12

13.1K 609 21
                                    

Posesif - naif
.
.
.
Pagi menjelang Naren bangun lebih dahulu dibandingkan Arka yang saat ini masih memeluk tubuh nya erat. Earphone yang terpasang di telinganya juga sudah dilepas oleh Arka entah kapan mungkin saat Naren sudah tertidur pulas saat dimalam hari.

Naren tidak memperdulikannya, ia cukup nyaman saat itu. Yang ia harap Arka tidak mengetahui bahwa ia menangis saat itu.

Naren mengangkat tangan Arka yang memeluk nya erat. Agar agar ia bisa bangun dan memulai aktivitas yang biasanya dilakukan oleh Naren.

Demamnya sudah turun, dan Naren merasa tubuhnya sudah dapat beraktivitas seperti biasa nya. Saat sudah berhasil Naren menuju ke toilet untuk mencuci muka dan menggosok gigi.

Saat sudah merasa bersih Naren berjalan kearah dapur untuk membuatkan sarapan untuknya dan Arka. Naren hanya membuat sarapan yang cukup simpel ia membuatnya sandwich dan segelas kopi untuk Arka dan susu untuk dirinya sendiri.

Saat membuat omlet Naren dikejutkan dengan sepasang lengan kekar yang memeluknya dengan sangat erat di pinggangnya. Dengan nafas hangat yang di keluarkan di sekitar tengkuk leher Naren.

"Kenapa Ka?" Tanya Naren halus saat sudah meredam kekagetannya.

"Gapapa, gua bangun lu nya udah gak ada Gua kira kenapa, masih sakit?" Tanya Arka balik.

"Udah gapapa kok. Kamu bisa duduk di Sanah aku mau buat sarapan dulu" Naren menunjuk salah satu bangku yang ada di meja makan. Arka melepaskan pelukannya dan berjalan kearah yang ditunjukkan oleh Naren. Tetapi sebelum itu Arka memberikan ciuman di bibir Naren baru mau melepaskan pelukannya.

Sekarang Naren merasa tidak nyaman karena Arka yang terus menatapnya dengan intens dari tempat duduknya. Seakan-akan Naren adalah makanan yang sangat nikmat bagi predator.

Sedangkan Arka terus melihat kearah Naren. Meneliti setiap lekukan tubuh yang sangat indah dipandangnya. Bukankah Naren sangat indah dibandingkan perempuan diluar Sanah.

Bibir merah, hidung mancung, mata seperti kucing dan tubuh ramping yang sangat pas di dalam pelukannya. Semuanya terasa sangat indah dibenaknya.

Arka melihat kearah tengkuk leher Naren yang masih ada tanda kepemilikannya yang tercetak dengan jelas warna merah yang dibuatnya.

Bagi Arka, Naren seperti kanvas putih bersih yang hanya bisa di beri warna sesuai kehendaknya. Jalan hidupnya  sudah di tentukan oleh Arka dengan begitu baik. Tidak ada celah yang bisa merubahnya. Kecuali jika orang itu mau menanggung rasa sakit yang akan diberikan Arka.

Arka melihat kearah Naren yang seperti sanggat tidak nyaman karena Arka yang terus menerus menatapnya dengan sangat intens. Arka sanggat menikmati kondisi tersebut.

Kondisi dimana mangsanya merasa dirinya berada didalam kendalinya, seperti burung yang terperangkap di dalam sangkarnya.

Arka terus melihat kearah Naren hingga sarapan yang dibuat selesai dan tertata rapi di atas meja. Dan Naren duduk didepannya. Arka memulai memakan sandwich dalam diam Menikmati makanan nya begitu pun dengan Naren.

"Mau ikut?" Tanya Arka tiba-tiba.

Naren yang kaget hampir tersedak mendengar ucapan Arka "apa?" Tanya Naren memastikan.

"Mau ikut?" Jelas Arka kembali.

"Kemana?".

"Gak tau, cuma sekedar menghirup udara segar. Lu mau ikut?".

Naren menganggukkan kepalanya dengan semangat. Sangat jarang sekali Arka mengajak nya duluan untuk berpergian "mau".

Arka sedikit tertawa pelan melihat tingkah Naren yang terlihat sangat senang karena diajak keluar dari rumah. Naren terlihat seperti anak anjing yang terlihat patuh pada tuannya.

OBSESSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang