10

790 78 11
                                    

*****

Ketika Xiao Yi hampir empat bulan, Xiao Zhan tiba-tiba ingin kuliah kembali. Dulu dia setuju akan menunggu sampai Xiao Yi berusia enam-tujuh bulan, sampai dia sudah boleh diberi makanan tambahan. Tapi kini, tidak boleh tidak, dia ingin kuliah. Yibo menjadi bingung.

"Kau tahu akibatnya bagi Xiao Yi?"

Xiao Yi mendengar namanya dipanggil, segera menoleh dan memandang ayahnya, lalu tertawa, dan membalikkan badannya dengan susah payah.

"Dia sudah pandai telungkup," gumam Yibo

"Apa cek itu masih kurang?"

Xiao Zhan merah padam. Cek itu merupakan rahasia di antara mereka berdua. Yibo tidak pernah mengatakannya pada siapa pun dan Xiao Zhan rupanya begitu juga. Pada ibunya, dikatakannya, Yibo memberinya uang itu setiap bulan dan ibunya menganggap hal itu wajar.

"Bukan soal uang. Aku ingin kuliah lagi. Titik. Xiao Yi harus kau ambil."

"Oke kau kuliah lagi. Tapi anak ini toh boleh tetap di sini? Ibumu pasti tidak keberatan mengurusnya, sebab kalau aku tidak salah, selama ini pun Ibu yang merawatnya. kau kan cuma tukang susu?!"

Xiao Zhan tersenyum masam.

"Tidak. Dia menggangguku."

"Mengganggu bagaimana?"

"Aku tidak bisa belajar dengan tenang. Dia akan menangis dan minta perhatian."

"Kau kan tidak belajar terus menerus?"

"Tapi aku akan ingin bermain-main dengan dia dan melupakan diktat-diktat."

Yibo tertawa.

"Salahmu sendiri. Biarkan dia main dengan orang lain."

"Tapi aku tertarik padanya. Aku tertarik pada setiap anak kecil. Aku menyukai mereka. Dan aku khawatir bila terlalu lama di sini, aku tidak akan sanggup melepaskan diri darinya dan... dan itu akan menyulitkanku di kemudian hari."

"Kau mulai menyukai anak itu?"

"Ya," sahut Xiao Zhan pelan, sambil menunduk.

"Ya, ya, aku menyukainya dan mencintainya. Tapi kau jangan senang dulu. Itu wajar. Setiap orang menyukai dan mencintainya."

Secara kebetulan, keduanya menoleh ke arah boks. Xiao Yi sedang menjilat-jilat bola merahnya. Xiao Zhan membuang pandangannya ke samping supaya Yibo tidak melihat air matanya.

"Baiklah," kata Yibo akhirnya.

"Kalau anak ini menghalangimu, aku akan mengambilnya. Tapi tidak mungkin cepat-cepat. Aku mesti membuat persiapan dulu dan kau mesti datang ke rumah untuk mengatur kamarnya. Aku akan memerlukan seorang pengasuh yang berpengalaman. Ibuku tidak mungkin merawatnya."

"Kenapa kau tidak pindah ke rumah orang tuamu?" tanya Xiao Zhan dengan sedikit simpati.

"Dengan begitu kau tidak usah repot-repot."

Yibo menggeleng.

"Aku sudah berumah tangga, meskipun,-" dia tersenyum memandang mantan istrinya "rumah tangga itu sudah jadi puing. Aku tidak mau menyusahkan orang tuaku lebih banyak. Cukup, ketika aku belum menikah." Dipukul-pukulnya kepalanya, lalu dilihatnya Xiao Yi mencoba meniru-niru gerakannya. Yibo tersenyum dan mengangkatnya dari boks.

"Awas, jangan kau manjakan," kata Xiao Zhan.

Yibo menciumi anak laki-lakinya. Xiao Yi tertawa sambil berteriak-teriak. Xiao Zhan memandangi mereka berdua.

"Mungkin. . .mungkin kau dapat membawanya kemari setiap hari Sabtu dan Minggu dan hari-hari libur."

"Oh, tentu. Betapapun bajingannya aku, aku tidak ingin anakku melupakan ibunya yang manis dan baik hati."

XIAO ZHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang