Chapter 24

174 12 0
                                    

"Pa!" teriakku dengan mata melotot karena sejujurnya aku cukup kasihan dengan Henry. Dia seperti dijadikan budak oleh Papaku. Diam diam Papaku ini juga mengambil keuntungan dalam kesempitan meski aku tahu dia melakukan semua ini agar Henry tahu bahwa untuk memiliki tak segampang dirinya membeli barang di supermarket.

"Kau memintaku untuk memberikannya pekerjaan yang berat maka dari itu aku hanya menuruti kemauanmu saja." tuduh Papa kembali mengejutkanku.

"Aku-kan mintanya papa buat meringankan bukan……" sanggahku terpotong saat aku sadar apa yang barusan kukatakan.

Aku seperti membuka kartu bahwa apabila aku masih perhatian dengan Henry padahal aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap seolah olah aku tak lagi peduli dengannya. Aku menutup mataku kesal dan menggigit bibir bawahku serasa ingin meluapkan kekesalanku karena aku tahu ini adalah upaya Papa untuk mendekatkanku kembali dengan Henry yang tentu cukup berhasil menurutku.

Henry-pun tersenyum senyum sendiri setelah mendengar kata kataku dan Papa melirik ke arahku sambil menaikkan salah satu alisnya seakan mengatakan aku pintar-kan.

"Baiklah jika itu permintaan Om akan segera saya laksanakan." pungkas Henry selagi berjalan menuju kandang kuda dan singa yang berada beberapa petak dari rumah ini. Setelah melihatnya pergi, akupun memukuli papaku sambil ngedumel sendiri.

"Papa kenapa harus membuka kartu di depan dia-sih? Kan aku jadi tidak ada harganya dimata dirinya. Papa bilang jadi cewek, sudah sepatutnya jual mahal tapi ini buktinya papa sendiri yang menyodorkan anak semata wayangnya." kesalku memajukan bibirku sembari bersandar di sofa sontak menuai tertawaan dari Papa.

"Kau tahu alasan Papa mengatakan hal itu?"
"Terserahlah. Pokoknya Papa kejam! Masa anak sendiri di obral begitu!" selaku tetap cemberut dan memalingkan wajahku dari Papa.

"Karena Papa ingin dirinya semakin bekerja keras untuk mendapatkanmu, An." jawab Papa tetap tenang melihat sikapku yang marah dengan dirinya. Aku yang mendengar ucapan Papa barusan tentu bingung dengan hubungan antara dirinya yang mengumbar kebenaran bahwa aku masih peduli dengan Henry dan Henry yang semakin kerja keras untuk mendapatkanku.

"Kau pikir cowok tidak akan menyerah jika dia merasa tak ada gunanya melakukan semua ini?"

"Kalau begitu, dia bukanlah cowok baik baik karena dia tidak bisa memperjuangkan cintanya semaksimal yang dia mampu."

"Itu bukan masalah dia baik atau kurang baik, An. Setiap pria yang ada di dunia ini itu pastinya punya determinasi untuk mendapatkan apa yang dia inginkan namun bila determinasi itu tidak mendapat dukungan dari siapapun, cepat atau lambat dia akan memilih untuk mundur karena merasa tak ada yang peduli dan hasil yang dia dapatkan juga kurang memuaskan." urai Papa membuatku semakin mengerutkan dahiku dan mengalihkan atensiku kepadanya.

"Dengan mendengar bahwa aku peduli dengannya bisa membakar semangatnya begitu maksud Papa?"

"Betul sekali. Buktinya dalam kesuksesan seorang lelaki pasti dibelakangnya didukung oleh wanita yang hebat. Mengapa? Itu karena cowok perlu seorang penyemangat dalam hidupnya untuk terus maju. Kesendirian yang dialami cowok bisa saja memunculkan keinginan tetapi tanpa bantuan dari wanita, keinginan itu tidak akan memiliki fondasi yang kuat. Bisa saja sirna dan berganti dengan kemauan lainnya."

"Yang membuat seorang pria bertahan adalah wanita dan bagi Henry, orang itu adalah kamu, Anna. Ketika dia tahu masih ada harapan untuknya mendapatkanmu meski kau tidak secara langsung mengatakannya, dia akan berusaha keras supaya kamu mau bersamanya lagi. Walau rintangan yang dihadapinya tidak mudah, tapi Papa yakin Henry akan mencoba melewati semua itu saat dirinya tahu kamu akan menunggunya di perempatan jalan." jelas Papa panjang lebar membuatku mulai mengerti.

Hello GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang