Zeeb berjengit pelan saat menyadari ada yang aneh dengan lingkungan di sekitarnya. Dia mengedarkan pandangan, menyadari bahwa morfologi hutan yang tengah ia tapaki ini sangat berbeda dengan hutan yang seharusnya tengah ia lewati. Tidak seperti hutan tepi pantai yang bertanah pasir dengan pepohonan yang regang, hutan yang mengelilingnya terlihat rapat dengan bau tanah yang khas dan juga rerumputan tinggi yang mencuat ke mana-mana.
Suara serangga hutan terdengar begitu nyaring di siang yang tampak cerah ini, terlihat dari garis-garis sinar matahari yang menelisik menembus tebalnya kanopi hutan yang tersusun dari dedaunan. Kelembaban udara di hutan ini terasa begitu asing dan familiar di saat bersamaan. Zeeb menelan ludah saat perlahan dia mengenali morfologi ini.
Dia akhirnya kembali.
Suara langkah cepat yang semakin dekat membuat Zeeb spontan berbalik dan memasang kuda-kuda, melebarkan tangannya menyambut sosok yang sudah ia duga. Ao melompat dari balik rerumputan tinggi, mendarat di pelukan Zeeb yang terjatuh karena tidak menduga bobot Ao yang semakin bertambah saja setelah lama tak jumpa.
"Halo, kawan lama," bisik Zeeb di telinga Ao. Macan kumbang hitam itu menjilati wajah Zeeb hingga membuatnya kegelian sendiri. Dia kemudian menelusupkan kepalanya ke leher Zeeb, mendengkur di sana seolah ingin menghirup semua aroma tubuh Zeeb untuk melepaskan rindu.
Zeeb terkekeh pelan, membiarkan Ao yang berat menindih tubuhnya di tengah hutan belantara. Tangan kanannya mengusap-usap kepala Ao sementara Zeeb dengan penuh rindu membalas tatapan langit biru yang malu-malu mengintip dari balik dedaunan.
"Aku akhirnya pulang, Ao," bisik Zeeb sekali lagi.
Ao menggeram pelan seolah menjawab, membuat Zeeb tersenyum hangat.
Ah, dia tidak tahu bahwa dia telah serindu ini pada Ao, pada hutannya, dan pada seluruh tempat ini yang merupakan rumahnya. Zeeb tidak sabar ingin bertemu Aus, adiknya, dan Ath, sahabat karibnya. Tetapi, dia tidak ingin terburu-buru. Zeeb ingin menikmati setiap waktu untuk kembali merekam pemandangan dan suasana yang sekarang tengah ia rasakan sembari melepas kerinduan.
Lagipula, tempat ini bukanlah Acacio di mana ia harus terus bergerak cepat jika tidak ingin tertinggal. Di tempat ini, Zeeb bisa selalu berhenti untuk menikmati waktu dan pemandangan dan ia tidak akan pernah dikejar maupun tertinggal oleh apapun.
Ao menarik diri dari tubuh Zeeb setelah beberapa lama, berjalan pelan mengitari Zeeb yang perlahan duduk seolah memastikan bahwa seluruh tubuh Zeeb utuh tanpa kurang suatu apapun. Namun, ia kemudian berhenti tatkala netranya tiba di bahu kanan Zeeb. Meski tertutup lengan baju, tampaknya Ao menyadari ada tato milik Zeeb yang hilang.
Perempuan itu tersenyum dan mengulurkan tangannya ke leher Ao untuk membawanya mendekat, menenangkan geramannya sedihnya.
"Tidak apa-apa, teman kecil. Aku hanya sempat terluka beberapa lama lalu. Lukanya hanya masih berbekas. Setelah bekasnya hilang, kita bisa menggambar ulang tatonya," ucap Zeeb.
Ao menggeram pelan seolah menerima penjelasan Zeeb meski masih merasa kehilangan. Macan kumbang itu sekali lagi berputar mengitari tubuh Zeeb, kemudian berhenti di belakangnya dan membiarkan Zeeb kembali berbaring bersandarkan perut gembulnya.
"Terima kasih, Ao," bisik Zeeb. Dia memang masih belum ingin beranjak. Ada banyak hal yang ingin Zeeb renungkan selain ingin menikmati pemandangan. Termasuk tentang apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
|°|°|
KAMU SEDANG MEMBACA
[Aku] Tentara Langit
FantasyLangit Acacio tidak terasa lengang tanpa kehadiran mereka. Bumi pun tidak merasa tersanjung atas kedatangan kembali mereka. Bahkan tidak banyak yang menyadari bagaimana mereka menghilang dan kembali selain yang memang peduli. Tapi satu hal yang sama...