03. FWB

3.6K 175 0
                                    

Tiga jam telah berlalu, Jeno terbangun dari tidurnya. Butuh beberapa detik untuk kesadarannya pulih seutuhnya dan akhirnya ia duduk diatas matras lembut.

"Loh? Anying, kok gue bisa disini?" Heran Jeno meraba permukaan matras lembut, pantas saja tidurnya jadi nyenyak dan nyaman. "Ini punya siapa lagi?" Jeno juga mendapati ada jas coklat yang menyelimuti badan atasnya, padahal ruangan ini tidak dingin sama sekali, mana Jeno berkeringat kepanasan lagi.

"Sudah bangun?" Mark masuk kedalam ruangan pengantin itu.

"Lo yang nyiapin ini semua buat gue?" Tanya Jeno.

Mark menggeleng kan kepala. "Bukan, orang lain, gue gak kenal. Tapi kayaknya Lo kenal. Ngapain gue nyiapin begituan untuk Lo, kurang kerjaan."

"Emang kaparat," lirih Jeno, melepas jasnya. Punggung Jeno sampai basah oleh keringat merembes pada kemeja yang ia kenakan.

Mark hanya berdiam diri duduk diatas meja rias bersedekap dada sambil terus menatap Jeno. "Seharusnya Lo kunci pintunya kalau gak ada siapa-siapa, gimana kalau ada orang yang mau jahatin Lo," ujar Mark.

Jeno tertawa kecil, menatap remeh yang lebih tua. "Terus apa peduli Lo," balas Jeno.

Keduanya saling bertatapan, tapi Mark orang pertama yang mengalihkan pandangan kearah lain, entah mengapa ada gejolak lain didalam benaknya ketika netra coklatnya bertemu pandang dengan punya Jeno, perasaan yang ingin ia bantah dan tak ingin Jeno tau.

Ia tak mau mempunyai perasaan aneh tersebut, ia tidak mau merusak hubungannya dengan Jeno hanya karena jantungnya berdetak lebih kencang ketika bersama dengan Jeno.

"Sebaiknya Lo kembali tidur Jen," tukas Mark berdiri dari duduknya diatas meja rias. Ia berjalan mendekati Jeno yang masih diam ditempat.

Jeno menerima ciuman Mark, memejamkan mata memiringkan kepala kekanan berlawanan arah dengan Mark yang kekiri, ciuman yang semakin intens membuat Jeno mengalungkan tangannya pada tengkuk Mark memberi pijatan halus, sedangkan Mark menangkup pipinya memberikan usapan lembut.

Keduanya tersadar dan melepaskan ciuman ketika posisi sudah berubah, Mark mengungkung Jeno dibawahnya. Dengan jarak sedekat ini, jalinan saliva masih terhubung, bibir keduanya basah dengan liur meleber ke sekitar mulut, terlebih milik Jeno.

Mark dengan telaten mengelap mulut Jeno dengan saputangan biru miliknya, fokus dengan birai tipis memerah milih Jeno yang ia hisap habis ketika berciuman.

"Jeno," lirih Mark terus menatap dan mengusap permukaan bibir tipis Jeno. "Lo adalah mahakarya tuhan yang begitu indah, sampai gue gak rela ada yang menikmatinya selain gue," lanjutnya.

Meski Jeno biasa saja tak merespon perkataan manis Mark, tapi ia tak bisa membohongi diri ketika tubuhnya bereaksi, pipi putih selembut kapas itu memerah perlahan.

Jeno tak tahan oleh tatapan mata Mark yang begitu dalam, ia kembali memejam dan menarik tengkuk Mark mendekat, kembali berciuman intens yang berakhir dengan lenguhan nikmat ketika Mark mengulum penisnya.

Jeno bernafas memburu menghadapi birahinya yang memuncak, mulut hangat Mark begitu handal.

"Enghh~ Mark, ahh yahh."

[End] Kama - Harem JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang