‡-Tiga belas-‡

254 35 4
                                    

Satu minggu berlalu sejak kepulangan Jaemin dari rumah itu. Kesibukannya masih sama seperti biasanya. Jeno pun juga tetap mengajaknya mengobrol lewat panggilan telepon. Baru kemarin Jaemin bertemu Jeno di rumah itu setelah mereka pulang berkerja.

Tadi pagi juga Jaemin bertemu Jeno dalam meeting tentang perkembangan projek yang mereka kerjakan bersama. Meeting itu dilakukan di kantor Jeno. Selama melakukan meeting, mereka berdua bersikap profesional dan menggunakan bahasa formal saat berbicara.

Begitu meeting selesai, Jeno sempat menarik Jaemin ke ruangan pribadinya. Namun karena Sungchan menunggu di depan pintu, akhirnya Jeno hanya bisa memeluk dan melumat bibir Jaemin. Padahal dia ingin lebih lama bersama Jaemin tapi dia tidak bisa melakukan itu.

Melihat Jeno seperti sangat ingin menikmati waktu bersamanya, Jaemin akhirnya mengajak Jeno bertemu nanti sepulang kerja di rumah itu. Jaemin juga sebenarnya sudah merindukan Jeno padahal mereka sudah bertemu.

Kepala Jaemin menoleh ke arah pintu setelah mendengar ketukan pintu. Sungchan masuk ke dalam lalu berjalan mendekat ke meja Jaemin.

"Maaf menganggu waktunya, tuan. Ada Renjun dan Haechan di depan. Mereka mengatakan ingin bertemu anda." Ucap Sungchan.

"Suruh masuk saja."

Sungchan membungkuk singkat lalu pergi ke luar. Setelah beberapa saat, Renjun dan Haechan masuk ke dalam kantor Jaemin. Mereka menghampiri Jaemin lalu duduk di kursi depan Jaemin.

Renjun meletakkan satu gelas kopi ke meja Jaemin. "kau masih sibuk?" Tanya Renjun.

"Seperti yang kau lihat." Jaemin menjawab lalu mengambil cup kopi itu. "Ada apa datang ke sini?" Tanya Jaemin lalu meminum kopi itu.

"Kami ingin menanyakan sesuatu. Tapi kau jangan salah paham dulu."

Jaemin mengangguk paham. "Tanyakan saja."

Renjun sempat menarik napas sebelum mengalurkan pertanyannya. "Apa kau merasa tidak menerima pernikahan orangtuamu?" Tanyanya.

"Dia bukan orang tuaku."

"Yaa, maksudku Na Siwon. Kau tidak menerima pernikahan itu?"

Jaemin mengangukkan kepala. "Sampai kapan pun aku tidak akan menerima hal itu."

"Apa karena itu kau merasa ingin merusak pernikahan mereka?"

"Tentu."

"Bagaimana kau akan melakukannya?"

Jaemin tersenyum tipis lalu meminum kopinya. Setelah itu dia meletakkan kembali cup kopi itu di atas meja.

"Haechan. Ternyata kau mengatakan semua pada Renjun." Ucap Jaemin.

"Maksudmu?" Haechan malah bertanya balik.

"Kertas di laci meja kerjaku, kau membaca itu kan?"

Haechan langsung terdiam. Dia menatap ke arah Renjun dan entah kenapa dia menjadi agak takut.

"Padahal aku sudah mengatakan padamu untuk tidak jahil. Tapi tenang saja, aku tidak marah. Hanya sedikit kesal karena kau tidak mendengarkan apa yang aku katakan."

"Maaf. Aku tidak sengaja."

"Tapi kau meneruskannya, kan? Kau melihat kertas lain bahkan kau mengeluarkan beberapa kertas dari laciku."

Haechan terdiam. Dia tau dia salah karena dia tidak menuruti perkataan Jaemin. Tapi saat itu rasa penasarannya sangat besar setelah melihat kertas itu.

"Aku tidak akan mengatakan apapun tentang maksud dari kertas itu. Aku tidak ingin kalian tau bahkan terlibat dalam hal ini. Sebanyak apapun kalian bertanya padaku, aku tetap tutup mulut. Kalian temanku dan justru karena itu aku tidak ingin kalian terlibat."

INTERDIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang