Keesokan harinya, Junghwan masih mendiami Yedam. Bukan karena marah tapi ia merasa bersalah pada sang kakak. Junghwan bahkan tak sarapan dan langsung pergi. Tapi Yedam yang baru keluar kamar melihat kepergian sang adik yang tidak membawa bekal yang sudah ia siapkan dan juga tidak memakan sarapannya. Dengan bergegas Yedam memanggil Junghwan
"Hwan-ni kenapa tidak sarapan?" Tanya Yedam sedih sambil memegang bekal yang disiapkan
"Aku akan sarapan di kampus" jawab Junghwan yang bahkan tak melihat Yedam
"Tapi bekalnya?, Apa hwan-ni masih marah pada nuna?" Tanya Yedam menyodorkan bekal untuk sang adik
Tapi Junghwan masih saja diam. Ia tak menjawab ataupun berpaling melihat sang kakak. Junghwan hanya ingin kakaknya mengerti tentang perasaan nya yang tak mau meninggalkan sang kakak sendirian di Korea.
"Nuna tidak melarangmu sarapan dikampus, tapi setidaknya bawalah bekal ini yaa...aku mohon..." Kata Yedam tersenyum sendu
Junghwan yang masih tak melihat kakaknya langsung mengambil bekal dan pergi dari sana. Yang biasa pamit dengan ciuman hangat yang ia berikan pada Yedam kali ini tidak ada.
"Aku pergi..." Kata Junghwan dingin
"Iya, hati-hati hwan-ni..." Kata Yedam sambil menghela nafas kasar
Yedam tau adiknya perhatian tapi rasanya menahan Junghwan sudah sangat keterlaluan. Yedam tak mau Junghwan melewatkan kesempatan yang memang sangat baik untuk masa depan Junghwan.
Yedam pergi bekerja dengan fikiran yang masih tak tau kemana arahnya. Walaupun fokus tapi ia tetap sesekali menatap sekitar dengan sendu. Yedam akhirnya terdiam di ruang kantor Haruto dengan bersandar di rak buku yang besar disana
"Ternyata ruangan dengan dominasi warna gelap begini bisa membantu fikiran tenang sedikit" kata Yedam tersenyum sendu
Ternyata suasana hatinya kali ini cocok dengan tempat gelap yang memang suram bagai aura kegelapan disebuah cerita penjahat.
Yedam memejamkan matanya dan menarik nafas dan membuangnya perlahan beberapa kali. Meditasi sesaat cocok untuknya saat ini itu fikirnya. 10 menit Yedam masih di posisi yang sama dan tanpa sadar 5 menit terakhir Haruto masuk dan melihat Yedam yang sedang bermeditasi. Tanpa mengganggu Haruto hanya melihat Yedam yang menghirup dan membuang nafasnya beberapa kali
"Seperti nya ia sedang bermeditasi...
Aku akan memperhatikan makhluk cantik ini dulu tanpa mengganggu...indah sekali ..." Kata Haruto tersenyum tipis dan menatap Yedam yang masih menutup matanya"Oke,,,,,huft..... selesai" kata Yedam perlahan membuka matanya dan terkejut melihat Haruto yang tengah menatapnya intens
"Sepertinya kau sedang banyak fikiran ...." Kata Haruto dengan wajah datar kembali
"Ahh...maaf tuan...tidak ... Saya akan pergi dari sini" kata Yedam bangun dan membungkuk sopan
"Buat apa pergi?...." Tanya Haruto cuek
"Tuan disini, dan tuan pasti sedang ada pekerjaan , jadi saya akan keluar dan tidak mengganggu anda" kata Yedam menjelaskan dengan sopan
"Temani aku saja, tak perlu pergi" kata Haruto menggenggam tangan Yedam dan membuat Yedam merasakan kontak listrik dari tubuhnya
Terkejut dan diam membeku itu ekspresi Yedam. Degup jantung yang tak bisa ia kontrol. Dan juga tangan Haruto yang tak ia tepis. Ia bingung sekarang. Sampai akhirnya Hyunsuk masuk dan mengagetkan Haruto dan yedam. Hyunsuk juga sudah berfikir negatif bahwa Yedam akan disakiti oleh Haruto melihat Haruto menggenggam tangan Yedam
"Yakk!!! Sudah kubilang jangan sakiti dia!!!" Teriak Hyunsuk murka dan menepis tangan Haruto
"Apaan sih...." Kata Haruto dingin

KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA (Hajeongdam) (GS)
FanfictionBagaimana cara Yedam mengahadapi dua kakak beradik adalah mafia besar yang kejam. Yedam gadis biasa yang tengah mencari pekerjaan baru untuk sekolah adiknya. Tapi satu-satunya pekerjaan yang memiliki bayaran tinggi adalah menjadi salah satu pelayan...