19. Cerita Arsen ❤️

1K 163 8
                                    

Type: Spoiler

Words: 800

♥︎♥︎♥︎





Jun POV

Aku melajukan mobilku menuju ke arah pulang dengan perasaan bercampur aduk. Ingin rasanya aku segera tiba di rumah dan memeluk Arsa, kekasihku itu dengan erat. Ingin rasanya aku segera memeluknya, membuatnya merasa aman dan mengatakan kepadanya bahwa aku akan menjaganya dengan sepenuh hidupku. Aku akan melindunginya dari apa pun ancaman dan bahaya di dunia ini. Bahwa aku akan memberinya kebahagiaan yang tak pernah ia dapatkan di dunia ini selama hidupnya.

Saat Arsen mulai bercerita, kata demi kata, kalimat demi kalimat, itu seperti ribuan jarum imajiner yang menusuk-nusuk jantungku. Sakit meski tak terlihat.

"Setelah Mama meninggal, Papa mengeluarkan Arsa dari rumah."

Dari beberapa kalimat awal yang Arsen ucapkan, kalimat itulah yang sempat membuatku terperangah.

"Usianya delapan tahun saat itu. Ia kemudian tinggal di paviliun bersama para pelayan."

Aku mengeratkan genggamanku pada setir mobil, membayangkan Arsa kecilku dibuang oleh ayah dan kakak kandungnya, hatiku seperti disayat-sayat.

"Setelah itu aku tidak tahu seperti apa ia tumbuh, di hatiku hanya ada kebencian karena menurut kami, dialah penyebab kematian Mama."

Aku menggelengkan kepalaku, bagaimana bisa mereka menyalahkan Arsa atas kecelakaan yang menimpa ibunya?

"Setelah Papa menikah lagi dengan Bibi Karmila, aku dengan bangga memperkenalkan Rei sebagai adikku kepada dunia."

Ya, aku mengenal Arsen di kelas sepuluh. Saat itu kami sama-sama siswa baru dan kebetulan mendapatkan kelas yang sama. Beberapa waktu setelahnya Arsen mengajak Rei ke tongkrongan kami di lapangan basket. Rei diperkenalkan sebagai adiknya. Baik aku, Jake, Ryan dan Darren memang mengira jika adik Arsen hanya Rei, bahkan sampai kami melanjutkan kuliah ke Canada pun tidak ada yang tahu jika Rei adalah adik tiri Arsen. Arsen terlalu rapat menyimpan rahasia keluarganya, aku bahkan baru mengetahui jika ibu kandungnya meninggal setelah Chris bercerita kala itu. Kupikir ibunya adalah wanita yang selama ini bersama keluarga Pratama.

"Papa terpukul setiap mengingat peristiwa itu, karena itulah Papa melarang kisah kematian Mama untuk diungkit lagi."

Ya, pantas saja nyaris tidak ada orang yang tahu cerita itu kecuali orang-orang yang memang dekat dengan keluarga mereka saja, seperti Chris yang ternyata memang berteman dengan Arsa sejak kecil. Chris juga adalah anak dari rekan bisnis Mr Pratama di awal-awal membangun usahanya.

"Aku sangat menyayangi Rei namun menatap penuh kebencian pada Arsa."
Hatiku kembali sakit. Aku membayangkan Arsa kecil yang hidup sendirian tanpa kasih sayang dari orang-orang yang seharusnya melindungi dan menyayanginya itu.

"Tak terhitung berapa ratus kali aku menyakitinya. Sejak kematian Mama sampai saat ini aku masih terus menyakitinya. Aku selalu mengatainya sebagai pembunuh."

"Aku memamerkan kebahagiaanku bersama adik baruku dan membiarkannya tumbuh dengan sedikit pakaian dan makanan."

"Aku dan Rei bersekolah di sekolah terbaik dengan fasilitas terbaik sedangkan Arsa harus menerima bersekolah di sekolah paling sederhana, pergi ke sekolah dengan pakaian kumal yang kekecilan dan berjalan kaki sejauh tujuh ratus meter dengan sepatu sobek."

Aku menggelengkan kepalaku, air mataku menetes setiap mengingat kalimat-kalimat menyakitkan itu. Rasa cintaku kepada Arsa sangat besar, sehingga ketika aku tahu ia tersakiti sedalam itu, aku pun merasa tersakiti.

"Masih kurang menyakitinya, aku menyetujui usul Bibi Karmila untuk melarang Arsa memakai nama Pratama di belakang namanya."

"Terakhir aku kembali membuatnya terluka ketika membiarkan Chris bermain api dengan Rei. Aku malah berharap jika Arsa sedemikian terluka ketika tahu orang yang dicintai diambil oleh orang lain."

Dadaku sesak. Ternyata sahabatku menyimpan kisah kelam yang tak pernah kuduga. Ternyata Arsen pernah berbuat sedemikian kejam. Aku menggelengkan kepalaku untuk menyangkali semua ini.

Bagaimana bisa Arsa bertahan sampai sejauh ini dan ia terlihat baik-baik saja?

Bagaimana selama ini ia bahkan tak mengatakan apa pun padaku tentang hubungannya dan Arsen?

Arsaku tumbuh seorang diri, terasing dan tak punya siapa-siapa, ia makan seadanya, berpakaian seadanya dan bersekolah di tempat yang sederhana padahal dia adalah putera seorang pengusaha besar?

Aku benar-benar menyesal kenapa aku tidak bertemu dengannya sejak dulu?


♥︎♥︎♥︎


Author POV

Saat Jun memasuki rumahnya, suasana terasa sepi dan hening. Ia akan berjalan menaiki tangga ketika mendengar suara gemercik air dari ruangan belakang, arahnya dari dapur. Pria muda berparas setampan aktor Korea itu berjalan menuju ke dapur. Benar saja, di sana ia melihat Arsa sedang berdiri di depan wastafel, sedang mencuci piring.

Greppp!

"Akhh! Jun! Kau mengejutkanku!" Arsa memekik, tiga kali ia menekan keras kata-katanya.

"Aku merindukanmu, sayang. Sangaaat rindu!" Jun memeluk Arsa dengan erat dari belakang, membenamkan wajahnya di pundak kurus yang hanya memakai kaos oblong tersebut.

Arsa awalnya mengira Jun hanya bersikap manja seperti biasanya. Sejak beberapa hari setelah mereka kembali bersama sikap Jun memang sangat manis dan terang-terangan. Ia juga kerap bermanja-manja pada Arsa. Tapi ketika Arsa merasa tubuh pemuda tinggi ini bergetar dan ia merasakan pundaknya menghangat, tahulah ia jika Jun sedang menangis di sana.

Arsa memang terkejut tapi ia berusaha untuk tidak panik. Jun Arwin yang menangis di pundaknya cukup mengusik ketenangannya. Jun itu terlihat sangat kuat dan seorang lelaki yang memiliki kepribadian yang teguh, lalu kenapa bisa ia menjadi seperti ini?

Siapa yang menyakitinya?

Siapa yang membuatnya menangis?

"Jun, kau kenapa?" Arsa bertanya pelan.

"Sa, mulai saat ini tak akan ada lagi orang yang bisa menyakitimu, aku akan menjagamu dengan sekuat tenagaku!"


TBC

Love

❤️ Treseluf4ntasy ❤️








Wife MaterialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang