Setiap langkah yang diambilnya tuk berjalan lebih dekat ke arah kami, semakin susah helaan nafas yang kutarik. Serasa paru paruku tak lagi mampu untuk mengidentifikasi dimana keberadaan oksigen saat ini berada. Nafasku tercekat dan aku cuma bisa duduk mematung melihat mendekatiku atau lebih tepatnya mendekati wanita yang masih sangat dicintainya yang sekarang sedang duduk disampingku.
Apa yang kuharapkan dari seorang budak cinta papan atas yang tak bisa berpindah kelain hati hingga terbesit di pikiranku dia akan melewatkan hari terbahagia dari pujaan hatinya? Meski sejauh apapun jarak memisahkan mereka, Henry tentu akan berusaha semaksimal mungkin untuk kembali dan menemuinya. Berbeda halnya jika orang itu adalah aku, wanita yang sama sekali tak di liriknya. Tak sanggup berada dalam ruangan yang sama dengannya, akupun memutuskan untuk pergi dari situ saat dirinya sudah tepat berada di hadapanku. Dirinya yang terasa begitu mudah kini kujangkau, namun sayangnya hati kita terpisah oleh sebuah teluk yang membuat aku dan dirinya tak bisa bersatu.
Berjalan melewatinya hingga pundak kami terasa hampir saling bertabrakan satu sama lain, tetapi tentunya hal itu tak pernah terjadi hingga saat dimana pintu ruang tunggu tertutup dan wujud dirinya tak lagi bisa kulihat. Hati tentu begitu merindu. Tak bisa dipungkiri aku sangat merindukannya. Merindukan perhatiannya, senyuman bahkan candaan. Saat melihatnya kembali hari ini, aku sadar betul bahwa hatiku masih teruntuk dirinya. Tapi sayangnya ketika dirinya berada di hadapanku, aku kembali pergi menjauh darinya. Karena pertahananku runtuh begitu saja disaat dirinya berdirinya dihadapanku.
Sangat ironis bukan? Bahkan saat aku masih sangat membutuhkan kehadirannya, aku memutuskan untuk menghilang dari sisinya sebagai upaya preventifku agar perihnya luka tak lagi mengaburkan seluruh akal sehatku. Disaat itu yang bisa kulakukan cuma berusaha untuk mengatur setiap ritme detakan jantung yang terus menerus berdegup begitu cepat. Aku kemudian berjalan kembali ke venue dan bersikap seolah olah aku baik baik saja.
Memegangi dadaku beberapa kali sembari menatap lurus ke arah Marvin yang sedang bahagia menyalami setiap tamu yang datang. Melihat sorot kebahagiaan yang terpancar di matanya pastinya membuatku semakin iri dengan Fio, bukan karena mendapatkan Marvin yang dulu pernah sangat kucintai, melainkan karena dirinya bisa diberikan seseorang yang begitu mencintainya. Entah kapan takdir-kan memberikanku kesempatan tuk merasakan cinta yang sama dengan mereka.
Tiba tiba kurasakan sebuah tangan yang menarikku berdiri dan mengikutinya. Aku berteriak dengan suara lantang tetapi sayangnya musik yang dimainkan jauh lebih mengelegar dibandingkan suara jeritanku. Aku ditarik oleh seorang lelaki yang memakai jas hitam dengan tinggi 180cm dan dirinya membawaku ke balkon luar yang sepi pengunjung. Disitu perlahan dia melepaskan tanganku, lalu berbalik menatap wajahku dengan tatapan sendu.
"Apa yang kau inginkan, Hen? Cepat katakan! Aku tak punya banyak waktu untuk mendengarkan basa basimu." mendadak setelah aku mengatakan itu dia malah memelukku erat.
Menaruh wajahnya di ceruk leherku seakan ingin mengobati rasa kerinduan dalam dirinya. Aku berusaha untuk mendorongnya berulang kali meski hasilnya nihil. Dia tetap mendekapku dengan kehangatan yang sama seperti dulu yang teringat jelas di benakku. Barangkali inilah hal yang kutunggu tunggu selama ini, yang ingin sekali kurasakan kembali meski kutahu kecil kemungkinannya tuk terjadi lagi.
"Aku merindukanmu."
Setelah mengatakan itu dia melepaskan pelukannya dan kemudian menatapku nanar sembari memegangi kedua pundakku. "Apa kau tak merindukanku?"
"Kau pikir kau lelaki yang begitu berharga dalam hidupku? Yang perlu kuingat setiap saat ketika benakmu hanya terisi wanita lain. Rasa rindu itu tak pernah ada dalam kamusku, terlebih rasa yang harus kukhususkan untuk dirimu." bohongku sembari menghempaskan tangannya dari pundakku dan berjalan pergi meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Goodbye
RomanceBerawal dari sama sama patah hati karena hanya menjadi second lead dengan akhir tragis, keduanya dipertemukan dalam situasi yang tak terduga dan lantas menjalin hubungan abnormal atas dasar rasa benci. Rasa benci yang perlahan berubah menjadi percik...