10. Kama

2.4K 124 5
                                    

Jeno mengabaikan pesan dan panggilan yang Mark lakukan, ia malah fokus menghubungi Renjun yang tak kembali juga padahal sudah satu jam keluar untuk membeli cemilan.

Jeno dan Jaemin duduk diruang tamu sambil menonton televisi, Jeno memeluk lututnya yang naik diatas sofa.

Ia malah ditinggal berduaan dengan Jaemin.

Jaemin merasa kikuk dan tak enak, bingung harus bagaimana. Berbicara pun segan tak tau apa yang menjadi topik pembahasan.

Fokus kedua pemuda itu teralih pada balkon, diluar sana terlihat rintik hujan yang turun semakin deras. Jeno memejamkan mata, kenapa hujan turun sekarang sih?!

"Hem, Jeno. Sebaiknya gue balik aja deh," tukas Jaemin, ia sudah berdiri dan ingin melangkah pergi.

Namun tangannya ditahan Jeno. "Lo mau balik pakai apa? Gue yakin motor dibawa Renjun, ini juga terlalu malam untuk angkutan umum beroperasi lagian diluar sedang hujan deras," ucap Jeno menahan kepergian Jaemin.

Keduanya kikuk dan kini duduk bersampingan. Menonton acara televisi yang suaranya saja kalah oleh hujan diluar sana, belum lagi hawa dingin.

Jeno sampai memeluk erat lutut dan mengelus lengannya kedinginan.

DUAR!

Suara petir yang nyaring membuat Jeno dan Jaemin terkejut, seluruh penerang dikota mati serempak termasuk hunian Jeno saat ini.

Jeno mengumpat dalam hati lalu menggeser duduknya mendekati Jaemin. Pemuda Na itu tentu saja terkejut dan semakin gerogi, suasana gelap bahkan tak terlihat apapun kecuali pintu balkon yang masih terbuka.

"Jaemin ... Dingin," tukas Jeno lirih, dipendengaran Jaemin seperti bisikan lembut yang meremangkan seluruh bulu ditubuhnya.

"I-iya nih."

Jeno yang mendengar balasan seperti itu mempoutkan bibir, beruntung keadaan tengah gelap jadi Jaemin tidak akan tau ekspresi yang Jeno tunjukkan sekarang.

Padahal Jeno sudah mepet-mepet menyentuh tubuh Jaemin, mengkode, tapi ya ... Memang dasarnya Jaemin orangnya kaku dan tidak Sksd kelakuannya--berbeda dengan kebanyakan orang yang mendekati atau didekati Jeno-- jadi, pemuda Lee jadi salah tingkah sendiri, merasa malu.

'Apasih yang gue lakuin!' batin Jeno menangis malu.

Jeno perlahan menjauh, tak lagi menyender pada Jaemin. Ia duduk tegap dan menurunkan kaki kelantai.

"Em, gue cari-- Akh!"

Jeno terjengkit kaget karena tubuhnya tiba-tiba dipeluk erat dari samping. Jantungnya berdebar oleh perlakuan mengejutkan itu.

"J-jaemin ... Sedang apa?"

Pertanyaan Jeno sama sekali tak dapat Jaemin jawab, menyembunyikan wajahnya sambil terus memeluk Jeno semakin erat.

Malu, malu sekali yang pemuda Na itu rasakan sekarang. Ia tau bahwa tindakan bodohnya ini mengejutkan Jeno, ia sendiri saja kaget. Sumpah, Jaemin tidak tau bagaimana harus bersikap otaknya buntu.

Ingin mencairkan suasana tapi malah membuatnya semakin awkward.

...

Jaemin terbangun dari tidurnya, melihat telivisi menyala tanpa ditonton. Ruangan yang sebelumnya gelap kini sudah terang kembali, ia melihat jam terpajang diatas tv menunjukkan pukul 2 dini hari.

"Astaga." Jaemin yang ingin duduk tegak mengurungkan niatnya menyadari jika Jeno tidur disamping menyandarkan kepala pada dadanya.

Ini benar-benar momen yang paling berarti dalam hidup Jaemin. Sampai-sampai ia mengira bila ini sebuah mimpi.

"Gue gak mau bangun jika benar ini cuma mimpi." Tangan pemuda Na itu terulur menyibak pelan poni yang menutupi mata sabit Jeno.

Jeno begitu indah dari jarak sedekat ini, memikat hati. Pantas banyak yang menyukainya, termasuk dirinya.

Saat pertama kali bertemu dengan Jeno adalah saat semester pertama kuliah. Ia yang sering diganggu oleh mahasiswa lain, sering sendiri dan menjauh dari orang-orang. Lebih asik dengan dunia sendiri sampai-sampai mereka mengatai Jaemin orang aneh dan menghindarinya.

Beberapa kali ia di rundung, dan yang paling teringat dibenaknya yaitu ketika ia dirundung dikantin. Renjun datang membelanya, menolong dirinya yang tersungkur dilantai.

Karena itu pula, Renjun ikut dirundung. Ditendang sampai terjungkal, Jaemin sudah ketakutan menutup kepala dengan tangan. Namun, beberapa detik telah berlalu pukulan tak kunjung didapatkan.

Ketika menurunkan tangan melihat apa yang terjadi, sosok Jeno berdiri memunggunginya sambil menahan tangan orang yang mau memukulnya.

"Apa dengan memukul orang lain, lo merasa senang?" Itulah kata yang Jeno ucapkan, sampai terkenang hingga kini. Teringat dalam ingatan.

Sejak saat itu, Jaemin tak pernah absen untuk curi pandang setiap berpapasan atau menyadari kehadiran Jeno yang mulai mengekori Renjun kemanapun. Jaemin tau jika Jeno pasti menyukai Renjun dari tatapan matanya, serta perilaku yang menyanjung Renjun.

Jaemin mulai patah hati, belum bergerak saja tapi ia merasa sudah tak ada lagi kesempatan. Renjun adalah saudaranya.

Rupanya Renjun pun terlalu peka, menyadari jika selama ini Jaemin menyukai Jeno diam-diam. Menyuruhnya untuk mendekati Jeno untuk mengambil hatinya. Pemuda Huang itu juga mengatakan bila dirinya tak memiliki perasaan cinta atau sejenis pada Jeno.

Jaemin lega tapi sedih juga secara bersamaan. Jika benar Renjun benar tak menyukai Jeno, itu tandanya cinta Jeno hanya satu pihak. Jaemin tak mau bila Jeno kecewa ataupun patah hati, meski ia sendiri pun merasakannya.

"Nghh!" Jeno menggeliat dan hampir jatuh kepangkuan Jaemin, jika saja tangan pemuda Na tidak refleks menahan.

Masalahnya, ketika Jeno jatuh maka akan mengenai alat vitalnya secara tak langsung sebab Jeno kan menyender pada dadanya lalu melorot kebawah.

"J-jen ... Jangan begini," tukas Jaemin grogi, badannya menegang menutupi area privasi dengan tangan yang tertindih kepala Jeno yang kini mendusal ditangannya.

Mendengar suara Jaemin, Jeno mendongak keatas dengan mata kantuk, sepenuhnya belum sadar. "Jaemin? Sedang apa disini?"

Perlahan Jeno bangun, mengucek matanya. "Jaemin?" Mata sipit itu memandang linglung, mulai tersadar sedikit demi sedikit. "Jam berapa ini?"

Jaemin mulai merilekskan badan ketika Jeno mulai menjauh, ditanya jam berapa, ia sendiri di pun tidak tau.

Jeno berdiri berjalan menuju kamar untuk mengambil ponsel. "Astaga! Jam 2 dini hari!" Pekik Jeno heboh sambil keluar kamar mendatangi Jaemin yang masih dudukan tenang di sofa.

"Renjun belum kembali lagi! Kemana sih orang itu pergi!" Jeno berjalan cepat kesana kemari mengambil barang, masuk lagi kedalam kamar mengambil jaket. Memasang sepatu dan mengambil topi.

Jeno terlihat panik dan khawatir, Jaemin juga merasakannya, tapi entah kenapa hatinya sakit dan jengkel ketika melihat Jeno overcare pada Renjun. Bela-belain langsung keluar untuk mencari.

"Gue ikut," ujar Jaemin ketika Jeno ingin meninggalkannya begitu saja, tanpa peduli kehadirannya.

"Ya," saut Jeno tanpa menoleh kearah Jaemin, barang sebentar. Lalu berjalan cepat duluan meninggalkan Jaemin yang hanya mampu memandang punggung Jeno yang mulai menjauh berlari kecil meninggalkannya.

"Gue ingin rasanya berada diposisi Renjun, ingin juga dipeduliin sama Lo."

[]



Lanjut atau gak ??

[End] Kama - Harem JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang