SW - 21

30.6K 3.3K 369
                                    

Jeno masuk ke dalam rumah selepas menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Suara tangisan Woobin langsung menyeruak ke pendengarannya. Dia lihat bayi itu tampak rewel dalam gendongan Jaemin dan sang suami juga nampak kelimpungan menenangkan Woobin.

“Kenapa masih menangis? Belum kau bawa ke rumah sakit?” Tanya Jeno setengah mengomel.

“Sudah Ahjussi” Jawab Jaemin dengan tangan mengusapi punggung Woobin.

“Lalu, kenapa belum ada perubahan?”

“Ahjussi, mana bisa sekali berobat langsung sembuh. Guanlin bilang, mungkin dia kelelahan karena baru belajar berjalan. Anak-anak biasa seperti itu” Jawab Jaemin dengan alis bertaut sebal.

Tidak tahu dia sudah kebingungan setengah mati menenangkan Woobin dan Jeno hanya terus mengomel.

“Ganti Dokternya besok!”

“Eh? Ahjussi, semua dokter itu sama saja”

“Lalu kenapa kalau di ganti? Ada yang salah dengan tidak berobat ke temanmu itu?” Sungut Jeno sebal membuat Jaemin menautkan alisnya.

“Tidak, tapi lebih mudah jika dengan Guanlin, aku juga bisa sering berkonsultasi tentang Woobin dengannya”

“Konsultasi atau konsultasi” Dengus Jeno sebal, dia berdecak seraya membuka jasnya dan melemparnya ke keranjang pakaian kotor.

Jaemin berdecak pelan melihat suaminya masuk ke dalam kamar mandi dengan wajah kesal. Dia masih sibuk mengayunkan tubuhnya karena Woobin juga sudah mulai tenang, matanya tampak sayu seolah mengantuk.

Tak lama Jeno keluar dari kamar mandi dan melihat suaminya baru saja merebahkan Woobin di tengah-tengah ranjang mereka.

“Kenapa di tidurkan di situ?” Tanya Jeno.

“Ahjussi, dia sedang demam dan batuk. Dia pasti akan sering rewel, kalau di tidurkan di kamarnya, aku harus berkali-kali datang nanti dan itu sangat merepotkan” Jawab Jaemin membuat Jeno berdecak.

“Malam ini kau kan harus melayani aku” Gumam Jeno berdecak, dia melempar handuknya kesembarang lalu berjalan keluar dari kamar lagi-lagi dengan wajah kesal.

Jaemin hanya bisa menghela nafas berat, sangat berat. Seolah ia sudah pada puncak kekesalannya. Dia kemudian memungut handuk sang suami dilantai dan meletakkanya pada keranjang pakaian kotor lalu ia dudukkan tubuhnya pada tepi ranjang dan melamun.

Mau sampai kapan ia akan begini? Apakah bagi Jeno ini semua belum cukup? Apa dia benar-benar harus mengabdi pada Jeno sampai mati.

Tapi mungkin ini lebih baik dari pada dia bertahan dipenjara dan entah akan seperti apa dia setelah keluar nanti. Belum lagi tentang Ibunya. Kisahnya mungkin akan berbeda jika dia memilih melanjutkan hukumannya.

Meski kadang bersama Jeno membuatnya ingin mengakhiri hidupnya saja, kala Jeno berlaku kasar padanya.


‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙


Setelah memberi makan dan obat, Jaemin bergegas membasuh tubuh Woobin dengan handuk basah kemudian mengganti kompres dan bajunya. Bayi itu tak tampak ceria seperti hari biasanya.

Wajahnya nampak pucat dengan pandangan kosong dan mata sayu. Benar-benar tak bertenaga. Tadi malam dia terus merengek membuat Jaemin tak bisa tidur. Sekarang saja, matanya sudah berkantung dan menghitam, dia bahkan beberapa kali menguap.

Tapi bagi Jaemin, itu mungkin tak semenyakitkan bagi Woobin.

Setelah sang putra tampak rapi dan segar, dia mengukung tubuh Woobin, membawa dua tangan mungilnya untuk menangkup pipi Jaemin. Matanya nampak berkaca-kaca melihat Woobin hanya diam menatapinya.

Surrogate Wife [NOMIN]✓ [READY PDF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang