13

814 88 19
                                    

Pukul setengah sepuluh Xiao Zhan tiba dirumah Yibo. Di depan pintu sudah menanti mertuanya.

"Di kamar," bisiknya.

"Yibo dan ibunya ada di dalam sejak sore."

"Dan dokter?"

"Sudah pulang jam delapan tadi. Dia akan kembali bila kita meneleponnya."

Mertuanya mengantarnya ke kamar dan membukakan pintu. Xiao Zhan tertegun. Yang terbaring di situ bukan Xiao Yi yang lincah dan gemuk, tapi seorang anak yang kurus dan pucat. Tiba-tiba matanya serasa basah. Ditahannya tangisnya, lalu dia maju ke tempat tidur. Anak itu dalam keadaan demam. Badannya panas.

"Tiga puluh sembilan," kata ibu mertuanya ketika Xiao Zhan meletakkan tangannya di atas dahi anaknya. Xiao Zhan mengangguk.

Yibo duduk di samping tempat tidur dan tidak melepaskan pandangannya dari Xiao Yi. Xiao Zhan meliriknya dan mendapatinya amat pucat dan tampak tua.

Xiao Zhan memeriksa lidah anaknya dengan senter.

"Tipus!" katanya kaget.

"Iya," kata ayah mertuanya sedangkan ibunya sudah menangis.

"Dia mencarimu terus, Zhan. Tapi ayahnya tidak mau membawanya ke rumahmu. Dia menangis berjam-jam tiap malam. Tengah malam sering kali terbangun dan memanggil-manggilmu. Dia tidak mau makan. Tidak mau minum susu. Tidak mau bermain. Akhirnya dia.. "

Xiao Zhan menggigit bibirnya dan tidak berkata sepatah pun. Mertuanya sekarang menangis tersedu-sedu. Xiao Zhan menunduk terus dan memperhatikan wajah anaknya. Kepalanya hampir beradu dengan kepala Yibo yang juga menunduk di dekatnya. Tiba-tiba Xiao Zhan melihat setetes air mata jatuh di atas selimut. Yibo!

"Sudah berapa lama ini?" tanyanya dengan suara parau.

"Sepuluh hari," sahut ayah mertuanya.

"Baiklah, Ibu dan Ayah beristirahat sekarang. Saya akan menjaganya di sini. Kalau suhunya cepat turun, pasti tidak ada bahaya apa-apa lagi."

"Maaamaaaa..." erang Xiao Yi perlahan-lahan.

Xiao Zhan berlutut di samping tempat tidur dan membisikkan sesuatu ke telinga anaknya dan jari-jarinya yang biasa membelai pasien-pasiennya, kini membelai rambut Xiao Yi yang kusut.

"Itu! Sebentar-sebentar dia mengerang seperti itu," kata mertuanya sambil menyusut hidungnya.

"Sudahlah, Bu. Ibu tidurlah sekarang." Dan kedua orang tua itu keluar pelan-pelan.

Sekarang Xiao Zhan duduk di atas kursi berhadapan dengan Yibo. Xiao Zhan duduk di sebelah kiri tempat tidur. Yibo duduk di sebelah kanan. Di samping Yibo terletak sebuah kom berisi air es.

"Berikan padaku kom itu," kata Xiao Zhan.

Yibo memberikannya tanpa memandang sedetik pun wajah Xiao Zhan.

Tiap semenit, Xiao Zhan mengganti kompres anaknya dengan rajin. Tidak teringat olehnya bahwa dia belum makan sejak tengah hari. Tidak teringat olehnya bahwa dia sudah dua malam tidak tidur. Dan tidak teringat olehnya bahwa besok siang dia akan terbang ke Sidney, lalu ke Perth.

"Bunda, saya berjanji akan tinggal terus dengan mereka asal Yiyi tertolong. Saya tahu sekarang, saya amat mencintai anak ini. Bunda Maria, saya mengakui kesombongan hati saya sajalah yang telah menghalangi saya mencintainya dan mengakuinya sebagai anak saya sendiri. Tolonglah dia. Tolonglah dia, Tuhanku. Bundaku. Anak ini tidak bersalah. Anak ini murni. Dan saya amat mencintainya. Berilah saya kesempatan. Asal dia tertolong, saya berjanji takkan meninggalkannya lagi untuk selamanya."

XIAO ZHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang