“Level tertinggi dari mencintai seseorang memang mengikhlaskan pujaan hati kita untuk bersanding dengan wanita pilihannya. Namun sayangnya, pernyataan itu hanyalah omong kosong penenang hati. Karena pada realitanya, kita bukan merelakan mereka tetapi berusaha berpaling kepada cinta yang tepat.”
-Author-
—------------------------
"Maksudmu aku harus mengatakan segalanya sekarang?"
"Aku tidak akan memaksamu, An. Tapi menurutku kau hanya akan memperpanjang masalah jika tidak menyelesaikannya sekarang. Bayangkan kalau misalnya sejak dulu, kau maju berkata bahwa kau dan Marvin sudah selesai sejak lama. Maka situasinya takkan menjadi serumit ini dan kurasa semua ketakutanmu selama ini tidak akan pernah terjadi."
"Jadi kau berkata ini semua salahku?" tanyaku sedikit offensive terhadap ucapan Henry barusan.
"Bukan masalah salah atau benar tapi lebih ke bagaimana persoalan itu bisa terselesaikan, An."
"Kalau sejak Fio datang dalam kehidupan Marvin, seketika itu aku mengatakan semuanya, kau pikir aku mampu? Saat itu aku masih sangat mencintainya, Hen. Kau mungkin bisa melepaskan Fio dengan mudah tetapi aku tak mampu melakukan hal yang sama, Hen. Hubunganku dengan Marvin bukan berjalan 1 bulan 2 bulan tetapi 3 tahun. Aku mengejarnya selama itu dan kau pikir dalam sekejap aku bisa langsung melupakannya?"
"Buktinya saat sekarang, kau sudah bisa menerima semua ini padahal kau masih sangat mencintainya. Sedari awal kau itu bisa, An. Cuma kaunya saja yang tak ingin mengakui hal itu."
Deg. Disaat itu aku tahu bahwa perasaanku untuk Henry sama sekali tak pernah dianggap olehnya. Dia berpikir bahwa hatiku masih saja teruntuk Marvin dan bukan dirinya. Akupun cuma bisa tersenyum miris mendengar pernyataannya barusan. Andai saja dia tahu alasannya sebenarnya kenapa hatiku kuat untuk mengatakan semua ini sekarang. Itu semua karenanya.
Henry telah menjadi tempat pelindungan terbaik dari torehan luka yang diberikan oleh Marvin kepadaku. Menyembuhkan dan menyatukan kembali kepingan hati yang berserakan menjadi utuh lagi. Aku tahu hati yang hancur ini memang tak pantas untuk orang sebaik dirinya, hati yang sama layaknya seperti pakaian bekas tak layak guna lagi, namun apakah karena hal itu dia sama sekali tidak menyadari apa yang kulakukan selama ini tulus bentuk cintaku untuknya? Karena cintaku tak lagi memiliki nilai untuk dipandang olehnya.
Ada satu laki laki yang pernah sangat kucintai. Yang kuperlakukan dengan penuh kasih berharap dia mau menerima hatiku yang masih polos tak bercela. Memprioritaskannya dalam setiap aspek kehidupanku hingga tanpa sadar aku telah mengorbankan seluruh kepunyaanku demi mendapatkan cintanya. Cinta yang terlalu kutakutkan untuk gagal ternyata menyimpan bekas yang tak lagi bisa untuk kubersihkan dari lubuk hatiku saat cintaku kandas bahkan sebelum ada kata kita dalam kisah antara aku dan dirinya.
Namun sayangnya perasaan tulus ini tetaplah tak mampu menggerakkan hatinya sedikitpun. Aku hanya dianggap sebagai boneka pengisi kesendiriannya. Oleh seseorang yang mampu menyadarkanku bahwa rasa tak ingin kehilangan Marvin hanyalah sebuah ilusi keserakahanku karena dia adalah satu dari sekian banyaknya hal di dunia ini yang tak ditakdirkan untuk kumiliki. Mengeluarkanku dalam fase hidup dimana pemahamanku tentang cinta masih terlalu dangkal hingga tak bisa membedakan antara obsesi dan cinta yang tulus. Barangkali semua itu disebabkan karena perasaanku sudah terlalu bercela dimatanya. Maka dari itu dalam benaknya aku akan selalu menjadi wanita yang terlalu menginginkan apa yang bukan digariskan untuk diriku.
"Kau berkata benar. Akunya yang terlalu bodoh dulu." pungkasku menyiratkan nada emosi.
"Kau tidak terima dengan ucapanku barusan? Aku mengatakan yang sebenarnya, An. Aku yakin sampai sekarang kau juga masih ada perasaan dengannya tapi kau bisa mau untuk melepaskan semuanya itu karena kau tahu bahwa hidupmu akan lebih baik tanpanya. Iya-kan? Daripada memendam rasa sakit akan perasaan tak bisa memiliki selama bertahun tahun, kau merasa alangkah lebih baik jika kau benar benar kehilangannya seluruhnya daripada hanya memiliki raganya namun tidak dengan cintanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Goodbye
RomanceBerawal dari sama sama patah hati karena hanya menjadi second lead dengan akhir tragis, keduanya dipertemukan dalam situasi yang tak terduga dan lantas menjalin hubungan abnormal atas dasar rasa benci. Rasa benci yang perlahan berubah menjadi percik...