BAB 10 - RAPAT

11 0 0
                                    

Tok… tok… tok…

“Masuk.”

“Assalamualaikum,” salam Rizal ketika dipersilahkan masuk sang pemilik ruangan.

“Waalaikumsalam,” jawab seorang pria yang begitu disegani Rizal.
Beliau yang dimaksud adalah Prof. Hariyono. Salah satu dosen yang mengajar di fakultas pendidikan. Predikat yang disandang pun tidak main-main. Ia memiliki jabatan cukup penting di kampus. Di pandang baik pula oleh seluruh warga kampus.

“Bagaimana pak?” tanya Rizal begitu to the point, ketika ia sudah berada di dalam ruangan tersebut.

“Hari ini kamu yang ikut rapat. Saya ada urusan keluar dengan petinggi rektorat,” suruh Prof. Hariyono tanpa basa-basi lagi.

“Rapat kali ini akan membahas pengabdian mahasiswa S2 untuk penelitian ke depan. Sekaligus pertaruhan harga diri para dosen,” imbuh Prof. Hariyono.

Rizal tidak ingin menanggapi ucapan dari Prof. Hariyono. Ia enggan harus berkomentar karena ujungnya ia tetap akan menjalankan perintah yang diberikan sang dosen. Tanpa bisa ia menawar dengan apapun.

“Abah kira kamu sudah sangat hafal untuk rapat kali ini,” tegas Prof. Hariyono.

“Iya akan aku lakukan,” jawab Rizal.
Rizal tidak memiliki pilihan lagi. Selain ia menjalankan perintah atasan. Bukan hanya sebagai atasan. Prof. Hariyono juga sang ayah yang harus ia turuti kemauannya.

Ia akan bersiap mengikuti jalannya rapat. Banyak dosen dan petinggi kampus yang menghadiri rapat kali ini. Seperti yang diberitahu ayahnya, bahwa pengabdian tahun ini menjadi pertaruhan harga diri. Jelas ia akan jadi kambing hitam yang bisa disuruh sang ayah untuk menuntaskan semua pekerjaan yang ada.

Ia juga harus menyiapkan mahasiswa yang mau berkontribusi dengannya. karena tidak mungkin Rizal bekerja sendiri. Ia butuh beberapa mahasiswa untuk membantu serta mensukseskan penelitian ini.

“Ingat Rizal! Penelitian ini juga akan jadi penentuan untuk karirmu ke depan,” peringat Prof. Hariyono pada sang anak tunggal.

“Abah ada beberapa nama mahasiswa yang bisa ikut serta. Nanti akan Abah kirimkan,” lanjutnya.

“Baiklah, aku pergi dulu,” pamit Rizal. Kemudian ia meninggalkan ruang kerja Prof. Hariyono bergegas segera mengikuti kegiatan rapat yang diselenggarakan di lantai 3 rektorat kampus.

Entahlah. Rizal lumayan bimbang untuk kali ini. Tapi ia tidak memiliki pilihan untuk mundur juga. Ia harus tetap melakukan walau hatinya ragu. Sedang pikirannya melayang kemana. Berkelana memikirkan hal-hal yang lain.

Crush in CampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang