Jaac menjeplak pintu ruang laboratorium. Melihat semua pintu keamanan bisa dibuka dengan kartu pass miliknya, Jaac yakin para professor yang bersangkutan sudah menduga Jaac akan datang. Tidak, mungkin mereka berharap Jaac akan segera datang karena Laplace's Demon bukanlah sesutau yang dapat ditangani dengan mudah.
Ruang laboratorium itu sangat besar dan luas, terdiri dari dua lantai dengan atap yang tinggi. Professor yang berkumpul ada lebih banyak dari yang Jaac duga, dan mungkin akan bertambah semakin banyak seiring berjalannya waktu.
"Oh, Jaac!"
Jaac mengalihkan pandangan pada seorang professor yang tampaknya mengenalnya. Jaac tidak ingat bapak tua itu siapa, tapi wajahnya tampak familiar.
"Kalian mencuri penelitainku," seru Jaac tanpa basi-basi, mengambil atensi seluruh peneliti yang ada di ruangan.
"Oh, tidak, Jaac. Kami bermaksud mengamankannya, kau tahu. Astaga, memang jenius sekali teman kecil kita satu ini."
Seorang professor lain mendekat dan merangkul leher Jaac, lantas mengacak-acak rambut pendeknya dengan bangga.
"Persetan!" Jaac memberontak, melepas rangkulan di lehernya.
"Jangan marah, Jaac. Kami tidak melakukan apapun yang merusaknya, kok. Lihat, meski baru sedikit, kami mendapatkan cukup kemajuan."
Jaac memindai seluruh komputer besar yang menyala di ruangan. Angka-angka statistik dan diagram-diagram terus bergerak tanpa henti. Laplace's Demonnya diletakkan di tengah ruangan, terlilit kabel-kabel besar. Bentuknya mengalami sedikit perubahan.
"Eww, makhluk menjijikkan apa itu." Jaac tidak tahan untuk tidak mengekspresikan rasa tidak sukanya.
Padahal, Jaac dulu bersusah payah merancang Laplace's Demon sedemikian rupa agar mampu bekerja dengan maksimal tetapi tetap memiliki penampilan yang bagus. Apa-apan dengan wujud buruk rupanya sekarang?
Oh, tidak. Jangan terdistraksi, Jaac.
"Hentikan penelitian ini," ucap Jaac tegas.
Seluruh peneliti terdiam melongo, seolah Jaac baru saja mengucapkan sesuatu seperti bahwa kiamat telah datang.
"Apa maksudmu sobat kecil?" Salah seorang professor angkat bicara setelah tersadar dari keterkejutannya.
"Laplace's Demon seharusnya tidak pernah ada. Kenapa kalian malah mengembangkannya alih-alih menghancurkan benda itu?" seru Jaac.
"Apa maksudmu? Ini adalah penemuan paling hebat abad ini. Kenapa harus dihancurkan?"
"Laplace's Demon adalah penemuan yang sangat penting, Jaac. Bayangkan, kita bisa meramal masa depan seperti penyihir. Wow!"
Para professor menyatakan keberatannya.
"Justru itu. Laplace's Demon bisa meramalkan masa depan. Dia bisa meramalkan kehidupan dan kematian. Dia menyalahi keberadaan—"
Jaac menghentikan kalimatnya. Tidak. Semua professor di sini tidak waras. Mereka hanya akan menggila jika Jaac membawa-bawa Tuhan.
"Laplace's Demon menyalahi hukum alam!" lanjut Jaac.
"Alam adalah objek observasi kita, Jaac. Alam menyediakan masa lalu dan masa depan, untuk apa kita sia-siakan?"
"Hei, Jaac. Bayangkan kita bisa memprediksi masa depan, kesulitan hidup apa lagi yang harus kita takutkan? Laplace's Demon benar-benar akan bermanfaat dalam kehidupan seluruh umat manusia."
"Tidakkah kalian paham arti namanya?" teriak Jaac frustrasi. "Laplace's Demon! Dia adalah iblis!"
"Jaac, coba kamu pikir. Laplace's Demon bisa menentukan kehidupan dan kematian seseorang. Bukankah itu adalah hal yang tidak akan pernah bisa kita raih bagaimana pun caranya? Hanya Laplace's Demon yang bisa menguraikan satu-satunya masalah kita sebagai manusia, yaitu kematian. Bayangkan, kita bisa mengendalikan kematian karena sudah memprediksinya."
"Justru itu, idiot! Kehidupan dan kematian bukanlah hal yang bisa kita campuri!"
Salah seorang professor mendekati Jaac, menyentuh bahunya. "Keluarlah jika kamu tidak bermaksud membantu kami, Jaac. Kamu membuang-buang waktu."
Jaac mengibaskan lengannya, membuat professor itu terjengkang. Padahal Jaac tidak melakukan apa-apa, tapi bapak tua itu sepertinya sudah benar-benar rapuh.
"Sudahlah, di atas itu semua, kalian sudah mencuri penelitianku. Kembalikan Laplace's Demon padaku!" Jaac menunjuk pada Laplace's Demon yang teronggok tanpa tahu apa-apa. Tentu saja, dia adalah benda mati. Dulu, Jaac pernah berencana mengaplikasikan kecerdasan buatan jika karyanya itu sudah selesai.
Pemuda itu bergidik, betapa mengerikan dirinya dulu.
"Laplace's Demon adalah milik universitas, Jaac," salah seorang professor menyanggah.
"Itu adalah milikku! Aku yang menciptakannya! Aku yang membuatnya!"
"Kamu bahkan tidak memiliki hak ciptanya! Dengan apa kamu mengaku-aku?!" Professor lain mulai ikut berteriak karena terus-menerus mendengar teriakan Jaac.
"Tentu saja aku tidak pernah mendaftarkannya, tolol! Laplace's Demon adalah penelitian pribadi yang masih kurahasiakan. Demi merkurius! Bagaimana pula kalian bisa menemukan Laplace's Demon-ku dan membobol ruang penelitianku?!"
"Jaac."
Sebuah suara yang mengintimidasi menginterupsi, membuat seluruh ruangan menjadi hening. Terdengar suara sepatu berkelotak menghantam lantai kaca.
Jaac mengenali suara itu. Lagipula, hanya ada satu orang yang Jaac tahu yang masih menggunakan sepatu kulit bersol di zaman sekarang ini.
Kepala universitas. Pemilik seluruh penelitian yang ada di dunia ini.
Pria itu muncul dari salah satu lorong di lantai dua, mendekat ke pagar kaca, mengamati seluruh ruangan dari sana. Ia masih belum berubah. Penampilannya masih nyentrik. Rambut hitamnya klimis. Bajunya berupa jas dan kemeja, juga celana kain. Penampilan yang sangat ketinggalan zaman, tetapi entah bagaimana sangat cocok dengan eksistensi pria paruh baya itu.
"Laplace's Demon adalah milik univesitas." Kepala universitas berucap . Kalimatnya terdengar final dan seolah tidak bisa dibantah. Hal itu juga tidak pernah berubah. Semua ucapan dan perbuatan kepala universitas seolah bernilai mutlak.
Jaac berdecih. Jika pria itu sampai tertarik dan terlibat dengan penelitian ini, tidak ada lagi yang bisa Jaac lakukan.
"Mulai hari ini, Jaacaria tidak akan diizinkan untuk mengganggu apa pun yang berkaitan dengan penelitian Laplace's Demon. Laboratorium tenggara terlarang untuk Jaacaria. Segala hal tentang Laplace's Demon akan dilepas dari kepemilikan Jaac. Bawa dia keluar."
Jaac menggertakkan geraham ketika beberapa petugas mengunci kedua lengannya.
"Teruslah bekerja, manusia-manusia tolol! Kalian tahu apa yang kulihat di masa depan melalui Laplace's Demon?" Jaac menyeringai tanpa menyentuh matanya.
"Kegagalan." Ucap Jaac.
"Kalian akan gagal tanpa bantuanku! Kalian akan hancur karena Laplace's Demon adalah milikku. Jika bukan aku yang menghancurkannya, Laplace's Demon akan menghancurkan dirinya sendiri dan menyeret kalian semua!!!" teriak Jaac sembari diseret keluar oleh petugas.
"AKU AKAN MENERTAWAKAN KALIAN DI PEMAKAMAN DI MASA DEPAN!"
°†°†°†°
Anyway, saya ada akun Twitter buat haha hihi. Follow @ d_hoseki for jbjb
KAMU SEDANG MEMBACA
[Aku] Tentara Langit
FantasyLangit Acacio tidak terasa lengang tanpa kehadiran mereka. Bumi pun tidak merasa tersanjung atas kedatangan kembali mereka. Bahkan tidak banyak yang menyadari bagaimana mereka menghilang dan kembali selain yang memang peduli. Tapi satu hal yang sama...