5. kotak misterius

3 1 0
                                    

დ .•*””*•   enjoyy    •*””*•.დ

"Diri sendiri adalah satu-satunya harapan untuk mewujudkan mimpi  mu. Janganlah terlalu bergantung pada orang lain, atau kamu akan menyesalinya!"


.
Vanka menghampiri istrinya lalu tersenyum pada pak Satpam. "Eh, pak. Damang? "

(Sehat?)

Pak satpam mengangguk dan memberikan kotak cokelat yang dihiasi pita di atasnya. "Punten, wagel waktosna. Ada titipan buat non Vicka."

(Maaf, menganggu waktunya.)

"Oh," Vanka menerima kotak tersebut. "Omong-omong dari siapa ya, pak? Kenapa nggak langsung kesini aja?"

"Katanya temen non Vicka, terus saur anjeunna mau ada acara, nggak sempet langsung kesini." ucap pak satpam.

(Kata dia)

"Oalah, yaudah makasih yah pak. Eh sini mampir dulu, makan malem disini." ajak Vanka.

Pak satpam menolak halus. Akhirnya, satpam tersebut pergi. Setelah menutup pintu, Vanka dan Zelina menatap heran kotak tersebut.

"Katanya cuma Vicka yang boleh buka." ujar Ravi yang tiba-tiba berada di belakang mereka. Zelina mengangguk menunjuk secarik kertas yang di selipkan di pita.

"Yaudah, panggil gih." titah Vanka lalu berdiri. Sebelum pergi, Vanka berbisik pelan sambil mengecup pipi Zelina sekilas.

"Mau ke toilet dulu. Muach!"

Ravi bergidik ngeri melihatnya. Emang dasarnya nggak kenal usia ya gitu. Mana pipi Zelina merah lagi. Merasa dunia milik berdua. Yasudahlah, Ravi sudah kuat iman menghadapi pasutri ini, yang terpenting keduanya bahagia.

"Vicka, sayang! Sini, nak!"

Vicka yang baru saja duduk di meja belajarnya, terpaksa bangun kembali mendengar teriakan Mama nya. Saat sampai di anak tangga terakhir, ia lihat Zelina dan Ravi sedang berbincang ringan.

"Iya, ma."

Zelina berbalik menatap Vicka. Wanita itu tersenyum menunjuk kotak yang ada di meja. "Katanya dari temen kamu. Tapi dia nggak bisa datang, ada acara katanya. Itu juga di anterin pak satpam yang lagi keliling."

"O-oh," melihat Zelina dan Ravi yang masih anteng ngobrol, akhirnya Vicka memilih pergi dengan kotak coklat tersebut di tangannya. "Aku ke kamar lagi, Ma."

Tanpa menunggu jawaban, Vicky berlalu dengan kotak di tangannya. Tiba di kamar, Vicka menutup pintu dan berjalan menuju kasurnya. Vicka duduk menyilang dengan kotak tersebut di hadapannya.

"Hm, dari siapa kira-kira?"

Karena terlalu penasaran, Vicka memutuskan untuk membukanya. Kemudian, matanya membola sebentar melihat apa isi di dalamnya. Terlihat raut bahagia dan herannya.
Vicka mengangkat salah satu benda di dalam kotak itu. Foto dirinya dan Fahri saat berjalan berdua. Di dalamnya masih terdapat banyak foto lainnya yang bertemakan sama, hanya saja lain tempat.

"Waw, dari siapa nih," ia mengambil bunga mawar yang tergeletak disana, dan melihat nya dengan seksama.

Dering ponsel mengalihkan atensi Vicka. Gadis itu meraihnya dan mengklik tombol hijau disana. "Hal-"

"Vicka, lo gapapa?" Vicka menyernyit heran dengan suara tak asing tersebut. Ia melirik sekilas layar handphone nya lalu ber oh ria. 'Tumbenan Attiya nelfon.'

"I fine. Bay the way, ada apa lo nelpon?" tanya Vicka to the point.

"Gak boleh gue khawatir sama lo?"

"Boleh aja sih," karena terlalu asik, tanpa sadar Vicka meremas batang bunga mawar. Hal itu menyebabkan darah merembes karena duri yang menggores telapak tangannya.

"Kata bu Tuti lo kan temen deket Fahri tuh, pasti lo sakit hati banget. Besok sekolah?"

Vicka teekekeh pelan dengan tangan yang masih anteng memainkan batang mawar. Setetes darahnya menodai salah satu foto dari sekian banyaknya foto. Setelah hampir setengah jam, baru lah Vicka tersadar apa yang terjadi pada tangannya.

"Astaga!" gumamnya terkejut.

"Ada apa, Vic?" tanya Artinya turut khawatir mendengar grasak-grusuk di seberang sana.

Vicka berlari ke kamar mandi. Ia mencuci tangannya dengan telfon yang masih terhubung. "Tangan gue berdarah."

"Lah, kok bisa?"

Vicka mendesah frustasi. "Gatau, gue nggak nyadar kalo batang mawarnya nusuk tangan gue."

"Tenang, Vic. Lo bersihin dulu tangan lo. Gue matiin telfonnya ya?"

Tak Vicka hiraukan. Gadis itu segera keluar menuju arah nakas. Disana terdapat betadine, balutan, hansaplast, dan gunting. Karena kotak p3k rumahnya ada di ruang tengah. Vicka meneteskan betadine lalu memperban tangannya sendiri  sehingga tertutup sempurna. Setelah itu dirapatkan menggunakan hansaplast. Lukanya cukup lebar menganga, meskipun beberapa, tapi rasanya sangat sakit.

"Tadi kok pas nusuk nya nggak kerasa, ya?" tanyanya pada diri sendiri.

Vicka kembali duduk di tempat semula. Detik berikutnya ia terkejut mendapati foto dirinya dan Fahri yang sedang bergandengan tangan dilumuri darah. Ralat, hanya di objek Fahri saja. Vicka meraih tisu dan melapnya. Hal itu terjadi berukang-ulang karena darahnya seolah sudah menempel dengan foto tersebut.

"Sial." makinya lantas membawa foto itu ke kamar mandi. Vicka terus menggosok-gosok bagian objek tubuh Fahri yang terdapat darah. Bukannya menghilang, darah itu malah membuat foto menjadi luntur.

Vicka mengerang frustasi. Dengan kesal ia menggosok foto itu hingga akhirnya muncul kepulan asap dari darah tadi berasal. Vicka menganga dengan apa yang dilihatnya. "F-foto nya-" nafasnya tercekat disana.

❀❀❀

Attiya menghampiri Vicka yang sedari tadi menunduk selama jam pelajaran. Gadis itu terlihat tidak bergairah menghadapi harinya. "Vicka," sapa Attiya duduk di sebelah bangku Vicka yang kosong.

"Hm,"

"Liat tangan lo yang berdarah." pinta Attiya. Vicka menyodorkan tangannya dengan lesu.

"Emang kemaren lo lagi apa sampe bisa berdarah kaya gini?"

Vicka menghela nafas sepanjang jalan kenangan. "Kemaren dapet kiriman. Nggak tau dari siapa. Isinya tuh ada mawar sama foto-foto gue bareng Fahri."

"Trus lo nelfon. Nggak nyadar kalo si durinya lukain tangan gue." Attiya menjadi pendengar idaman.

"Sumpah. Itu nggak kerasa sakitnya, Ti. Gue bahkan nggak ngerasa ngeluarin banyak darah. Kerasanya tuh pas udah gue cuci. Perih banget."

Attiya sama-sama menghela nafas. Kelas sepi karena bell istirahat sudah berbunyi. Attiya melirik sekilas Vicka dan berujar. "Lo tau nggak sih-"

"Fotonya jadi abu trus kebakar." potong Vicka. Gadis itu menoleh cepat pada Attiya.

"Pas gue udah merbanin tangan gue, foto Fahri kena darah. Pas di coba dibersihin nggak bisa-bisa. Akhirnya gue cuci pake air. Tapi, si Foto malah kebakar jadi abu."

"Yang anehnya, nggak semua. Tapi cuma objek Fahri doang. Padahal disana jelas-jelas lagi gandengan sama gue."


Thanks for Readinggg

Rabu, 7September2022
21:00

Little Notes Vicka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang