Chapter 16

183 19 0
                                    

"Akhirnya aku bebas menghirup udara segar kembali setelah sekian lama." ungkapnya melebarkan tangannya seolah merayakan berita kepulangannya dari rumah sakit yang baru saja diumumkan oleh para dokter setelah menginap selama 2 hari disana.

Selama disana, tentu tiada hari tanpa mendengar keluhan dan gerutunya tentang kapan dirinya bisa pulang sehingga dia tak perlu dikurung lagi dalam ruangan 3x4m ini. Aku yang disampingnya cuma bisa mengelus dada bersabar dengan sikapnya yang seakan menjadikanku budaknya. Mengambilkannya remote dan air, menyuapinya hingga memijat kakinya. Benar benar aku dibuat menjadi suster perawat panti jompo kakek kakek dalam 2 hari ini.

Sebenarnya aku bisa saja menolaknya, tapi aku lebih malas mendengar tangisan dramatisnya yang mengatakan bahwa aku tak lagi peduli dengannya sehingga dengan terpaksa aku menuruti kemauannya. Meski pada awalnya, aku sedikit ogah ogahan untuk melakukannya, namun seiring berjalannya waktu, aku mulai terbiasa dan aku jadi bisa mengikuti semua keinginannya yang terkadang cukup absurd tanpa banyak keluhan.

Barangkali cintalah yang bermain cantik meracuni logika untuk tak lagi merasa keberatan. Karena aku mencintainya. Hanya karena satu alasan tak masuk akal yang dipakai hatiku hingga otakku bisa dibuatnya santai menghadapi semua tingkah tingkahnya yang terus berubah ubah. Membuatku menikmati semua momen kebersamaan kita berdua yang mungkin takkan terulang untuk kedua kalinya.

"Kau berbicara selayaknya telah dipenjara selama 20 tahun dan tak pernah bisa keluar untuk melihat pemandangan luar." cibirku menggelengkan kepalaku dan melipat tanganku di dada.

"Apa bedanya rumah sakit dengan jeruji besi? Sama sama membuatku tersesak dalam ruangan dengan tubuh yang dipenuhi infus. Tidak bisa pergi kemana mana dan bahkan mereka melarangku untuk memakan steak hingga mau tak mau makanan seenak itu menjadi santapan kucing sedangkan aku? Makan bubur muntahan itu lagi." kesalnya merajuk dan memoyongkan bibirnya.

Akupun tertawa mengingat momen kemarin saat dimana Henry baru akan menyantap makan siangnya, tiba tiba perawat itu datang dan melarang untuk dirinya makan karena masih belum sehat. Perutnya belum secara sempurna bisa mencerna makanan sekeras itu karena asam lambungnya ternyata telah menciptakan infeksi pada ususnya sehingga dia kembali diminta untuk makan bubur masakan rumah sakit lagi. Henry yang tentu sudah jijik dengan hidangan itu, menolak keras memakannya dengan berjuta juta alasan yang dikeluarkannya namun tetap belum berhasil meluluhkan hati sang perawat yang sama sekali tak terusik dengan tingkahnya. Untungnya saat malam hari ini, dia sudah diperbolehkan untuk memakan makanan luar walau masih sesuatu yang lunak seperti sup sehingga dia tak lagi membuat ricuh satu rumah sakit karena aksi mogok makannya.

"Jika 2 tempat itu sama maka kau bukan tidur di tempat tidur nyaman begini melainkan diatas lantai dingin berselimut kain tipis, Hen. Disini kau juga bisa jalan jalan ke taman rumah sakit, menikmati pemandangan bebungaan. Mana bisa disamakan dengan saat kau tinggal di penjara?" sambungku mulai berjalan untuk memasukkan semua barang kedalam tas yang kapan hari kuminta Nana bawakan kemari karena aku masih perlu menginap di rumah sakit untuk beberapa hari agar aku bisa menemani Henry.

"Cih….. Apa bagusnya taman yang bunganya sama sekali tidak dirawat? Paling sebentar lagi itu semua bunganya layu dimakan rayap." hina Henry yang barangkali punya dendam kesumat dengan rumah sakit ini karena dirinya yang terus dilarang untuk makan apapun yang dia inginkan.

"Hush! Jangan berbicara begitu, Hen. Kalau didengar orang bagaimana?" sahutku kaget membalikkan tatapanku kearahnya.

"Aku tidak menyebarkan hoaks. Memang betul mereka hanya merawat yang depan depannya saja sedangkan tanaman di belakang belakang halamannya  dibiarkan menguning begitu." protesnya dengan nada yang sengaja dibesar besarkan.

Akupun memutuskan untuk tak lagi menanggapinya dan cepat cepat merapikan barangku agar kita bisa keluar dari rumah sakit ini sesegera mungkin. Setelah semua barang telah tersusun rapi, akupun menutup resletingnya dan lalu berjalan keluar diikuti olehnya di belakang. Sesampainya di parkiran mobil, aku bergegas memasukkan tas bajuku di bagasi sedangkan Henry sudah masuk kedalam mobil karena dia ingin segera tak sabar ingin cepat cepat meninggalkan tempat ini.

Hello GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang