4. why?

2 1 0
                                    

დ .•*””*•   enjoyy   •*””*•.დ

"Aku mencintaimu lebih dari kemarin dan kurang dari esok."

Sebelum pulang, Vicka sempat menemani Tania di rumah. Untuk sekolah, sudah Attiya izinkan pada guru bahwa Fahri meninggal. Disana mereka berbela sungkawa pada orang tua Fahri dengan perwakilan dari sekolah yang datang. Tidak bisa berlama-lama, mereka pergi diantar Attiya.

Sepulang dari pemakaman, ternyata banyak pelayat yang tadi tidak bisa hadir. Memberi ucapan yang mungkin akan menenangkan hati Tania, yang sudah menjanda 5 tahun ditambah kini kehilangan putra semata wayangnya.

Vicka tahu, bahkan sangat mengerti apa yang di derita Tania selama ini. Dia berusaha bekerja keras di luaran sana agar bisa menghidupi Fahri seorang diri. Tidak kenal sakit, Tania terus bekerja, maka dari itu Vicka tak kalah sayang nya dari Fahri. Sampai-sampai ia menyebut Tania dengan sebutan Bunda.

Vicka membuka knop pintu rumahnya dengan wajah kusut. Langkah gontai nya membawa ke lantai dua, tepat kamarnya berada. Tak ada yang menarik perhatian nya selain kasur, maka Vicka segera menjatuhkan diri di sana.

Vicka tengkurap dan mengelus guling dengan telunjuknya. "Fahri," gumamnya. Air matanya menetes tanpa diduga. Melewati hidung, akhirnya terjatuh di bantal.

"Aku padahal baru aja jadi pacar kamu, siap ada di sisi kamu kapan pun dan di manapun, tapi.. Kamu malah ninggalin aku secepat ini.."

"Andaikata aku nolak buat jadi pacar kamu." Vicka tiba-tiba bangkit menatap pantulan dirinya di cermin sana. Matanya memerah, "apa, ini gara-gara aku?"

"Apa benar, aku cuma bawa sial?" ke overthinkingan Vicka kembali. Gadis itu memeluk guling dan menggigit bibirnya. Jantung Vicka berdebar. "Apa kamu meninggal gara-gara jadi pacar aku?"

Hembusan angin menerpa kulit tubuhnya. Seketika Vicka memejam kala merasakan kehadiran seseorang dan berbisik rendah di telinganya. "Itu memang tujuan hidup aku, Vicka. Jangan berfikir  yang aneh-aneh. Aku begini cuma jadi bagian kisah indah kamu saat remaja, aku di takdirkan buat menyempurnakan kamu, bukan salah kamu. Kamu jangan pernah menyesal sama diri kamu sendiri, apalagi benci. Sebentar lagi, ada sesuatu yang lebih indah daripada kehilangan aku, kamu tunggu aja."

Bagai tersambat petir, Vicka mematung. Dirinya masih mencerna semua ucapan misterius itu dalam hatinya. Tak mungkin kan, kalau Fahri ada disini?

Dari gerbang, terdengar suara deru mobil masuk garasi. Vicka hanya memperhatikannya dari jendela, sama sekali tidak berniatan untuk turun dan menyambut Vanka beserta Zelina yang katanya baru pulang mengantar Idan ke kosannya. Sedangkan Ravi, abang keduanya itu sedang sibuk-sibuknya mengurusi ujian yang akan datang. Di detik-detik akhir SMA, Ravi malah ambis karena pengen lulus dengan nilai memuaskan plus bisa se universitas bersama abang nya.

Rasa kantuk menyerang Vicka. Segeralah gadis itu menaiki kasurnya dan menarik selimut. Sebelum terpejam, ia berdoa terlebih dahulu. 'Tuhan, kalau memang ini jalan yang terbaik untuk ku, maka berilah kekuatan agar aku senantiasa selalu berada di dalam ridhomu, aamiin.'

❀❀❀

Elusan lembut di kepalanya membuat tidur Vicka terganggu. Gadis itu menyernyit dalam tidurnya kala seseorang terus memanggil namanya berulang kali. Vicka membuka matanya, disana ada Fahri yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Pari, kamu fine-fine aja?"

Fahri terkekeh, dengan tangan yang masih mengelus rambut Vicka, lelaki itu tiba-tiba menghilang di balik kepulan asap. Vicka yang panik lantas bangun mencari Fahri. "Fahri! Kamu dimana?!"

"Fahri!"

Tok tok tok

Vicka berbalik menatap pintu. Gadis itu melangkah dan membukakan knop pintu, disana Zelina menatap khawatir dirinya. "Kenapa teriak-teriak, sayang?" tanyanya.

Vicka membuang nafas pelan. "Aku cari Fahri, tadi dia disini."

Zelina sontak terdiam. Wanita itu mencoba tersenyum lalu menggapai lengan Vicka. "Udah. Kamu mungkin mimpi, sekarang makan, ya? Kamu makin kurus mama liat."

Mau tidak mau Vicka mengangguk. Mereka berdua melewati tangga menuju dapur. Disana Vanka dan Ravi sudah siap untuk menyantap makan malam.

"Zaki, gimana ulangan kamu?"

Ravi berdecak menatap ayahnya kesal. "Ravi gak suka dipanggil Zaki, Yah."

"Kaya anak kecil.* lanjutnya.

Vanka menggeleng tak habis pikir. "Lihat tuh Bang Idan sama Vicka, mereka baik-baik aja di panggil nama depan." papar Vanka.

"Ulangan tadi sembilan puluh. Untung bukan ujian, kalo nggak, yaudah pasrah gak jadi kuliah sama Bang Idan."

Vanka mengerut. "Wihh gede bener, padahal lumayan segitu. Maunya berapa sih, Ravi?"

"Yah, minimal," Ravi meneguk air putih. "97?"

"Nilai Ravi anjlok pas kelas sepuluh, Yah. Jadi sekarang aku harus mastiin nilai aman."

Vanka hanya mengangguk-angguk kan kepalanya. Ravi semenjak kelas 12 memang minta untuk ikut les tambahan, Vanka tidak masalah. Toh, ini juga demi kebaikan Ravi sendiri, bukan ia yang memaksa.

"Ujian kapan?"

Ravi melirik Vanka sekilas. "Dua bulan lagi."

Lama Vanka memperhatikan Ravi yang sedang memainkan ponselnya, terjadi hal aneh yang sebenarnya lumrah dikalangan anak muda. "Senyum-senyum depan hape pasti lagi ngabarin ayang kalo mau makan."

Dengan cepat Ravi mendongak. Lelaki tampan itu mematikan ponselnya lalu berdehem. Gurat merah di pipinya menandakan Ravi sedang salah tingkah. Tak menghiraukan Ravi, Vanka beralih menatap istri dan putrinya yang berjalan bergandengan.

"Vicka baru bangun tidur, sayang?" tanya Vanka mengelus kepala Vicka. Dibalas anggukan kecil, tanpa senyuman.

Dalam hening, keluarga itu makan. Ravi sedikit aneh karena biasanya Vicka yang selalu mengoceh tak jelas saat berkumpul seperti ini, tapi dalam hitungan menit Vicka sudah berdiri. Decitan kursi mengalihkan atensi tiga orang di depannya.

"Mau kemana, sayang?" tanya Zelina.

Vicka menatap satu persatu anggota keluarganya lalu mengulas senyum tipis. "Vicka kenyang, tapi masih ngantuk. Vicka bobo dulu, ya Ma, Yah, Bang." setelahnya Vicka pergi dari hadapan mereka.

Ning nong ning nong

Mendengar bek pintu berbunyi, Zelina menatap sebentar Vanka. Setelah mengangguk, Zelina berdiri dan melangkah menuju pintu depan. Setelah dibuka, ternyata ada satpam yang sedang keliling komplek. "Ada perlu apa, pak?"

Satpam berusia kepala lima itu tersenyum ramah. "Tadi ada orang yang nitip barang ini ke saya. Katanya buat non Vicka di blok belakang. Bener kan ini rumahnya?"


Thanks for Readingg

Ciamis, Selasa 6September2022
22:25

Little Notes Vicka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang