Cari posisi nyaman buat baca yaa
დ .•*””*• enjoy •*””*•.დ
✦
Bermimpilah setinggi langit, bukan setinggi langit-langit.
✦
Sore itu, Tania benar-benar pergi.
Vicka tersenyum terluka. Tidak cukup kah ia sudah kehilangan Fahri? Kini, ditambah Tania yang sudah tidak ingin melihat dirinya lagi. Vicka menarik nafas dalam. Dalam genggamannya, terdapat benda kecil yang selama ini selalu Vicka lihat Fahri mengenakannya.
Jam tangan milik Fahri. Tania memberikan benda itu untuknya. Vicka sudah berjanji untuk menjaga benda itu, selama apapun, bahkan sampai Vicka mati sekalipun, jam tangan itu akan selalu ada dalam genggamannya.
"Ya, aku berjanji, Bunda."
Vicka meremas rambut dan menyimpan pulpen kasar. Sungguh, ia tidak bisa berfikir. Dalam fikirannya hanya Fahri, Fahri dan Fahri. Jam pelajaran terakhir membuatnya tambah frustasi. Vicka menenggelamkan wajahnya di tumpuan tangan atas meja. Angka-angka di papan tulis seolah menari-nari mengejeknya.
"Arghh bangsat." maki Vicka pelan.
"Psttt, sttt!" Vicka mengadah, melihat sekitar. Tatapannya jatuh pada Wildan yang kini menyodorkan bukunya.
Alis Vicka terangkat. "Apa?" tanyanya.
Wildan keliatan panik dengan menaikturunkan kedua tangannya. Melihat Vicka yang keheranan, Wildan menulis sesuatu di buku.
Wildan menunjuk guru di depan sana. Vicka akhirnya mengerti dan ber oh ria. "Ada apa?" tanya Vicka tak bersuara.
Tanpa menjawab Wildan memberikan buku latihannya pada Vicka. Vicka berbinar melihat jawaban-jawaban yang kini tinggal ia salin tanpa harus berfikir. Ia melihat Wildan dengan senyum genitnya. "THANKS!"
Wildan menepuk kening. Beberapa murid melihat ke arahnya, terpaksa ia harus pura-pura menulis agar orang tidak curiga ia memberikan jawaban gratis untuk Vicka.
Vicka berdiri, menyimpan buku Wildan di meja si empu, ia maju ke depan. Dia yang pertama. Wildan menggeleng-gelengkan kepala tak habis fikir dengan Vicka. Para murid menganga melihat kepintaran Vicka yang tidak biasanya.
Lagi, Vicka tersenyum lebar saat jawaban matematika anakan dari Wildan tersebut benar semua. Bu Elis selaku guru matematika ikut heran, pasalnya, Vicka terbiasa maju saat detik-detik akhir pelajarannya. Vicka balik lagi ke mejanya, sebelum duduk, ia membisikkan sesuatu pada Wildan.
"Kemaren-kemaren kemana aja."
Attiya menyipit curiga. Gadis berkaca mata itu berdiri, bukan ke depan, tapi ke sisinya, dimana bangku Wildan berada. "Minta jawaban." ucapnya enteng. Wildan terkejut lalu menatap Vicka seolah bertanya "gimana ini".
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Notes Vicka
General Fiction[DON'T COPY MY STORY!!] BIASAKAN FOLLOW AKUN SEBELUM BACAX SUPAYA TIDAK KETINGGALAN INFO* •Quotes di setiap Chapter •Update sesuai mood