"Kamu pesan bunga, An? Kenapa banyak kali? Kau mau hajatan atau melayat habis ini?" tanya Nana yang baru saja menginjakkan kakinya di kamarku dengan membawa sekantongan pesananku karena hari ini aku sedang malas untuk keluar dan hanya ingin bersantai menonton netflix dan bergelung dalam selimut.
"Memangnya kau pikir hari ini valentine atau white day sehingga aku harus menghabiskan uangku untuk hal hal tidak berguna seperti itu demi membahagiakan sisi kejombloanku?" sarkasku sembari menyemil satu bungkus keripik kentang yang kusimpan di antara pahaku.
"Terus diluar itu apa, An? Aku bahkan tidak menemukan jalan untuk bisa masuk kemari karena rumahmu sudah kayak taman bunga mawar merah." protes Nana yang cuma bisa kutanggapi dengan helaan nafas dan turun dari tempat tidurku dan berjalan keluar dari rumah diikuti oleh dirinya dari belakang.
Bahkan di hari liburku sekalipun, aku tidak bisa istirahat dengan tenang karena diganggu terus oleh hal hal aneh begini. Pada saat aku membuka pintu rumahku, mataku serasa ingin keluar dari tempatnya karena terkejut. Kupikir Nana hanya sedang menghiperbola saja terkait bunga mawar yang ada di depan rumahku namun nyatanya tidak. Rumahku benar benar dipenuhi mawar merah. Ada yang dijadikan buket bunga yang ditaruh didepan pintuku dan helaian daun mahkotanya berserakan di tengah jalan berbentuk seperti karpet merah.
"Kau yang pesan?" tanyaku kaget berbalik kehadapannya.
"Kalau aku yang membeli semua mawar merah ini, aku tidak mungkin menanyakan apakah kau sedang gila dan memesan demi melepaskan stressmu, An." bantahnya membuatku mengerutkan dahiku.
Saat aku tanpa sengaja menendang salah satu buket bunga, tiba tiba muncul suatu kartu ucapan yang jatuh ke lantai dan ketika aku mengambil kartu itu dan membacanya disitu tertulis,
'Hello my love, apakah kau suka dengan kejutanku? Kurasa aku perlu membuktikan ucapanku kemarin dengan tindakan seekstrem ini agar kau percaya? Bagaimana? Sudahkah kau percaya bahwa aku benar benar mencintaimu? Kau lihat semua bunga mawar yang kuberikan? Begitulah dirimu, An. Kau begitu indah layaknya mawar namun sayangnya durimu yang tersembunyi sangat menyakitiku disaat aku terlihat seperti mempermainkanmu. Aku harap kau mau menghubungiku setelah mendapatkan kejutan ini di nomor xxx-xxx-xxx-xxx. Aku tunggu kabarmu. Love you.'
Itu sontak membuatku tertawa kesal. Ini bukanlah pembuktian yang kuinginkan. Dia pikir dengan begini aku akan luluh begitu saja dan menghubunginya. Aku meremas geram dengan kartu ucapannya karena aku semakin marah dengan sikapnya yang sangat arogan. Seberapapun uang yang dikeluarkannya untuk melakukan semua ini takkan bisa menggoyahkan pendirianku yang masih sangat tersakiti dengan apa yang dilakukannya dulu, okay?
"Buang saja Na." tegasku membuang remasan kartu ke sembarang arah dan berjalan masuk ke dalam rumah.
"Kau gila?! Dimana aku harus membuang semua kekacauan ini? Tong sampah saja akan terkena polusi bila di limpahi bunga sebanyak ini, An. Memangnya siapa yang memberikanmu hadiah seaneh ini? Bahkan kau saja tidak suka dengan bunga mawar." geram Nana menghampiriku yang kembali berbaring di atas tempat tidurku.
"Orang depresi yang sedang ingin mengambil kembali hatiku yang sudah mati." gumamku sambil memakan kembali keripik kentangku dan melanjutkan film yang sedang kutonton.
"Bangsat itu?! Haruskah aku memblokirnya masuk kemari sehingga dia tidak selancang itu membuat kerusakan di rumahmu?"
"Kau sudah melakukan hal itu 6 bulan lalu Na dan tentunya tidak berhasil, kan? Karena setelah dia pulang ke New York, dia malah merecoki diriku dengan berbagai hal hal tak masuk akal begini. Sudahlah, bakar saja semua bunga pemberiannya atau panggilah tukang kebun untuk membereskan kotoran yang berserakan itu. Aku mau tidur. Keluarlah." perintahku sambil menutup mataku dengan film yang masih berjalan di hadapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Goodbye
RomanceBerawal dari sama sama patah hati karena hanya menjadi second lead dengan akhir tragis, keduanya dipertemukan dalam situasi yang tak terduga dan lantas menjalin hubungan abnormal atas dasar rasa benci. Rasa benci yang perlahan berubah menjadi percik...