"Kau tidak mau menemaniku ke rumah Papa lagi?" tanyaku sembari bersiap diri untuk pergi ke rumah Papa agar aku bisa menyaksikan sendiri bagaimana Henry berusaha mendapatkan restu dari Papaku.
Aku sebenarnya masih cukup tidak yakin apakah dirinya akan datang atau tidak, terlebih selama ini janji yang dilontarkan sangat jarang dia tepati. Apakah kali ini dia benar benar membuktikan komitmennya? Atau dia kembali membohongiku dengan lantunan kata kata manisnya yang dilontarkannya sejak terakhir kali kita bertemu? Untuk menjawab keraguan itu tentu aku pergi melihatnya dengan kepalaku sendiri. Aku cuma bisa berharap dia tak lagi mengecewakanku dan membuatku berharap pada sesuatu hal yang palsu lagi.
"Malas. Terlebih harus melihat wajah brengsek dari lelaki pujaan hatimu itu. Biarkan saja dia dibuat menderita oleh permintaan papamu kepadanya. Aku cuma bisa berdoa, dia sekarat dan melarikan diri saja sehingga tak perlu berpura pura agar bisa meluluhkan hatimu yang gampang berubah ubah." ketusnya sembari menonton drama kesukaannya di TV kamarku.
"Hey! Jangan mendoakan yang jelek jelek begitu dong! Nanti kalau benar benar terjadi bagaimana? Kau ingin melihat papaku masuk penjara karena dianggap telah melakukan pembunuhan berencana." bantahku berbalik menghadapnya sembari memakai anting anting di telingaku.
"Kau juga-sih! Ngapain masih berharap pada lelaki bajingan seperti dirinya? Apa semua pilihan lelaki yang kutawarkan kepadamu belum cukup untuk mengganti posisinya di hatimu?"
"Sejak kapan aku mengatakan bahwa aku masih mencintainya dan mengharapkannya?" tanyaku pura pura polos.
"Tidak usah berbohong begitu, bahkan dari gerak gerikmu saja aku bisa melihat bagaimana cara dirimu menatap dirinya yang sangat berbeda dari caramu menatap lelaki lain. Apa-sih kehebatannya sampai seklepek klepek begini dengannya? Haruskah kita pergi ke dukun untuk mengecek apabila dia telah menanamkan susuk di tubuhmu hingga kau bisa jadi sebodoh ini?" timpalnya sembari memakan popcorn yang sontak membuatku cemberut.
Aku juga sebenarnya tidak tahu apa alasannya aku begitu mencintainya. Terlebih aku sampai rela mengorbankan diriku sendiri demi bisa mendapat hatinya. Hatinya yang sempat lari dari sisiku namun kembali secara perlahan kepada diriku. Mungkin karena perilakunya dulu yang membuatku merasa special tetapi jika hanya itu alasannya bukannya seharusnya hatiku melepaskannya disaat kutahu apa yang dilakukannya selama ini itu cumalah tipu daya. Tapi mengapa hatiku masih menggenggam erat namanya di relung hatiku? Serasa dirinya tak bisa melepaskan Henry untuk digantikan lelaki lain.
Entahlah, kurasa 1000 alasan yang kuutarakan untuk menjustifikasi penyebab diriku bisa begitu mencintainya takkan mampu menjadi alasan yang tepat. Alasan kenapa hatiku memilihnya dan membiarkannya untuk menjadi kendali dari hatiku yang bisa membuatku bahagia dan sedih disaat yang bersamaan. Pada kenyataannya cinta memang tidak butuh sebuah alasan, jika alasan itu tercipta, maka ketika alasan tersebut sirna, kita takkan mampu untuk bisa mencintai seseorang dengan cara yang sama.
"Apa terlihat begitu jelas?" ledekku menghampirinya dan mengambil popcornnya untuk kumakan satu.
"It's my popcorn, An. Not yours!" teriaknya seolah olah mengikuti salah satu dialog dalam drama Indonesia terbaru yang sedang viral.
"Kau benar benar menginterpretasikan dialog pemain utamanya dengan sangat baik. Bagaimana jika kau saja yang aktrisnya? Kurasa drama itu akan viral karena lawan mainmu kau hantam hingga koma." celaku tertawa sambil duduk di sampingnya selagi memasukkan beberapa barang yang kubutuhkan kedalam tas.
"Kurasa suamiku takkan berani melakukan hal semacam itu jika tak ingin dirinya hidup tanpa masa depan." sarkas Nana mengibaskan rambutnya.
"Kepedean sekali. Kau terlalu bar bar untuk menjadi wanita lemah lembut yang menciduk perbuatan suaminya dengan cara yang keren seperti itu." hinaku menyodorkan tubuhku ke arahnya seolah sedang meledeknya dan menjulurkan lidahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Goodbye
RomanceBerawal dari sama sama patah hati karena hanya menjadi second lead dengan akhir tragis, keduanya dipertemukan dalam situasi yang tak terduga dan lantas menjalin hubungan abnormal atas dasar rasa benci. Rasa benci yang perlahan berubah menjadi percik...