Atreo meringis. Luka di kepalanya belum sempurna kering, tetapi panas matahari di luar sini langsung membuat kepala pening, padahal belum ada lima menit Atreo keluar atmosfer. Udara kering di mana-mana dan hanya ada tanah yang tandus sejauh memandangnya mata. Langit di atasnya bersih biru tanpa awan. Seharusnya itu pemandangan yang indah jika saja matahari tidak bersinar semengerikan ini.
Menghalau pikiran yang datang, Atreo bergegas meneruskan langkah. Baju yang dia pakai cukup berat, seperti baju astronot. Tidak terbuat dari besi, namun dari logam lain yang dibuat sedemikian rupa agar mampu menyimpan air—yang dalam dua menit ke depan mungkin sudah habis menguap. Di punggung Atreo juga tergantung dua botol besar baja berisi penuh air dan oksigen, satu tersambung ke mulutnya untuk diminum, satu lagi tersambung ke hidung untuk membantunya bernapas.
Atreo harus bergegas karena semakin lama dia berada di luar atmosfer, logam-logam di tubuhnya akan semakin panas dan persediaan air yang dia bawa akan habis menguap alih-alih karena dikonsumsi. Baju kaos dan celananya yang tadi dibasahi sampai kuyup saja, sekarang sudah mulai mengering. Bahkan rambut Atreo sama sekali tidak tampak sama seperti habis diguyur air.
Wah, ke mana matahari melarikan air-air itu kalau mereka tidak menjadi awan?
Atreo lagi-lagi bergegas menghalau pikiran tidak penting. Sepatunya sudah memanas, membuat pemuda itu berlari, menimbulkan suara logam yang berderak. Ia melihat pengukur oksigen dan air yang dia genggam di tangannya, menunjukkan bahwa isi dalam dua tabung di punggung hanya bersisa setengah. Kenapa lima belas menit berlalu dengan sangat cepat?
Pemuda itu segera mempercepat lari ketika melihat tulang belulang tak jauh di depan. Ini adalah tulang belulang pertama yang dia temukan semenjak keluar dari atmosfer yang tentu saja, ini adalah milik Akra. Tidak ada orang yang mati dalam jarak sejauh ini selain kakaknya.
Ralat, salah satu kakaknya.
Atreo segera membongkar baju astronot Akra setelah meyakinkan diri untuk tidak bernostalgia di sini. Di dalamnya, dia memang menemukan sebuah alat panjang dari logam, persis seperti yang dia otak-atik selama seminggu terakhir. Rupanya benar, Akra memang sungguhan membuat alat ini.
Kenapa kamu dulu tidak memberitahuku, bodoh? Aku jadi repot-repot membongkar ruang kerjamu dan kutinggalkan dalam keadaan berantakan sekarang. Siapa yang akan menjaga ruang kerja dan perpustakaanmu lagi kalau aku tidak ada?
Atreo tersenyum miring. Setelah beberapa detik yang lama ia menatap sisa-sisa eksistensi Akra, dia kemudian bergegas bangkit, lanjut berlari. Logam-logam ditubuhnya mulai terasa panas, kulit-kulit di tubuhnya terasa seperti akan meleleh. Udara di dalam baju astronotnya terasa kering dan berat dan tubuh Atreo terasa menjadi lemah dua kali lipat.
Atreo tidak peduli jika sekarang luka di perut atau pahanya kembali menganga. Beberapa menit telah berlalu lagi dan ia mulai kesulitan bernapas sekarang. Pemuda itu menilik pengukur di genggaman tangan. Air dan oksigen yang dia bawa sudah habis, padahal air yang diminum Atreo belum banyak. Pemuda itu mengerang, memutuskan melepaskan botol-botol logam di punggungnya. Berat.
Lanjut berlari, tulang-belulang yang Atreo lihat semakin banyak dan berserakan. Namun, dia bahkan tidak sempat untuk memperhatikan itu. Isi kepalanya seperti mendidih, napasnya terengah parah, dan jantungnya memacu dengan hebat. Seluruh tubuhnya terasa berat dan kulitnya seperti terbakar.
Atreo mulai melepaskan bagian-bagian baju logamnya yang hanya memberatkan saja. Bukannya melindungi dari panas, justru merambatkan panas lebih cepat ke tubuhnya. Persediaan air di dalam baju logam sudah habis dan senjata itu balik menyerang tuannya sendiri karena dia adalah konduktor panas yang hebat.
Atreo mengejapkan mata menahan kesadaran. Semakin jauh ia berjalan, tumpukan tulang belulang terus berkurang. Jika mengingat Atreo adalah anak rumahan, ia pastinya sudah tergeletak di antara serakan tulang belulang tadi, tempat di mana kebanyakan orang akhirnya tumbang setelah berjalan keluar atmosfer buatan. Namun, segala latihan yang ia terima di akademi dan jurusan rupanya membentuk tubuh Atreo dengan sangat baik. Syukurlah aspek itu tidak hilang karena semua kemampuan spiritual yang Atreo capai tidak dapat ia gunakan di dunia ini. Mungkin buminya ini memiliki kekuatan spiritual berbeda yang tidak bisa Atreo manfaatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Aku] Tentara Langit
FantasyLangit Acacio tidak terasa lengang tanpa kehadiran mereka. Bumi pun tidak merasa tersanjung atas kedatangan kembali mereka. Bahkan tidak banyak yang menyadari bagaimana mereka menghilang dan kembali selain yang memang peduli. Tapi satu hal yang sama...