***
Aku ingin kau tahu perasaanku
Melewati semua tanpamu di sini
Kadang ku menyesal, ku merasa hampa
Membiarkanmu pergi, meninggalkanku sendiriMeski ku merasa sepi
Tapi ku tahu kamu sedang bahagiaRasa sunyi tolonglah kau pergi
Jangan kau kembali
Rasa sunyi tolonglah jangan menghantui
Kuingin kau berhenti membuatku sedih***
Arsa menatap hamparan bintang di langit malam dari balkon kamarnya. Jalanan di halaman rumahnya sangat sepi apalagi saat malam selarut ini. Arsa menyewa sebuah rumah dua lantai di kawasan tenang di pinggiran Vancouver. Jauh dari hiruk pikuk keramaian. Ia pencinta ketenangan tapi sangat membenci kesepian. Kehidupan Arsa memang selalu sunyi sejak dulu, terlebih setelah kisah cintanya dengan Chris, mantan kekasihnya itu kandas, hidupnya benar-benar terasa sunyi.
Arsa dibuang dari keluarganya saat usianya delapan tahun. Meski masih dibiayai seadanya dan diberi makan tapi Arsa diabaikan. Setelah pemakaman ibunya, ia dipindahkan ke paviliun di belakang rumah utama, tinggal bersama para pelayan. Arsa masih kelas empat tiga SD saat itu dan belum mengerti apa yang terjadi. Ia baru mengetahui kenapa ayah dan kakaknya membenci dirinya ketika ia sudah berada di kelas sepuluh.
Arsa POV
Ada beberapa baris kalimat Bibi Zaida yang sungguh menampar diriku sekaligus menjadi penawar hatiku dan membuatku berhenti mengharapkan kasih sayang dari keluarga asliku, kalimat itu masih lekat di ingatanku dan selalu terngiang di waktu-waktu tertentu.
"Nyonya Am Hien adalah wanita yang dipersunting tuan besar dengan segenap cinta, tuan besar pergi ke negara Vietnam untuk melamar puteri dari keluarga kaya di sana dengan penuh perjuangan."
Ya, itu cerita yang kutahu dan selalu kudengar baik dari Bibi Zaida, Bibi Maya bahkan dari nenek dan kakekku.
Thanh Am Hien adalah nama ibuku. Wanita yang kemudian membumi dengan tanah pertiwi di mana ia membangun keluarga yang bahagia dan melahirkan anak-anaknya. Bibi Zaida benar, ayahku sangat mencintai ibuku. Papa bahkan baru menikah lagi setelah lima tahun kepergian Mama.
"Hari itu kau terus meminta ditemani untuk pergi ke lomba menggambar, seharusnya itu adalah jadwal check up Nyonya."
"Nyonya sedang mengandung tujuh bulan saat itu."
Dadaku perlahan memanas setiap bagian ini sampai di ingatanku. Aku bahkan tidak begitu ingat bagian ibuku sedang mengandung, yang aku ingat Papa kerap berkata aku harus menjadi anak pintar karena tidak lama lagi adik bayi akan datang.
"Kau adalah prioritas dalam keluarga, segala keinginanmu pasti akan dikabulkan oleh tuan dan nyonya."
"Sampai hari itu, tuan sedang berada di Singapura dan kau akan mengikuti lomba menggambar. Kau terus menangis karena nyonya tidak bisa menemanimu. Nyonya sudah mengeluh kalau perutnya terasa nyeri sejak pagi dan seharusnya ia pergi ke rumah sakit tapi ketika gurumu menelepon kalau kau merajuk dan tak mau mengikuti perlombaan, Nyonya memutuskan pergi ke tempat lomba diadakan terlebih dahulu dan mengabaikan nyeri di perutnya, Nyonya bahkan mengemudi seorang diri tanpa sopir."
Aku memejamkan kedua mataku, tujuh belas tahun telah berlalu tapi rasa sakit dan pedih akibat dari kehilangan Mama masih sangat jelas terasa.
"Di tengah perjalanan, serangan sakit itu datang lagi dan Nyonya kehilangan fokusnya dalam mengemudi, mobilnya menabrak sebuah truk dari arah yang berlawanan. Nyonya meninggal sebelum tiba di rumah sakit, duka Tuan besar sangat mendalam, tak hanya kehilangan seorang istri tapi juga calon puteri yang ditunggu-tunggu seluruh anggota keluarga Pratama."

KAMU SEDANG MEMBACA
Wife Material
Ficción General[TAMAT] Arsa yang dibuang keluarganya sejak kecil dan hidupnya tidak pernah bahagia kemudian bertemu Jun, pria yang menjadi teman one night standnya. Hal terus berlanjut, merasa Arsa adalah tipe pasangan yang ideal untuknya, Jun terus mengejarnya. [...