Tubuh kecil Aus berlarian di padang bunga mengejar banyaknya kunang-kunang yang beterbangan di bawah sinar purnama, membuat kelopak-kelopak bunga yang mekar menjadi beterbangan karena tapak kaki mungilnya.
Ini kedua kalinya Zeeb mengunjungi padang di tengah hutan dalam ini. Yang pertama adalah dulu, hanya bersama Ao, tiba-tiba bertemu dengan Oa yang datang entah dari mana, kemudian menghilang ke Acacio. Kali ini, Zeeb tidak lagi hanya bersama Ao, melainkan bersama Aus dan Ath juga.
Aus tadinya sudah hampir menangis selama melewati hutan dalam yang sempurna petang membuat pandangan seolah buta, tetapi ialah yang paling terkesima ketika akhirnya mereka tiba. Entah bagaimana membawa Aus pulang nanti. Semoga ia sudah tidak takut lagi dalam kegelapan hutan dalam—meski sepertinya tidak mungkin, atau semoga ia tertidur karena kelelahan jadi Zeeb bisa menggendongnya saja tanpa kerepotan.
"Kau berjanji akan bercerita, Zeeb."
Zeeb mengembuskan napas panjang. Ia menyandarkan tubuhnya pada batang pohon besar yang terletak di tengah padang. Di sisi kanannya, Ath masih setia menunggu Zeeb berbicara.
Aus dan Ath menyambut Zeeb dengan sangat heboh sekeluarnya dari tenda Karo tadi. Aus sampai menangis meraung-raung membuat Ath ikutan panik sendiri bersama Zeeb. Mereka segera membawa Aus kembali ke tenda keluarga Zeeb untuk ditenangkan mamak. Dan begitulah, Zeeb akhirnya kembali ke keluarga kecilnya. Ath menunggu di luar tenda atas permintaan Zeeb. Dia bilang, dia ingin berbicara secara internal dengan keluarganya sebelum nantinya akan bercerita juga pada Ath.
"Aku berkelana." Zeeb akhirnya mulai berbicara.
"Ke mana? Kami mencarimu sampai perbatasan kampung-kampung lain di luar sana, tetapi kami tidak menemukan jejakmu sama sekali." Ath mengerutkan keningnya tak percaya.
"Ke tempat yang tidak kau tahu, Ath. Tempat yang aku juga tak tahu awalnya. Untuk apa aku berkelana ke tempat yang kutahu, kan?"
Meski Ath menyadari jawaban Zeeb masuk akal, tetapi tampaknya ia masih belum puas.
"Itu adalah tempat yang luar biasa. Aku bertemu banyak teman baik di sana. Aku juga belajar banyak hal. Aku mengalami ini dan itu dan menemukan jati diriku, menemukan apa yang kuinginkan di hidupku."
Ath menelan ludah, tidak yakin bisa membayangkan tempat seperti apa yang telah Zeeb jelajahi. "Kau bisa memperlihatkan tempat itu padaku?"
Zeeb tersenyum kecil. Jarang sekali Ath melihatnya tersenyum kecuali jika Zeeb benar-benar dalam perasaan yang sangat baik. Zeeb adalah manusia paling jujur di hidup Ath yang pernah ia temui.
"Untuk apa aku mengelana ke tempat yang aku tahu, kan?"
Ah, itu berarti tidak.
Ath lagi-lagi menelan ludah menyadari perubahan dari sikap Zeeb. Perempuan di hadapannya ini bukanlah orang yang bisa berbasa-basi dan beramah-tamah. Kosakata dalam ucapannya terbatas. Dan itu jugalah yang membuatnya selalu jujur. Namun, baru saja, Zeeb melakukan penolakan dengan sangat halus tanpa mengatakan tidak. Tempat yang ia kunjungi pasti luar biasa karena bisa mengubah Zeeb yang tak pernah goyah oleh apapun selama lebih dari dua windu hidup di dunia.
"Lagipula, tempat itu terlalu jauh. Tidak mungkin kita berdua tidak ada di kampung di waktu yang sama untuk waktu yang lama."
Lagi-lagi, kalimat yang memiliki banyak arti. Kali ini Ath bahkan harus berpikir keras untuk menyadari bahwa ada maksud di balik ucapan yang Zeeb katakan. Namun, sudahlah. Jika Zeeb tidak ingin dengan jelas mengatakannya, maka mungkin itulah kejujuran dia yang baru. Zeeb tidak ingin mengatakannya, tetapi tetap mengatakannya sebagai bentuk menghargai Ath.
"Sepertinya kau menemukan banyak hal menyenangkan di tempat itu, ya." Ath mengalihkan tatapannya dari Zeeb menuju langit yang penuh bintang, menyangga tubuhnya dengan kedua tangan yang terletak sedikit di belakang badan.
Dari sudut matanya, dia bisa melihat Zeeb mengangguk tanpa ragu.
"Aku bahkan memberikan gading pemotong peninggalan bapakku untuk salah satu teman baik yang kukenal di sana."
Kali ini, Ath memelototi Zeeb dengan serius. "Kau di luar kepala?! Apa kata Mamak kau tentang itu?!"
Gading itu adalah gading berharga, lebih berharga lagi karena merupakan peninggalan Bapak Zeeb yang dikhususkan untuk anak perempuan satu-satunya.
"Mamakku tahu, dan dia baik-baik saja tentang itu."
Ada satu hal yang tidak Zeeb ceritakan pada Ath, yaitu fakta bahwa ia berkelana di tempat bapaknya menghilang dulu. Melihat reaksi Karo saat membicarakan tentang bapaknya tadi, Zeeb yakin Karo tidak tahu menahu ke mana bapaknya pernah pergi. Namun, jika itu Mamaknya, Bapak pasti akan cerita, bukan?
Tentu saja jawabannya adalah iya. Mamak tidak memahami cerita Zeeb, mungkin begitu juga dengan cerita Bapak dulu. Mamak tidak mengerti, Mamak tidak dapat membayangkannya. Yang Mamak tahu, suami dan anak perempuannya telah terpilih untuk belajar di tempat yang sangat istimewa, dan kembali dengan berbagai bekal pengetahuan yang istimewa pula. Zeeb sudah mengatakan keinginannya untuk kembali berkelana kepada Mamak, dan meski berat hati, Mamak berusaha untuk memahami alasan Zeeb dan mengizinkannya.
Mamak memang adalah orang yang paling terbaik di dunia.
Ath menghela napas panjang. Padahal Mamak Zeeb adalah orang yang sangat keras jika berhubungan dengan barang-barang peninggalan suaminya, bahkan sekecil gelang batu sekalipun. Jika Mamak Zeeb baik-baik saja, maka mungkin memang baik-baik saja.
"Dasar. Kenapa pula kau tiba-tiba berkelana tanpa pamit? Hari itu, Aus mencarimu. Kubilang padanya kalau kau baik-baik saja dan akan segera kembali. Namun, kau malah tidak pernah kembali. Aus sampai sempat membenciku dan mengatakan bahwa aku pembohong."
Zeeb menatap adiknya yang masih tidak lelah melompat-lompat menangkapi kunang-kunang yang terus saja lolos dari gapaiannya.
"Aku bukannya pergi dengan sengaja. Aku tersesat. Karena itu pula aku tidak bisa kembali ke tempat itu, karena aku tidak tahu jalan menuju ke sana."
Ya, Zeeb tidak akan bisa lagi melihat tempat luar biasa itu. Hanya ingatannyalah satu-satunya bukti bahwa ia pernah ke sana dan bukannya hanya bermimpi. Lagipula, jika Zeeb dapat kembali sekali pun, tidak ada orang yang akan menyambutnya. Zeeb yakin, Jaac dan Alka yang ia tinggalkan untuk lulus lebih dulu, saat ini pasti juga telah lulus. Dunia itu bukan apa-apa tanpa keberadaan teman-temannya. Tempat itu dingin tanpa kehangatan Elsi, gelap tanpa cahaya Alka, hampa tanpa suara Jaac dan Aalisha, menyesatkan tanpa petunjuk Atreo, dan keras tanpa kelembutan Kaori. Keistimewaan teman-temannyalah yang membuat tempat itu terasa istimewa.
"Katamu, kau menemukan apa yang kau inginkan di hidupmu?" Ath teringat sesuatu dari perkataan Zeeb sebelumnya.
Kali ini, Zeeb mengalihkan pandangannya dari Aus menuju Ath yang juga menatapnya. Zeeb mengangguk mantap.
"Ath, aku ingin berkelana. Karena itu, jadilah kepala perkampungan yang baru."
|°|°|
KAMU SEDANG MEMBACA
[Aku] Tentara Langit
FantasyLangit Acacio tidak terasa lengang tanpa kehadiran mereka. Bumi pun tidak merasa tersanjung atas kedatangan kembali mereka. Bahkan tidak banyak yang menyadari bagaimana mereka menghilang dan kembali selain yang memang peduli. Tapi satu hal yang sama...