Violet memandang taman rumahnya dari jendela kamarnya. Tangannya memegang secangkir teh hangat, mata itu menatap murung burung-burung yang dengan bebas dan riangnya berterbangan.
"Sayang minum obat dulu" ucap sang ibunda. Setelah pulang dari rumah sakit, anaknya ini tampak pendiam dan terus murung.
"Violet" panggil sang bunda.
"Pergi, " ucap Violet.
"Violet kamu harus minum obat kamu sayang, " ucap sang bunda lagi. Violet menggeleng pelan.
"Violet dengerin apa yang bunda bilang , " ucap Nadia mencoba sabar, lalu ia menyodorkan obat yang harus diminum gadis itu. Mata Nadia membulat saat anaknya itu malah membuat obat tersebut.
"Kamu gila hah? " ucap Nadia tanpa sadar meluapkan emosinya.
"Kenapa aku harus minum obat lagi bunda? kenapa? pada akhirnya aku bakalan mati! " ucap Violet dengan napas memburu.
"Kalau minum obat kamu, dan mau pengobatan ke Jepang, gak ada yang gak mung-"
"Enggak bun! seberapa keras usaha bunda sama ayah buat Violet, seberapa banyak obat yang aku minum. Aku bakal mati bunda, " ucap Violet.
"Jangan ngomong gitu sayang, " lirih Nadia. Mereka sama-sama terguncang sekarang.
Semesta memang suka bercanda. Namun candaannya terkadang memang tak lucu.
"Kamu masih punya harapan buat hidup lebih lama lagi Violet, " ucap Nadia.
"Omong kosong! " bentak Violet. Ia marah, marah mengapa hidupnya begitu rumit.
"Violet! " tegur ayahnya dengan tegas.
"Minum obat kamu! kamu sedang sakit! " ucap sang ayah.
"Aku tau Yah! aku ngabisin 17 tahun hidup aku dengan penyakit dan obat-obatan sialan itu! " ucap Violet.
Violet lalu berjalan meninggalkan ayah dan ibundanya dikamarnya. Ia berjalan menuju ruangan khusus yang ayahnya buat untuk melukis, bahkan tembok ruangan itu penuh dengan gravity yang ia buat sendiri. Ia mulai mengambil kanvas dan alat melukis lainnya, ia mulai melukis menuangkan rasa gundah dalam lukisan itu.
Gadis itu menangis tergugu sampai akhirnya ia terbangun dan hari sudah malam. Ia menyesal atas apa yang terjadi siang tadi, ia telah melukai hati bundanya, malaikat tak bersayap dalam hidupnya. Dirinya merasa pengendalian dirinya buruk beberapa hari ini, ia gampang meledak-ledak dan sangat sensitif.
Ia keluar dan langsung menuju kamarnya untuk mencuci mukanya. Ia memandang pantulan bayangannya di cermin, dia tersenyum. Dia cantik, namun kisah hidupnya tampak tak secantik wajahnya. Dirinya turun dan berpas-pasan dengan ibunda.
"Sayang, bunda baru mau manggil kamu makan, makan yah? " bujuk sang bunda dengan lembut.
Violet menganggukkan kepalanya dan langsung menggandeng tangan wanita terhebat dalam hidupnya itu. Ayahnya telah menunggu di meja makan dengan tenang, makan malam berjalan dengan hening.
Pertengkaran tadi, adalah pertengkaran paling hebat yang pernah terjadi dalam keluarga mereka.
Saat ia memasukkan makanan kedalam mulutnya tanpa sadar airmatanya mulai berjatuhan dan isakan lolos dari bibirnya. Ternyata sang ibunda juga sudah menangis dalam keadaan masih memakan santapan malam mereka.
"Maafin Vio yah, " dirinya berujar lirih.
Bukan! ia tak takut dengan kematian, namun ia takut dengan apa yang ia tinggalkan. Keluarga, sahabat, tunangannya, Violet tak kuasa jika harus meninggalkan semua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menembus Batas
Teen FictionBUKAN UNTUK KAUM LEMAH!!! Violet itu Dandelion yang dipaksa menjadi ilalang. Gadis berjiwa bebas namun harus dipaksa tumbuh dan menetap kuat oleh keadaan. Dan Saga adalah salju yang muncul musim dingin. Dingin, beku yang membentuk gunung es. Bukan...