Akhir pekan kali ini Nadhira tidak dapat menikmatinya dengan rebahan. Ia sedang berjuang menjajakan benda yang menjadi candu bagi kalangan pria. Bahkan sudah sejak kemarin sore ia mondar-mandir dari supermarket hingga apotek.
Hasil penjualan yang ia dapatkan tentu saja untuk membayar uang kost yang menunggak. Lumayan meenyita waktu di akhir pekan ini. Apalagi dengan deadline tugas kuliah yang menumpuk. Belum pula perangkat pembelajaran sekolah yang harus selesai dalam waktu sepekan ini.
“Udah ke jual berapa?”
“Lumayan, tinggal 4 kotak lagi nih.”
“Habis itu aku mau langsung pulang. Udah capek pengin mandi terus tidur,” kata Nadhira melanjutkan.
“Iya cepat selesaiin biar cepat balik,” rekan kerja Nadhira ini yang menawari pekerjaan padanya dua hari lalu. Tanpa pikir panjang Nadhira langsung mengiyakan.
“Eh habis ini lo mau mangkal dimana?” tanya Nadhira.
“Engga tau sih, tadi fwb gue udah ngajak check-in. Kalau engga jadi tinggal nyari om-om,” jawab Rosa sambil terbahak akan perkataanya sendiri.
Tidak Nadhira pungkiri, jika dunia tidak akan selalu putih. Sudah lama dunia hidupnya berubah menjadi hitam. Memiliki pergaulan yang cukup banyak bahkan beragam.
Rosa teman satu kost dan seumuran dengan Nadhira. Ia juga anak kuliahan yang cukup cerdas. Tapi pergaulannya bisa dibilang ekstrim. Ia suka menjajakan tubuh ke beberapa pria. Tidak hanya menjual rokok tapi kadang lebih dari itu.
Mau bagaimana lagi. Tuntutan hidup yang sulit membuat ia memilih jalan seperti itu. Gaya hidup di fakultas ekonomi yang tinggi dan mentereng. Membuat Rosa menjalani semua agar tidak habis tertelan bumi.
Terkadang Nadhira juga ditawarinya hal ini. Masuk ke dunia yang cukup menjanjikan. Tanpa harus bersusah payah lebih. Ia akan mendapatkan uang besar. Hingga mampu mencukupi semua kebutuhan dan kekurangan ekonominya.
Tapi Nadhira masih waras dengan tidak terjun ikut ke dalam dunia itu. Ia memilih tetap berjuang walau lelah sedemikian rupa. Ia masih sanggup mengejar banyak materi dengan tertatih. Asal tidak menjual hal berharga dan terakhir yang ia punya. Yaitu kehormatan miliknya.
“Masih berapa?” tanya seseorang dengan suara bariton cukup ketara.
“Masih ada 4 mas,” ucap Nadhira dengan posisi masih menunduk, karena sedang mencari handphone di sling bag miliknya.
“Jadinya mau ambil berapa mas?” tanya Nadhira memastikan dagangannya laku.
“Ambil semua, tapi kamu ikut aku malam ini.”
Terkejut bukan main. Orang yang sedang mengeluarkan uang dari dalam saku dompetnya adalah Rizal. Sang mantan yang sekarang menjadi dosen Nadhira di kampus. Sosok inilah yang membeli semua sisa rokok dagangan miliknya.
Barusan apa Nadhira tidak salah mendengar. Bahwa Rizal membeli semuanya dengan syarat ia harus ikut dengan laki-laki itu. Kenapa juga ia harus ikut, jika laki-laki ini tidak berniat membeli. Lebih baik tidak mengucapkan hal itu.
Sejak kapan pula sang mantan mencicip batang nikotin ini. Nadhira mengenal Rizal tanpa menyukai hal-hal tersebut. Aneh sekali kalau Rizal ingin membeli semuanya. Mungkin ini alibi agar ia mau menuruti semua perkataan Rizal. Karena laki-laki ini adalah seorang yang mengatur dan menuntut.
Agak tersinggung juga dengan ucapan Rizal kali ini. Karena Nadhira sedang tidak menjajakan diri. Ia bekerja sebagai SPG yang menjual rokok dengan target tertentu. Jika terjual banyak ia juga akan untung besar. Sekaligus membawa pulang banyak uang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush in Campus
Teen FictionNo. Urut : 061 Tema : Campus Universe #gmgwriters2022 #grassmedia Hidup bagaikan roda yang akan terus berputar. Waktu sejengkal pun tidak akan mampu menentukan putaran rodanya. Waktu hanya akan bertambah tanpa mampu berhenti dan menoleh sejenak. Wal...