"Where are you?"
Alvaro mengirimiku pesan. Tentu saja di salon. Bukankah gue udah bilang?
Ya, gue ke salon seteah 2 jam bermain lagi denga Alvaro dan menunggu Alvaro tidur. Karena kalau masih bangun sudah pasti gue gak akan ada disini sekarang. Gue udah bilang kalau gue bakal ganti penampilan gue. Dan itu yang saat ini gue lakukan.
Gue sedang duduk dengan rambut yang penuh cat. Ya gue mewarnai rambut gue. Tapi gak segila warna merah. Cuma warna coklat. Gue juga potong rambut gue jadi sebahu. Setelah ini gue mau waxing dan teman-temannya. Mumpung masih sore.
Sekarang sudah jam 7 malam dan gue juga dapat pesan dari orangtua gue kalau mereka udah take off dari tadi siang sebenarnya tapi baru gue buka. Gue sekarang udah dalam perjalanan pulang. Tubuh gue terasa sangat lega setelah melakukan perawatan dan sejenak bisa menghilangkan bayangan JJ dari otak gue. Yah, meski sekarang udah kepikiran lagi.
Gue masuk ke dalam rumah dan semua lampu masih padam. Gue biarkan seperti itu dan langsung menuju kamar gue. Gua bahkan udah gak ada tenaga buat sekedar buat mie instan. Ingin langsung tidur saja. Ini masih hari senin, gue masih harus sekolah 4 hari lagi. Ugh.
Saat gue baru saja akan memejamkan mata seseorang menggedor pintu rumah gue keras sekali. Dengan malas gue bangun lagi dan berjalan menuruni tangga.
"BENTAR DONG! MASIH JALAN NIH!"
Gue teriak. Padahal gue tahu dia juga gak bakal dengar. Kenapa sih orang-orang gak ada yang bisa biarin gue tidur dengan tenang?!
Saat gue buka pintu dia disitu. Diaz dan Alsey. Dengan segera gue tutup pintu lagi. Namun tak secepat itu, karena berhasil di tahan sama dia.
"El! Gue pengen ngomong bentar plis," kata Alsey.
"No, there's nothing to talk about. You better go home."
"I'm not gonna be back until we talk."
"Yeah, right now we're talking and it's done. Just go."
Dengan sekuat tenaga gue berusaha menutup pintu meski tangan Diaz lebih kuat hingga akhirnya pintu terbuka lebar kembali. Gue nyerah.
"Mau ngomong apa? Ngomong aja! Ngapain sih lo susah susah dateng kesini? Gue gak butuh juga!"
"El, plis. Sebagai temen—,"
"I don't remember we're friends."
Alsey menghela napas. Gue udah males banget sama semua omong kosong ini. Gue cuma pengen tidur!
"El, gue minta maaf buat yang udah JJ lakuin ke lo. Sumpah gue gak tau dia bisa sampai ngelakuin itu."
Gue tersenyum miring.
"Before that, did you come straight here after hospital?"
"What hospital?"
"So he lied."
"The fuck you're talking about!"
"He said you're hospitalize because I don't reply your fucking message!"
"Nonsense!"
"Yea, the one talking that nonsense is your fucking brother."
"You see this?" Gue menunjuk pipi gue yang membiru. "He did this. You brother is sick and you probably need to consider to bring him to mental hospital!"
"Wha—?"
"JJ slap you?" Kali ini Diaz yang bicara.
"Jadi cukup. Gue udah gak mau ada urusan sama lo ataupun kakak lo. So please, leave me alone."
Setelah itu gue menutup pintu rumah gue di depan wajah cengo mereka. Hah! Gue harus bisa melewati ini. Anggap aja gak ada apa-apa Elena. Just continue your life. Mantra gue.
Gue akhirnya masuk ke kamar lagi. Gue gak peduli kalau mereka mau nginep di depan rumah gue. Gue udah capek banget. Begitu banyak yang gue lalui hari ini dan gue cuma pengen tidur.
Pagi gue bangun dengan tidak bersemangat. Tapi gue harus bangun. Gue mensugesti diri gue untuk berdiri dan masuk kamar mandi. Fuck! Gue harus buat sarapan sendiri. Teringat itu gue mendesah kesal. Kenapa hari ini harus dimulai dengan menyedihkan?
Sekarang sudah jam tujuh pagi. Dan gue baru bangun. Eh baru selesai mandi. Sedangkan sekolah masuk jam delapan. Ah fuck! Masak telat juga?!
Gue dengan berat hati berangkat sekolah dengan perut kosong. Yah mau gimana lagi. Gue malas juga buat sarapan. Beli di sekolahan saja kalau masih bisa.
Gue ke sekolah dengan diantar supir. Of course. Gue sebenarnya adalah penumpang profesional. Cuma kadang nyetir sendiri. Gue diem. Sopir gue diem. Mobil jalan tapi gak ada suara sama sekali. Gue akhirnya membuka ponsel dan membuka aplikasi Instagram. Gak tau mau ngapain yang penting scroll-scroll explore saja.
Hingga akhirnya sampai.
"Pak, nanti gak usah jemput ya. Langsung pulang aja gak papa."
"Baik non Elena."
Jadi sopir gue itu datang cuma waktu gue butuhin aja. Selebihnya dia pulang. Karena emang cuma gue di rumah yang perlu sopir. Mama sama Papa gue kemana-mana selalu berdua. Huft! Kapan gue bisa kayak mereka.
Fuck Elena! You're still sixteen.
Well, enambelas tahun yang menyedihkan. Gue bahkan belum pernah yang namanya pacaran. Kenal atau hook up sama cowok itu biasa. Kalau ngerasain yang pacaran. None. Sama Bastian itu hanya satu bulan. Itu gak bisa di sebut pacaran.
I wish I was like other girl. Like have a highschool lovers and do some stupid things together. Yea, not gonna happen to me.
Gue menatap jam tangan gue. Pukul 7.48 kayaknya masih bisa mampir kantin sebentar. Dan itu yang gue lakukan. Ah gue pikir-pikir gue kayak cewek kurang belaian banget.
Gue menghapus pikiran itu dari otak gue dan berjalan ke arah kantin. Gue duduk di salah satu bangku sendiri. Sebelumnya gue udah beli Sariroti dan Ultramilk coklat. Cukuplah buat sarapan gue. Guemkan sendiri. Banyak orang sebenarnya di kantin ini. Bahkan gue bisa dengar mereka bicarain penampilan baru gue. But who fucking care?
Gue makan dengan tenang seakan gak ada orang sama sekali. Gue bahkan udah muak sama sekolah. Meski belum ada satu semester masuk di SMA ini. Ya, betul sekali. Gue masih kelas satu SMA. Mungkin bagi sebagian orang apa yang gue lakuin udah kelewat batas. Tapi gue perlu dapat perhatian dari orang lain. Orangtua gue gak bisa ngasih itu ke gue. Alvaro adalah salah satu orang yang sangat perhatian dengan gue. Dia kelihatan khawatir saat gue terluka, selalu ada setiap gue butuhin dia, dan dia selalu inisiatif ngajak gue keluar buat refresh otak gue.
Tapi sayang, dia gak mau kita pacaran. Well, gue juga gak mau sih pacaran sama dia. Karena dari postur Alvaro, dia bukanlah orang yang bisa komit ke satu orang. Begitupun gue sekarang. Gue ngerasa komitmen buat satu orang itu terlalu berat untuk sekarang. Jadi gue memilih buat melakukan apa yang gue mau sekarang, sebelum gue memantapkan hati gue buat satu orang.
Gue Cancer, sekali jatuh hati ke orang susah banget buat di hilangin dan saat gue gak suka sama orang, seberapa perhatiannya dia sama gue gak bakal bikin gue suka balik sama orang itu. Love language gue juga physical touch. Maka dari itu gue sangat gak bisa dijauhkan dengan pelukan, gandengan tangan, hook up dan ngeue. Meski sampai sekarang gue belum ngelakuin itu. Belum sampai tahap itu.
——
I'm sorry you guys if this chapter sounds soo boring. I don't know what else should I put in. My mind goes blank but I need to update.
Guys komen dong author butuh mental support nih🥲
21-22 udah ada dikaryakarsa💨
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfectly Hot
RomanceWe met once. I promise you, the second we met I'm gonna kiss you.