Selama hampir 8 tahun Arvins mengabdikan dirinya bekerja menjadi Asisten pribadi Caesar Bailey, CEO Bailey Groups yang juga merupakan duda beranak satu. Karna profesinya, Arvins diharuskan mengurus semua masalah pribadi Caesar Bailey termasuk putran...
Kata yang bercetak miring dan tebal adalah flasback waktu Armaan masih kecil (umur 12 tahun).
Author pov
Armaan membuka matanya dan melihat kearah jendela yang menunjukkan pemandangan malam kota. Dengan susah payah Armaan mendudukkan dirinya di kasur dan menyeder di kepala ranjang tersebut. Pandangannya langsung tertuju pada seseorang yang sedang tertidur di sofa.
Armaan mencoba turun dari ranjang berjalan ke arah lemari untuk mengambil selimut. Dengan perlahan Armaan menyelimuti Arvins yang sedang tidur terlelap.
"Thank you." Ucapnya sembari duduk di pinggiran sofa yang di tiduri arvins. "Aku tidak tau apa jadinya diriku tanpamu Arvins. Thank you so much." Ucapnya.
Sudah 2 hari semenjak Armaan di rawat di rumah sakit ini dan Arvins lah satu-satunya yang menemani dan merawatnya selama dia berada di rumah sakit.
.
.
.
"TUAN MUDA!!!" Teriak Arvins.
"...."
"Tuan muda apa yang anda lakukan?" Tanya Arvins dengan sangat bergetar mengetahui apa yang terjadi pada anak atasannya, Armaan.
Ketika Arvins memasuki kamar Armaan untuk mengantarkan makanan dia sangat terkejut melihat kondisi Armaan yang terduduk dengan tatapan wajah kosong di lantai dengan pergelangan tangannya yang sudah berlumuran darah terus mengalir dan memegang sebuah foto.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arvins langsung berlari mendekati Armaan dan mencoba untuk menghentikan aliran darah yang terus mengalir tersebut. Arvins langsung menggendong Armaan untuk segera membawanya ke rumah sakit.
.
.
" Prolonged Grief Disorder?" Tanya Arvins.
"Iya tuan, hal ini disebabkan karna Armaan terlalu merasa kehilangan orang yang dia sayang. Melihat Armaan yang berusaha melukai tangannya ini menunjukkan bahwa kondisinya sudah memprihatinkan dan harus mendapatkan perawatan intensif." Jelas dokter psikologis yang baru memeriksa kondisi mental Armaan.
Arvins hanya terdiam membeku mendengar dianogsa dokter. Bagaimana mungkin anak sekecil itu sudah menderita cacat mental sampai melakukan percobaan bunuh diri. Kehidupan seperti apa yang sebenarnya yang dia jalani selama ini.