57-Her Mom

182 3 0
                                    




Nadia mengusap pigura foto anak gadisnya yang sedang tersenyum manis dalam pelukan dirinya dan suaminya. Foto ulang tahun ke tujuh belas . Foto itu diambil tahun lalu, tepat saat acara potong kue .

Air matanya menetes. Dirinya tersenyum getir. Bibirnya sampai bergetar dan dadanya sudah naik turun menahan sesak.

"Bunda kangen Vi..."

Ia memeluk pigura itu dan meringkuk bagaikan bayi diatas tempat tidur di dalam kamar bernuansa ungu itu.

"Kamu tau nggak pas pertama kali bunda lihat kamu, bunda tau kamu bakal tumbuh jadi cewek yang cantik banget, " kekeh Nadia mengingat pertemuan pertama mereka.

"Kamu emang beda banget sama kaka kamu Viona, kalau kakak itu kalem, kamunya gak bisa diem, " ucap Nadia.

Violet adalah gadis kecil yang selalu menempeli Viona kemanapun gadis itu pergi. Viona itu cenderung pendiam, berbeda dengan Violet yang suka berceloteh tanpa henti. Violet yang bermulut pedas jika ada yang mencoba menghina kakaknya. Violet yang suka tidur dipeluk Viona.

"Adek kangen banget yah sama kakak, sampai ninggalin bunda secepat ini? " lirih sang ibunda.

"Rumah sepi tauuk," gerutunya.

"Bunda udah gak terlalu nangis lagi kok, cuman pas lagi kangen aja. Sumpah! Bunda gak boong! " ucap Nadia serius.

Nadia tersenyum saat mengingat saat Violet akan selalu berteriak kencang sambil menangis karena ucapan seorang anak laki-laki yang mengatakan akan menikahi Viona dan mengambilnya dari Violet.

Nadia mengingat anak laki-laki yang pernah menjadi anak tetangganya itu namanya Langit. Dia sangat dekat dengan Viona dulu, anak laki-laki itu selalu membantu Viona belajar dan Violet selalu menggerutu karena gadis kecil itu menganggap hal tersebut hanyalah  modus cowok itu.

"Diatas sejuk yah pasti?sampai anak-anak bunda semuanya cepet banget perginya.Viona gak suka panas, Violet gak suka dingin. Bunda mah gak suka ditinggal hehehe, "

"Saga udah tambah deket juga sama ayah dan bunda. Dia anaknya kaku banget Vi,sama kamu doang aja deh bisa ketawa tulus anaknya. Dia sering main kesini, suka tidur dikamar kamu. Dia selalu naruh bunga dandelion didekat jendela, kamu mah aneh. Dari sekian banyak bunga yang cantik di dunia ini, kamu malah milih dandelion jadi kesukaan kamu, "

"Kamu itu anaknya bunda yang kuat Vi, kakak juga kuat. Nanti pas kita ketemu, bunda bakal jewer telinga kalian karena udah ninggalin bunda. Tega banget, "

"Bunda inget pas kita piknik sama-sama, terus Violet lari ngejar kupu-kupu yang hinggap di di hamparan dandelion itu tapi dia nggak dapet malah nangkap belalang hijau yang buat Viona nangis kenceng, Viona gak suka belalang , teriak Viona waktu itu,"

Pandangan Nadia menjadi sendu saat mengingat kenangan waktu keluarga kecilnya masih lengkap dan masih bisa tertawa bersama.

Tiba-tiba saja dia menangis. Dadanya sesak sekali. Karena memang tak ada kesakitan yang lebih parah dari orang tua yang kehilangan anaknya.

"Maafin bunda yah, kalau bunda gak bisa jadi bunda yang sempurna selama ini. Maafin bunda kalau banyak salah, kakak sama adek yang tenang yah disana. Tunggu bunda sama ayah dateng terus kita bisa ngumpul bareng terus, " ucap Nadia sambil tersenyum.

Nadia bangkit berdiri. Ia menatap rak buku yang berisikan banyak buku sketsa. Ini adalah kebiasaannya untuk menenangkan diri. Saat melihat karya itu, dia merasa Violet masih ada sampai disini. Hidup diantara gambar dan lukisannya.

Dia telah membuka banyak  buku sketsa yang Violet kelompokan. Mulai dari gambar saat dia masih kecil, buku sketsa tentang pemandangan, buku sketsa tentang dirinya, atau tentang sekolah, tentang keluarga, sahabat dan tentang Saga. Buku sketsa yang berisikan banyak gambar tentang Pria itu telah diambil oleh pria itu. Lalu tangannya menangkap sebuah buku sketsa tanpa judul didepannya tak seperti kebanyakan buku lainnya.

Ia mengambil buku tersebut. Buku tersebut ditaruh dipaling belakang. Seakan-akan ingin menyembunyikan keberadaannya. Nadia membuka lembar demi lembar buku tersebut.

Kebanyakan hanya coretan abstrak yang terlihat ditekan kuat. Gambar sosok perempuan yang digambar dengan teknik menggembar yang Nadia sendiri tidak tau. Namun perlahan tapi pasti, Nadia sadar jika buku ini adalah pelampiasan rasa emosi Violet yang tak pernah dikeluarkan. Yang selama ini anaknya pendam sendiri.

Dimulai dari hujan dan pelangi yang tak pantas disebut pelangi karena hanya ada warna hitam dan abu-abu. Seperti Violet yang merepresentasikan dirinya, ia membenci hujan, begitupula Violet membenci dirinya. Ia dulunya disapa Pelangi, namun ia memandang dirinya tak berwarna cerah namun sosok pelangi yang menyedihkan.

Tangannya terus membuka lembar buku tersebut. Banyak yang ia lihat dan resapi maknanya. Nadia lalu menangis keras saat melihat gambar sebuah keluarga yang terlihat bahagia dalam gambar tersebut.

Nadia tak pernah menyangka Violet pernah menemui keluarganya sendirian. Pasti sangatlah sulit untuk seorang gadis kecil itu melihatnya.

Pantas saja gadis itu tiba-tiba mengatakan dia berubah pikiran dan tak ingin menemui orang tuanya pada hari itu. Dan betapa bodohnya dirinya mau membawa anaknya ke negara yang penuh luka untuk Violet.

"Maafin bunda yaa, " ucap Nadia.

Lalu tiba-tiba dirinya tersentak. Dia menghapus air matanya dengan kasar. Tangannya menggepal kuat. Dirinya keluar , suaminya yang melihat istrinya keluar dengan tatapan datar menatap cemas. Apakah istrinya akan kambuh lagi?.

"Bunda kena-"

"Aku mau balas dendam, " potong Nadia dengan tegas dan penuh tekat.

***

"

"Halo, " sapa Nadia dengan senyuman manis pada seorang wanita yang umurnya tak beda jauh darinya. Bunda kesayangan Violet ini tentunya berbicara dengan bahasa Jepang.

"Halo? " sapa wanita itu dengan bingung namun tetap sopan.

"Aiko isn't it? " ucap Nadia dengan tenang. Wanita berlipstik merah darah dengan kaca mata hitam itu menatap tenang istri dari seorang Yakuza yang cukup terkenal di Negeri Sakura ini.

Wanita itu mengangguk. Dia sebenarnya heran dengan perempuan dengan penampilan classy yang menekan lawan ini. Dengan heels yang tinggi dan topi berwarna hitam yang selaras dengan dress yang digunakannya, topi itu terdapat bulu putih panjang yang menawan. Seakan menekan dirinya agar terlihat kecil.

Apalagi wanita asing ini mengetahui rahasia dalam hidupnya yang sudah ia tutup rapat-rapat bersama mertuanya.

"Untung saja anakku hanya mewarisi wajahmu, bukan sifat sampahmu itu, " ucap Nadia dengan meminum cairan merah di gelasnya.

"Maksud anda? " tanya Wanita itu dengan berbahasa Jepang dan aksennya yang sangat kental.

Nadia tertawa. Kalau bisa memilih Nadia lebih suka menampar dan menjambak rambut wanita didepannya ini sampai rontok dibanding harus bertele-tele.

"Bagaimana kehidupanmu? " tanya Nadia.

Aiko menyeringit. Mereka bahkan tak saling mengenal namun perempuan ini sungguh sok kenal sekali.

"Ah, bagaiamana jika kita ganti pertanyaannya saja. Bagaimana kabar anak perempuan yang kau tinggalkan di rumah sakit itu? " tanya Nadia sambil menggoyangkan gelas berisi anggurnya itu.

Aiko membeku. Dirinya menekan ludah kasar. Siapa perempuan gila ini sebenarnya.

"Kau siapa? " tanya dirinya tajam.

Nadia tertawa.

"Kupikir kau adalah wanita lemah lembut yang menjadi idaman semua kaum adam heh, ternyata bisa menggonggong juga kau, " ucap Nadia.

"Anda terlalu banyak bicara. Katakan apa mau anda? uang? berapapun akan saya bayar, namun tutup mulut anda sampai mati! " desis Aiko dengan tajam.

"Jantung, " ucap Nadia.

Aiko menyeringit.

"Aku ingin jantungmu! " ucap Nadia dengan tenang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menembus BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang