16

789 72 28
                                    

Enjoy reading 💅

*****

Jingyu berdiri di depan rumah Xiao Zhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jingyu berdiri di depan rumah Xiao Zhan. Sebagai seorang arsitek yang mahir, diperhatikannya rumah itu. Cukup lumayan, gumamnya. Tentu saja dia tidak akan membuat pintu garasi serupa itu. Mobilnya di Perth selalu masuk sampai ke beranda di belakang, di depan kolam renang. Dan bagian samping rumahnya mempunyai pintu yang istimewa. Halaman muka rumahnya empat kali seluas rumah di hadapannya. Penuh mawar. Di halaman belakang, orang dapat berkemah dan itu biasa dilakukannya pada malam-malam musim semi. Teman-temannya datang dan mereka memanggang daging. Semua itu direncanakan dengan amat teliti. Semua itu untuk bidadarinya, untuk malaikatnya, untuk Sean. Semua itu untuk pengantinnya yang tidak pernah muncul. Dibukanya pintu halaman. Hm, bukan begini membuat pintu yang baik.

Jingyu tahu, itu pekerjaan tukang besi biasa. Pintu rumahnya di sana membuka secara otomatis. Itu supaya, kalau Sean pulang berbelanja sendirian, penuh dengan kantung-kantung makanan, dia tidak perlu meletakkan dulu bungkusannya lalu membuka pintu. Di pinggir pintu terdapat kamera interkom yang menyampaikan gambar-gambar ke dapur, bila ada orang berdiri di muka pintu. Itu untuk memudahkan Sean melihat siapa yang membunyikan bel.

Jingyu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, lalu berjalan ke pintu kaca. Ditekannya bel. Bukan begini. Seharusnya dipasang interkom dan di dapur dipasang layar kecil. Tentu saja itu mahal. Mahal sekali. Tapi apakah cukup mahal sehingga tidak dapat diberikannya untuk Sean? Cintanya. Hidupnya. Hari depannya. Pintu terbuka. Seorang anak laki-laki menggendong beruangnya. Jingyu mengeluarkan tangan kanannya.

"Hallo..." Ditelannya liurnya dengan susah payah lalu cepat-cepat disambungnya,

"Xiao Yi..."

Xiao Yi membalas senyumnya dan mengulurkan juga tangannya. Jingyu menjabatnya erat-erat.

Bukan begitu, seharusnya kau kupeluk dan aku akan mengayunkanmu dan beruangmu itu tinggi-tinggi ke langit dan kau akan memanggilku, Papa. Bukankah begitu rencana dulu-dulu.

"Mama ada?"

Xiao Yi mengangguk.

"Tidur. Paman sakit?"

Tiba-tiba Jinyu tertawa.

"Sakit? Xiao yi, paman sudah lama sakit...."

"Tapi paman harus tunggu sampai jam setengah lima."

"Kenapa?"

Xiao Yi menunjuk ke arah paviliun. Di situ terpancang papan praktek ibunya.

"Setengah lima. Ya, setengah lima. Oke, paman mau tunggu. Boleh duduk?"

XIAO ZHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang