07. FWB

2.3K 134 1
                                    

"Jeno!"

Si pemilik nama abai dengan panggilan ayahnya, ia terlalu jengah dengan sikap otoriter sang ayah yang selalu menyuruhnya taat akan ketetapan yang dibuatnya.

Harus menurut dengan perkataan orang tua, sopan santun serta menghormati. Persetan dengan itu semua.

Jeno hanya ingin kebebasan hidup, bukan dikekang seperti simpanse.

"Berhenti ditempat, Jeno! Sebelum ayah memblokir seluruh ATM atas namamu!"

Sial, ancaman itu selalu membuat tubuh Jeno merespon dengan sendirinya. Diambang tangga ia berhenti tanpa menolah kearah ayahnya yang sudah berdiri tegak sambil berkacak pinggang.

Jeno memang bisa hidup tanpa keberadaan orang tuanya, tapi ia tidak bisa hidup tanpa sepeserpun uang.

"Ada apa ayah?" Tanya Jeno berbalik tanpa rasa bersalah telah membuat ayahnya naik pitam.

"Puas meliar selama ini?! Ayah tidak menghidupi seorang pembangkang Jeno, kau sudah besar seharusnya otakmu bisa berpikir dengan bijak, tapi lihatlah sekarang penampilanmu!"

Jeno memutar matanya Jengah, pakaiannya memang dilihat seperti berandalan. Bagaimana tidak jika celana jeans yang dikenakan saja robek-robek, mengenakan kaos kutang yang memperlihatkan dada penuh ruam merah sampai leher serta jaket denim dengan dua sisi berbeda, bagian kiri berbahan Jeans sebelahnya lagi berbahan kulit.

Jeno bahkan menindik telinganya, ada dua anting disatu telinga. Anting polos bulat dan tanda salib.

"Beginilah anak muda menikmati hidup ayah," tukas Jeno, muak diceramahi.

Ia melepaskan jaketnya dan tanpa sopan melemparkan jaketnya pada sang ayah.

"Cucikan ya, thanks. Nanana~" Jeno pergi nyelonong masuk kamar sambil bersenandung.

Sedangkan Donghae mati-matian bersabar. "Anak kurang ajar! TIFANNY URUS ANAK BERANDALANMU!"

...

"Mommy, dingin~" Jeno memeluk lututnya menggigil, bibirnya sampai berwarna ungu pucat.

"Yaampun Jeno, kamu kayak gak pernah mandi air dingin aja," ujar Tifanny mengeringkan rambut Jeno yang basah.

"Mommy, ayah kapan pergi sih? Telinga Jeno sakit mendengar suara jelek ayah yang terus berceramah," rengek Jeno mendongak menatap ibunya dengan tangan yang mengalung dipinggang.

"Sst! Gak boleh ngomong gitu. Nanti ayah marah. Dia tidak akan marah jika Jeno jadi anak penurut."

Jeno mengerutkan bibir, mendusalkan wajah diperut ibunya manja. "Iya, Jeno salah. Maaf ya mommy."

"Minta maaf sama ayah, sayang."

Jeno menggeleng. "Ayah jahat," lirih Jeno.

Jeno memang paling manja dengan ibunya, suka merengek seperti anak kecil meski kelakuannya seperti setan diluaran sana.

"Nanti waktu makan malam, turun ya sayang. Ada tamu yang mau datang, jadi kita harus menjamunya sebaik mungkin. Paham?" ucap Tiffany.

Sejujurnya Jeno paling benci ketika makan bersama dalam satu meja, ia enggan melihat ibu tiri dan saudara lainnya.

Makan bersama adalah yang paling dihindari ketika ia pulang.

Benaknya masih sakit mengingat si ayah yang memiliki keluarga lain selain dirinya dan ibu. Jeno sakit hati dan marah padahal yang diselingkuhi serta dikhianati adalah ibunya.

"Iya mommy." Tapi bagaimanapun Jeno tidak bisa menolak keinginan ibunya.

OxO



Lima orang berada dimeja makan dengan pakaian formal dan sopan, para lelaki : Donghae, Hyunjin mengenakan jas, sedangkan wanitanya : Tiffany, Jessica dan Yeji mengenalkan Dress simpel sopan.

"Dimana Jeno?" Tanya Donghae ketika anak dari istri pertama masih saja belom menampakkan batang hidungnya.

"Mungkin sedang bersiap-siap, mas," jawab Tifanny lembut.

Donghae menghela nafas kasar, tak lama kemudian seorang pelayan mendatangi meja mereka, menginformasikan bila si tamu yang ditunggu udah datang.

"Selamat datang Tuan Na," sambut Donghae pada rekan kerjanya, tersenyum lebar sambil menjabat tangan.

Sapa saling sapa terjadi diruangan itu. Si pemilik rumah mempersilahkan mereka duduk dan saling mengobrol kecil tentang rumah ataupun anggota keluarga yang terlihat rupawan.

Diantara kesibukan mereka, Jeno turun dan menarik kursi. Duduk tanpa memperdulikannya tatapan orang-orang yang ada diruangan itu.

Donghae mengepalkan tangan menatap Jeno geram karena pakaian Jeno sama sekali tidak sopan. Hanya kaos kutang yang memperlihatkan tanda kenakalannya serta celana pendek diatas lutut.

"Apa liat-liat?!" Sewot Jeno kesal pada Hyunjin didepannya.

"Jeno? Kenapa bajunya gitu?" kata Jessica mengintrupsi suasana tak menyenangkan yang terjadi.

Bukannya menjawab Jeno malah mencibir, mengikuti omongan ibu tirinya tanpa suara.

"Haha, sudah tidak papa. Ayo, ayo dilanjutkan kegiatan kita." Siwon mencoba menengahi.

Dan untunglah suasana kembali hangat, mereka bercakap membahas soal perusahaan, produk-produk dan perjanjian bisnis lainnya.

"Gak nyangka ya, Lo datang kesini," lirih Jeno, perkataannya hanya ditujukan untuk pemuda berkacamata disampingnya yang kini malah gemeteran ditempat.

Jaemin jadi patung, nafasnya terlihat tidak stabil dengan tatapan takut. Belum lagi tangan yang memegangi garpu dan pisau bergetar, tak berani menoleh kearah Jeno.

"Memang orang aneh," batin Jeno menatap Jaemin miris, padahal ia membuka topik agar sekiranya mereka ada obrolan dan mungkin aja akrab menjadi teman.

Tapi sifatnya aja bikin Jeno ilfeel selain penampilan sehari-hari dikampus.

Sabarkan Jeno agar betah duduk berlama-lama dengan Jaemin disampingnya, karena sumpah, Jeno mulai kehilangan selera makannya.

[End] Kama - Harem JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang