu indah Mujin-a.."

Bagaimana tidak, mansion yang dibangun Mujin tepat di belakangnya terdapat pantai, bahkan lahan seluas ratusan hektar ini sudah di beli Mujin semua hingga hanya mansion ini lah satu-satunya yang berdiri di dekat pantai.

Jiwoo berlari ke pantai dan duduk di pasir menikmati sunset dengan langit berwarna orange jingga.

"Sangat indah" Jiwoo menghirup dalam-dalam udara pantai.

Mujin ikut duduk di samping Jiwoo, ia tersenyum bahagia melihat Jiwoo yang terlihat senang.

"Mujin-a.." suara lirih Jiwoo terdengar sedih.

"Hm..?" Mujin menoleh ke samping melihat Jiwoo yang menitikkan air mata.

Jiwoo menatap sendu pada Mujin dengan air mata mengalir, "Maaf, aku selalu membohongimu. Maaf aku sudah menyakitimu dan maaf jika kita tidak bisa bersama." Jiwoo mencoba tersenyum sakit.

Mujin memeluk Jiwoo erat-erat, "Tidak. Ini semua salahku. Kumohon jangan berkata seperti itu. Aku sangat sakit mendengarnya"

Jiwoo membalas pelukan erat Mujin dengan membenamkan wajahnya ke bahu pria itu dan kembali menangis kencang.

Tangan Mujin tidak berhenti membelai rambut Jiwoo menenangkan wanita itu yang masih menangis tersedu-sedu. Mujin semakin merasa bersalah.

"Aku sangat mencintaimu Choi Mujin.." lirih Jiwoo di sela tangisan.

Mujin benar-benar tidak dapat berkata-kata walau samar-samar ia mendengar suara teredam Jiwoo karena menangis, cepat-cepat Mujin melepaskan dekapannya dan melihat Jiwoo dengan tatapan sendu.

"Mwo- Mworago?" tanya Mujin terbata memastikan.

"Saranghae Choi Mujin.." ucap Jiwoo dengan air mata mengalir.

Seketika air mata Mujin ikut jatuh, ia hampir tidak percaya dengan pendengarannya, suaranya terasa tercekat. Kedua iris mata Mujin bergerak menatap tulusnya ucapan Jiwoo.

"Gomawo Jiwoo-ya.. gomawo, jeongmal gomawo.." balas Mujin ikut menangis. Pengakuan Jiwoo yang selama ini ia tunggu, yang selama ini ingin ia dengar dari bibir Jiwoo.

Mujin mendekatkan wajahnya dan mengecup lama bibir Jiwoo dengan penuh cinta dan kasih, Jiwoo menutup matanya merasakan kecupan hangat Mujin. Bahkan saat berciuman pun air mata kedua insan ini terus berlinang. Senang, sakit dan haru bercampur menjadi satu karena bisa bersatu kembali setelah penantian yang cukup lama.

Kecupan bibir yang berubah menjadi lumatan lembut perlahan membuat keduanya seolah melepaskan kerinduan, cinta yang mendalam dan terpendam. Mujin langsung mengangkat tubuh Jiwoo ke pangkuannya, memeluk punggungnya dan memperdalam ciumannya.



Maap author lama up karena sibuk 😁✌️
Sepertinya vote sudah mulai berkurang ya? Atau jemaat Mujiniah uda berkurang nih? 🤣

Gwaenchana, author gk menargetkan vote kok 😆 gomawo buat yang always vote ❤️

Lie to MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang