"Kau tahu kau tidak seharusnya senang menerima tawarannya-kan? Kau sudah lupa kau tunangannya siapa? Bagaimana jika orang berpikiran negatif tentang dirimu? Tukang selingkuh? Pelakor? Cewek genit? Kau tidak pikirkan semua itu?" julid Nana menyipitkan matanya menatap kesal dengan tingkahku yang berceloteh dan menyanyi kaya orang dilanda jatuh cinta.
Aku terus bersenda gurau menghiraukan larangannya yang sedari tadi memintaku untuk jangan terlalu dekat dengannya. Nana tentunya tak ingin aku menaikkan harapanku pada orang yang salah terlebih Henry yang juga masih berhubungan dengan Fio. Apalagi menghancurkan karirku dengan skandal perselingkuhan tapi satu hal yang terus ada dibenakku, aku juga ingin bahagia.Menikmati kehadiran seseorang lelaki yang membuatku merasa spesial. Aku tidak mau menyia nyiakan kesempatan ini demi gengsi. Lagipula jika ada media yang menangkap kami berdua, aku bisa dengan mudah meminta Marvin untuk maju duluan. Toh bila mau dikaitkan dengan pengkhianatan maka dirinya lah yang duluan yang melakukan dan bukan aku.
"Kau pikir dia benar benar peduli denganmu? Sadar, An! Dia hanya menjadikanmu pelarian. Dia memperlakukanmu begini karena tak sempat untuk melakukan hal yang sama dengan Fio dan sekarang kau malah bertingkah baper terhadap sikapnya yang belum tentu tulus. Dia itu 11 12 dengan Marvin, An. Dia itu cuma akan menyakitimu. Mundurlah sebelum kau tersakiti untuk 2 kali!" marah Nana berdiri dan menghentakkan kakinya jengkel disaat aku cuma asyik menyisir rambutku dan melihat diriku ke arah cermin.
Aku cuman mendiaminya menganggapnya sebagai rumput bergoyang. Sejujurnya aku paham betul kekhawatiran Nana karena aku juga belum tahu pasti dengan sifat maupun perasaan Henry yang sebenarnya. Tapi aku tidak mau berpikir terlalu jauh, toh sejujurnya kami saling memanfaatkan untuk menjadi pelarian satu sama lain. Aku tidak masalah menjadi pengganti Fio selama dia bisa membahagiakanku.
"Kenapa kau berpikir terlalu jauh-sih, Nana. Aku cuma diajak makan malam biasa, Na bukan sedang akan melakukan pertunangan. Santailah, lihatlah penampilanku. Apakah aku sudah terlihat cantik?" tanyaku penasaran membalikkan wajahku kearahnya yang masih cemberut.
"Stop, An! Aku tidak akan mengizinkanmu keluar. Aku sudah melihat gelagatmu seperti orang yang dimabuk cinta, An. Aku kenal betul sikapmu saat ini sama persis dengan saat saat kau masih mencintai Marvin. Jujurlah, kau sudah mencintainya-kan?" pertanyaan itu juga membuatku bingung.
Apa aku sudah mulai punya perasaan dengan Henry? Aku menatap diriku di cermin dan saat aku menelisik lebih dalam dari sorot mataku saat mengingat Henry, pupilku yang mulai membesar dan diriku yang semakin dag dig dug tidak jelas seakan menjadi bukti perasaanku pada Henry. Aku tidak mungkin mencintainya. Aku mencoba mengelaknya. Mengelak perasaan yang tiba tiba muncul ini. Aku cuma menanti kehadirannya yang selalu berhasil membuatku tersenyum.
"Bicara omong kosong apa kau ini, Na! Aku tidak mencintainya okay? Kenapa kau tidak ingin sekali membiarkanku bahagia? Aku cuma ingin bermain main saja, Na. Aku tidak sedang mencari pasangan hidup. Aku hanya menginginkan penemani waktu luangku. Tidak ada salahnya, bukan? Aku juga akan membagi waktu dirinya dan pekerjaan. Jadi tenang saja dan kurasa kau tidak usah untuk mengungkit masalah perasaan. Semua itu urusan nanti, gampanglah." kelitku santai berjalan duduk disampingnya dan menatapnya sembari tersenyum.
"Memang tidak salah, An. Tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Aku bukan mengkhawatirkan waktumu yang hilang. Aku yakin kau tahu dengan prioritas apa yang harus kau utamakan, yang kukhawatirkan adalah perasaanmu, An."
"Perasaan yang bak kabut yang dengan mudahnya mengaburkan matamu untuk sadar dia bukanlah yang terbaik untukmu. Kau sendiri yang paling tahu dirimu bahwa kau mudah sekali mencintai seseorang yang memperlakukanmu dengan baik. Kau masih sangat amatir dalam urusan percintaan dan aku tidak mau kau sampai diperdaya dengannya." jelas Nana memegang tanganku erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Goodbye
RomanceBerawal dari sama sama patah hati karena hanya menjadi second lead dengan akhir tragis, keduanya dipertemukan dalam situasi yang tak terduga dan lantas menjalin hubungan abnormal atas dasar rasa benci. Rasa benci yang perlahan berubah menjadi percik...