Suara itu tentu tak lagi asing ditelingaku. Aura pekatnya bak melingkupiku dan saat aku membuka mataku, matanya menyorot tajam dan memandangiku dari cermin yang ada di hadapanku saat ini. Ketika aku berusaha untuk melepaskan pelukannya dari leherku dia malah menelungkupkan kepalanya di pundakku dan mengeratkan pelukannya. Akupun cuma bisa pasrah menghela nafas melihat tingkah kekanak kanakkannya.
"Kau tahu kau seharusnya tak disini, kan?"
"Apa salah jika aku ingin menemui pacarku? Kerinduanku ini tidak tertahankan, An. Bahkan semenit tak bertemu denganmu, aku bak kehilangan oksigenku." gombalnya sembari melepaskan pelukannya dan duduk disampingku.
"Perlu kutekankan lagi Hen bahwa kau bukanlah pacarku. Dan satu lagi aku tidak akan luluh dengan ucapan manismu itu. Simpan saja untuk pacarmu nanti." cibirku memutar mata sambil berdiri meninggalkannya karena merasa kesal dia berkata begitu tapi hatinya yang sebenarnya bukan untukku.
Meski aku nyaman dengannya, aku tetap harus menjaga batasan antara kita berdua. Bagaimana jika aku nantinya baper dan patah hati saat dirinya tak bisa membalas perasaanku? Aku tidak mau untuk patah hati kedua kalinya baik pada orang yang sama ataupun berbeda.
Karena aku paham betul rasa ini akan memperbudakku untuk menjadikannya segalanya dan tentunya aku masih sangat trauma dia akan meninggalkanku seperti Marvin. Saat aku melangkah keluar dari ruangan, mendadak aku merasakan tangannya menyentuh tanganku dan menarik ke arahnya sehingga dia memelukku dari belakang dan menyembunyikan wajahnya di sela sela rambutku. Aku tentunya masih sangat terkejut dan tak bisa berkutik apa apa.
"Kau kesal aku mendatangimu kesini? Kau takut aku mengganggu pekerjaanmu? Memangnya aku dilarang untuk menemui seseorang yang dekat denganku? Padahal aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu disini. Tadi kau berkata kau tidak bisa menemui bukan berarti aku juga tidak boleh menghampirimu kemari-kan?" gerundelnya dengan suara yang dibuat dramatis.
Jika ada piala oscar untuk pria terdramatis di dunia nyata, mungkin dia paling pantas menerima piala itu. Aku kesal sedikit, dia sudah bersikap mengenaskan begini berusaha menarik simpatikku. Entahlah seakan kehidupannya penuh drama padahal kita hidup dalam dunia nyata bukan FTV Azab Indosiar. Akupun melepaskan tangannya dari pinggangku dan berbalik menatapnya sambil menaruh tanganku di dagunya agar bisa menatapku.
"Aku tidak marah tapi aku juga tidak mau berharap lebih, Hen. Aku tahu kau mengatakan itu tanpa maksud apa apa namun jika kau terus berkata begitu, aku mungkin saja salah paham. Aku enggan merusak hubungan kita karena perasaan yang berubah ubah ini, Hen." jelasku tersenyum kearahnya.
"Okay." pungkasnya memelukku erat.
"Tapi bukan berarti aku akan setuju untuk kau mengusirku dari sini." bisiknya di telingaku dan dari jauh kita terlihat seperti akan berciuman dan sesuai dugaan kalau hari ini benar benar bukan hari keberuntunganku karena tiba tiba seseorang masuk ke ruanganku.
"Miss Ann…." panggilnya terhenti saat melihat posisi kami yang begitu intim.
Dengan muka yang sedikit menganga dan Henry yang menatapnya tajam sehingga dia bergegas keluar dan menutup pintu menimbulkan suara lantang. Akupun mendorongnya menjauh dariku dan mencemberutkan mulutku.
"Gara gara kamu, Hen! Mereka salah paham! Bagaimana ini?" tuduh melipat tanganku di dada.
"Tidak apa apa, An. Biarkan saja mereka berpikir atas perspektif sendiri. Toh biarpun kau berusaha menjelaskan sesuatu mereka hanya akan percaya dengan apa yang mereka lihat. Lagipula aku baik baik saja menjadi simpananmu." tekannya menyiratkan candaan didalamnya dan mencium pucuk tanganku lembut.
Gila ya? Siapa juga yang ingin menjadikannya simpanan? Aku tidak sedang bercita cita untuk membuka harem penuh dengan lelaki tampan. Terdengar sangat menarik cuma aku masih sangat waras untuk memiliki seorang pria saja dalam hidupku. Aku tidak membayangkan gosip seperti apa akan kuterima saat seseorang membeberkan momen berdua kita ke publik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Goodbye
RomanceBerawal dari sama sama patah hati karena hanya menjadi second lead dengan akhir tragis, keduanya dipertemukan dalam situasi yang tak terduga dan lantas menjalin hubungan abnormal atas dasar rasa benci. Rasa benci yang perlahan berubah menjadi percik...