5. Worry

1.1K 97 2
                                    

===

Jam 5 sore, biasanya aku akan menghabiskan waktu di kamar sambil memandangi komputer ku, aku suka menaikkan level game ku. Itu adalah sebuah tantangan sendiri untukku dan terlebih lagi aku tertarik dengan level level itu, bahkan sampai ku lupakan kalau masih ada yang lebih penting dari pada level level itu, seperti menaikkan nilai ulangan misalnya.

Waktu cepat berlalu saat aku menghabiskan waktu bersama handphone dan komputer ku, aku rela bangun jam 4 atau 3 subuh hanya karena aku rindu menekan tombol tombol itu, walaupun 5 jam sebelumnya aku baru saja menyentuhnya.

Aku selalu melakukan itu tanpa sepengetahuan keluarga ku, aku bisa menyembunyikan hal hal kecil seperti itu dari mereka, bangun jam 4 subuh adalah rutinitas ku, satu jam memandangi layar itu sudah seperti sarapan ku.

Tapi sekarang setiap aku menatap layar itu pikiranku akan selalu tertuju kepada laki laki pemilik senyuman manis disekolah, dia bisa tahu akun mana yang aku gunakan, dia Intel?

Tadi dia mengirim ku pesan 'Siap siap, nanti gue jemput' katanya gitu, seakan perintahnya mutlak aku mengikutinya.

Aku bersiap siap, aku mengikat rambutku kepang twin tail lalu aku gunakan sedikit perhiasan dimuka, ya biar ga dekil dekil amat, setelah itu aku kenakan kaos hitam lengan pendek dilapisi cardingan rajut berwarna cokelat lalu aku pakai celana kulot yang warnanya selaras.

Tidak butuh 20 menit bagiku untuk bersiap dengan baju yang sangat simple ini, aku tidak menambahkan hal lain karena aku sudah tau penampilan terbaikku memang hanya segini.

Terakhir aku membawa tas selempang lalu memasukkan handphone dan uang kesana, bisa habis aku kalau sampai di apa apain sama Kashel kan?

Aku menuruni anak tangga satu demi satu, pandangan ku langsung bertemu dengan ayah. Ayah tersenyum simpul melihatku.

"Wahh cantik sekali anak ayah."

"Nggak yah biasa aja ini."

Aku memandangi jam yang berada di atas televisi, menunjukkan jam 17.05 disana harusnya sih sebentar lagi dia menjemput ku.

"Udah bawa uangnya dek?" Ayah bertanya padaku.

"Ada yah, sudah." ujarku cepat.

"Kurang gak? ambil tuh di dompet ayah, di kamar cepat." Kata ayah, aku langsung menggeleng.

"Nggak usah yah punya ku cukup." Aku menolak ayah bukan karena aku tidak enak, tapi aku menolaknya karena aku sudah terlalu malas pergi ke kamar ayah dan bunda untuk mengambil uang itu.

"Oh ya sudah kalau gitu."

"Mana dek teman mu itu?" Bunda yang duduk di sofa bersama ayah bertanya padaku.

"Tunggu aja bun bentar lagi tuh." Aku membalas kepada bunda.

"Dari kelas apa dia dek? ganteng ga orangnya?"

Aku spontan mengangguk kepada bunda "Iya bun dia ganteng, dari kelas sebelas IPS 1 bun." Ucapku terus terang.

"Wah ini beneran dia bukan pacarmu?"

"Iya bun.. kok gak percaya anaknya sih?"

"Mana tau kan kamu diam diam punya pacar, lagian dek kamu ga pernah dekat sama cowo jadi mencurigakan aja gitu tiba tiba dekat sama cowok." Bunda memandang ku curiga aku hanya menghela nafas, karena yang dikatakan bunda memang ada benarnya.

NOO!TICEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang