დ .•*””*• enjoy •*””*•.დ
✦
"Kita punya kemampuan sendiri untuk melakukan apa yang kita mau, sekalipun orang lain tidak menyukainya."
✦
Saudara Fahri telah meninggal.
Mendengar raungan keras dari sisinya, Fahri membuka mata. Ia menyernyit heran melihat Tania sedang mendekap seseorang di bawah sana. Fahri melirik sekitar. Dirinya berada di dalam mobil ambulance ditemani 2 suster rumah sakit.
"FAHRIII! BANGUN, NAK! BUNDA GAK MAU DITINGGALIN LAGI SENDIRI, HAAAAAAA FAHRIIII!"
Hati Fahri sakit mendengarnya. Segera ia dekap tubuh bundanya, tapi tak di respons. "Bun, aku disini, deket bunda." ucapnya.
"Fahri, tolong jangan pergi, nak. Maafin bunda yang suruh-suruh kamu segala, padahal bunda bisa lakuin itu sendiri,"
Fahri berkaca-kaca. Cowok itu menatap pantulan dirinya di jendela ambulance. Hanya ada Tania, dirinya tidak ada. Kemudian menunduk. Menatap kedua tangannya yang masih utuh dengan pakaian sama yang masih melekat di tubuhnya dengan keadaan bersih. Fahri mendongak, tersenyum terluka.
"Bun, maafin Fahri, bun." suaranya bergetar.
"Fahri udah banyak ngecewain bunda. Ini hukuman buat Fahri, bun. Karena udah ngelawan bunda. Ini karmanya, udah Fahri dapet."
"Tapi, maaf. Sesudah Fahri dapet karma, nggak ada lagi kesempatan buat Fahri kedua kalinya."
Fahri memeluk Tania seerat mungkin meskipun tahu hal itu sia-sia. Fahri ingin berduaan dengan Tania karena waktunya sudh tiba. Ambulance akhirnya sampai di depan gerbang rumah Fahri. Tania terus menangis mengiringi Fahri untuk sampai rumah yang terakhir kalinya.
Setelah sosok itu di tidurkan di tengah rumah, beberapa orang yang sudah di panggil kaan oleh tetangga mulai mengurus mayat Fahri. Fahri melihatnya sendiri. Lebam di beberapa titik tubuhnya, lingkaran mata yang menghitam dan kakunya dia saat itu.
Seorang dokter datang menghampiri Tania yang tangisnya belum juga reda. "Ibu, akibat dari kematian saudara Fahri, bukan hanya karena kecelakan."
"Setelah kami otopsi lebih lanjut, kemungkinan hanya empat puluh persen akibat dari kecelakaan. Sisanya," dokter itu mengeluarkan kertas yang mereka temukan di saku celana Fahri saat dirumah sakit tadi. "Ini, bu."
Tania bergetar. "Apa itu, dok?"
"Cairan sianida yang terdapat pada kertas ini. Saudara Fahri sempat menghirupnya. Terjadi komplikasi pada otak yang menyebabkan saudara Fahri mengalami pusing yang tidak terkontrol dan sesak nafas yang teramat sakit. Sampai akhirnya mobil tersebut menabraknya secara tak sengaja." papar dokter.
"Kemungkinan, apakah ibu tahu siapa yang memberi kertas ini?* tanya dokter memeberikan kertas yang sudah dimasukkan dalam plastik khusus.
Tania melirik tajam dokter tersebut. " biarlah ini tugas pihak kepolisian, anda hanya bertugas untuk mengobati, bukan menyelidiki."
Senyum pak dokter terulas. "Kebetulan saya juga dari pihak kepolisian sejak 2tahun lalu, hanya saja, saya lebih memilih menjadi dokter. Untuk melayani masyarakat."
"Nggak nanya." ceplos Tania. "Saya gak tau siapa yang memberi kertas tersebut." air mata Tania menggenang di pelupuk.
"Terus, putra saya benar-benar meninggalkan saya, dok?"
"S-saya gak bisa lagi ketemu dia, mulai sekarang?" Tania terisak.
Dokter tersebut menunduk. "Maafkan kami, bu. Ini juga suatu penyesalan dan juga pembelajaran untuk ibu dan kami kedepannya."
"Kami permisi." pamit dokter. Segerombol pekerja rumah sakit itu pergi dari rumah Tania. Satu persatu tetangga mendatangi rumah Tania untuk melihat apa yang terjadi malam-malam begini. Semua syok sekaligus panik melihat seorang jenazah di hadapan mereka.
Bapak-bapak mendatangi rumah kyai dan memberitahu bahwa Fahri, putra dari Tania meninggal. Segera mereka umumkan di pengeras suara musholla supaya dapat membantu proses pemakaman Fahri.
❀❀❀
Kedatangan Vicka adalah hal yang sedari tadi Fahri tunggu. Gadis itu ketara sekali paniknya saat baru saja di ambang pintu, begitupun dengan Attiya. Vicka mendekati Tania yang masih saja histeris sambil memeluk wanita itu.
"Bun, sebenarnya Fahri kenapa?"
"Aku kaget banget, padahal tadi abis maghrib dia masih contact kan sama aku,"
Tania membalas pelukan Vicka. Wanita itu lanjut menangis, malah semakin kencang yang membuat hati Vicka semakin nyeri rasanya.
"Vicka.... "
"Bunda kangen Fahri, suruh Fahri nggak boleh pergi, Vicka," racau Tania.
Vicka menangis dengan gelengan kepala, tak menyangka hal ini terjadi pada sahabatnya, ralat. Pacarnya. Baru beberapa jam lalu dia menerima cinta Fahri, dan kini lelaki itu sudah meninggalkannya untuk waktu yang lama. Mungkin sampai akhir hayat Vicka sekaligus pun, Fahri tak akan pernah kembali.
'Fahri Elvata, lo manusia pertama yang gue Terima cintanya, sekaligus manusia pertama yang berhasil buat gue patah sedalam dan sehancur ini.'
Vicka mendongak semakin mengeratkan pelukannya pada Tania. Tidak tahan melihat wajah kaku nan pucat milik jasad Fahri. Dalam diamnya, Vicka membatin seraya menangis.
'Makasih buat semua yang udah kamu tekunin. Kamu jangan patah semangat meskipun udah gak bisa ketemu lagi. See you, good People.'
❀❀❀
Pagi hari, tidak begitu cerah, tidak begitu mendung. Satu persatu pelayat yang datang mulai membubarkan diri dari pemakaman setelah diucapkan beberapa doa oleh pak Kyai. Tania sudah tidak terlalu histeris. Wanita itu sudah kehilangan semua air mata akibat menangis semalaman, hanya tersisa mata yang merah dan membengkak akibat dari kesedihannya.
Vicka menyentuh pundak Tania yang refleks membuat Tania terhenyak. Sedari tadi ia melamun menatap kuburan putranya yang masih basah.
"Pelayat udah pergi semua, bun. Mau pulang sekarang? Bunda belum makan." ajak Vicka. Tania memegang erat jemari Vicka dan menggeleng.
"Nggak, Fahri mau di temenin katanya."
"Fahri udah tenang disana, bunda."
Tania menatap tajam Vicka. "Bunda pengen disini! Sana kamu aja yang pulang!"
Hati Vicka mencelos. Disini, bukan hanya Tania yang kehilangan, dirinya juga. Tapi, Tania malah melontarkan kata-kata yang membuatnya sakit hati. Akhirnya Vicka bungkam. Ia mengerti karena bagaimanapun Tania adalah ibu kandung Fahri disini dialah yang sangat tersakiti.
"Vicka temenin sampe bunda mau pulang, ya?" tak ada jawaban. Vicka akhirnya turut menatap nisan yang tertancap di sana.
Fahri Elvata Ristyaf
Bin
Fawaz Kareema Ristyaf
Lahir: 4-03-2005
Wafat: 1-09-2022
Dalam usia 17 tahun"Bunda mau pulang, Vicka."
Vicka mengangguk. Segera gadis itu memapah tubuh Tania yang lemas. Ditambah panas terik yang mulai menyengat. Keduanya pergi dari kuburan Fahri disertai sosok Fahri yang sedari tadi bersembunyi di balik pohon tersenyum miris.
"Jangan sedih, bun, Fahri udah tenang disini." ucapnya sebelum benar-benar menghilang untuk selamanya.
Thanks For Reading bestieeeeeeeeee
Dadah parii lopyuuuu😚
3September2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Notes Vicka
General Fiction[DON'T COPY MY STORY!!] BIASAKAN FOLLOW AKUN SEBELUM BACAX SUPAYA TIDAK KETINGGALAN INFO* •Quotes di setiap Chapter •Update sesuai mood