"Ayolah, An. Temani aku makan setelah ini. Sudah terlalu lama sendiri. Sudah terlama aku asyik di duniaku sendiri. Tidak ada yang menemani. Sedihnya." pintanya memohon sembari menyanyi dengan suara sumbang dari sambungan telepon yang baru saja kuterima saat sehabis aku sudah di mobil menuju ke studio pemotretanku selanjutnya.
Aku bisa melihat banyaknya panggilan tak terjawab darinya dan 100 macam pesan yang memohonku untuk menemaninya. Aku tak menyangka cowok searogan itu dalam semalam bisa berubah manja dan lucu seperti ini. Bahkan tak malu untuk melakukan hal hal aneh agar aku menerima kemauannya. Setelah dari malam itu, harus kuakui hubungan kami berubah 180 derajat. Dari seperti kucing dan tikus sekarang bak induk dan anaknya.
Pastinya sudah bisa ditebak siapa yang menjadi anaknya. Siapa lagi kalau bukan dia. Bersikap seolah dia anak yang terhilang dan akulah ibunya yang meninabobokkan dirinya. Ada satu ketika dia sampai mengirimiku foto dengan filter kucing agar aku mau menerima teleponnya saat aku sudah terbaring di atas tempat tidur. Untung saja, papa tidur kemarin. Jika tidak hari ini dia langsung disidak mati dengan 10 bodyguard andalannya untuk mengetes Henry.
"Aku sibuk, Hen. Aku bukan orang tidak kerjaan sepertimu. Tidak usah menyanyi. Suaramu tak mendukung." hinaku malas memutar mataku mendengar ulahnya tuk kesekian kalinya.
"Tahu juga kau lagu Indonesia yang sedang hits. Aku butuh dirimu disampingku. Tidak enak tahu makan sendiri. Apa apa sendiri. Makan sendiri. Mandi sendiri. Tidur sendiri." keluhnya dengan suara dibuat buat cute cute.
Ini bukan pertama kalinya dia membuat suara seperti itu. Lucu-sih. Tapi geli sendiri tahu. Aku tak pernah berhubungan dengan seorang lelaki yang bipolar sepertinya. Aku masih ingat betul pada awal bertemu dia bagaikan sosok jantan yang dingin dan gak tahu diri tapi sekarang aku seperti berhadapan dengan seorang yang berbeda. Meski begitu dia punya pesonanya sendiri yang bisa membuatku tersenyum. Berbeda dari Marvin yang memiliki pesona vibe cool, Henry lebih ke arah pesona hangat dan humoris. Tidak membenci dengan semua tantrum yang diberikannya, cuma aku belum terbiasa saja merasakan diperlakukan begini oleh seorang lelaki.
"Kalau begitu cari istri di luar sana. Yang bisa menjaga dan menemanimu di malam hari. Atau sekalian cari pembantu sana, biar bisa memasakkan untukmu." cibirku tak ingin sekedar menjadi penghangat tempat tidurnya.
"Untuk apa cari di luaran kalau disampingku saja sudah ada. Bahkan kurasa dia akan jauh ahli dalam melayaniku. Baik di tempat tidur maupun dimana saja." gombalnya sontak membuatku tak habis pikir. Kemesumannya benar benar berada di strata tertinggi. Dia selalu mampu untuk menghubungkan setiap pembicaraan ke arah situ.
"Aku tidak mendaftarkan diri untuk menjadi wanita malammu, okay? Sudahlah. Pergi makan sendiri. Apa kau tidak punya teman lain selain aku?" Tolakku karena jujur aku sedang malas untuk meladeni ulah ulahnya hari ini.
"Makanya kau tidak perlu hanya menjadi wanita malamku tapi juga siangku. Aku tidak se anti sosial itu ya. Cuma aku mau kau saja yang menemaniku. Kan jarang jarang ada cewek secantik kamu yang available untuk kuajak makan." puji Henry dengan nada sedikit menggodaku yang tentu menuai reaksi dariku.
Pipiku seketika tersipu malu dan memanas. Tak lupa aku juga tersenyum senyum sendiri sehingga Nana yang menyadari perubahan emosiku bergumam menanyakan apa ada masalah namun kuabaikan begitu saja melanjutkan pembicaraanku dengan Henry, si raja gombal cilik.
"Sayangnya aku bukanlah barang yang bisa kau beli dijalanan. Aku limited edition dan sedang tidak available saat ini. Jadi berhenti memintaku dengan segala tantrum dan ulah anehmu karena aku tidak akan mengubah jawabanku. Aku setuju untuk kita menjadi teman, bukan menjadi pengisi keseharianmu yang tidak jelas. Lagipula kau tidak ada kerjaan selain menelponku tiap menit tiap detik? Aku yakin sebentar lagi perusahaanmu akan bangkrut jika kau terus bersikap acuh tak acuh begini." cemoohku sambil menggerutu sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Goodbye
RomanceBerawal dari sama sama patah hati karena hanya menjadi second lead dengan akhir tragis, keduanya dipertemukan dalam situasi yang tak terduga dan lantas menjalin hubungan abnormal atas dasar rasa benci. Rasa benci yang perlahan berubah menjadi percik...