16

5.6K 702 49
                                    

Syarat yang harus dipenuhi Gyan adalah bisa meluluhkan putra sulung calon istrinya, dan sejauh ini pria itu belum berhasil dan keluarganya sudah mendesak agar pernikahan segera dilaksanakan. 

Hari ini kedatangan laki-laki itu untuk membicarakan perkara yang telah disepakati dengan keluarganya, Gyan tidak akan merasa tapi menyampaikan seraya bermusyawarah untuk mencari jalan keluar.

Namun Fara tetap pada prinsipnya. "Mungkin aku tidak akan menua bersama anak-anak, tapi  aku akan merasa bersalah jika mengikuti kemauanku tanpa mempertimbangkan perasaan mereka." terutama Ardi, anaknya sudah memasuki usia remaja emosional tidak tertebak dan anaknya itu juga pintar membaca keadaan.

"Aku pernah membuat mereka kecewa, sejak saat itu aku berpikir tidak akan mengulanginya lagi."

"Lalu kita akan begini terus?"

Fara tidak mau egois baik untuk dirinya sendiri, anak-anak dan pria yang selama ini ada di sisinya.

"Aku tidak keberatan karena selama ini tidak merasa dirugikan." itu jawaban untuk dirinya sendiri sedangkan untuk Gyan, "Dan aku tidak memaksa Mas harus bertahan, kalau memang sudah sangat ingin menikah Mas bisa mencari wanita lain."

Sebagian wanita ketika menjalin hubungan maka perasaan yang akan dikedepankan tapi tidak dengan Fara, walaupun tidak trauma mengundurkan diri dari hubungan semata karena tidak memperoleh restu si anak. 

"Aku hanya menginginkanmu."

"Mas bisa memahamiku bagaimana dengan orang tua Mas, aku tidak ingin disalahkan."

Gyan menerima Fara apa adanya, ia juga menyayangi anak-anak wanita itu dari pernikahannya dengan Aydin. Usianya sudah sangat matang namun ia masih bersabar hingga sang kekasih siap.

Fara yang selalu terbuka dan memiliki jiwa besar mampu membuatnya jatuh cinta berkali-kali, tapi tidak ada yang tahu seberapa kuat dia bisa bertahan pada hubungannya dengan wanita itu. Orang tua sudah memberi ultimatum keras agar segera menikahi Fara.

"Aku akan berbicara dengan Mama." Gyan berkata bijak. Ia juga akan berusaha mendekati lagi anak kekasihnya yang sangat dingin itu, setiap kali dia datang jarang bertemu dengan Ardi pernah beberapa kali anak itu ada di rumah tapi tidak pernah keluar sekadar untuk menyapa. 

Bukan hanya terhadapnya Gyan juga diberitahu oleh Fara bahwa anaknya itu juga bersikap dingin pada kekasih Aydin. 

Walaupun tidak mempermainkan hubungan Fara tidak pernah berharap sesuatu secara berlebihan, kalau memang jodohnya ya diterima kalau nggak yang berlapang dada. Kenapa dulu menerima Gyan? Jawabannya karena sikap pria itu sangat berbeda dengan mantan suaminya.

"Seandainya anak-anak memintamu kembali dengan mantan suami, bagaimana?"

Jawaban Fara sekarang tetap sama. "Itu tidak mungkin."

"Berarti kamu akan menolak?"

Fara mengangguk. "Setiap hari aku mengatakan pada anak-anak bahwa aku dan papanya tidak bisa kembali lagi, namun begitu bukan berarti mereka tidak bisa bertemu seperti dulu dengan papanya. Dan selama ini mereka tidak berontak."

Bukan tidak tapi belum.

"Dilla mungkin belum begitu mengerti, jadi yang kufokuskan sekarang Ardi. Akhir-akhir ini dia cukup kritis terhadap kami."

Fara tidak menyepelekan sikap kritis putra pertamanya, anaknya itu tidak segan-segan mengkritik dan melontarkan argumen jika tidak menyukai satu hal tentang dirinya dan mantan suami. Karena apa? Ia belum ingin jauh atau ditinggalkan oleh Ardi, jika sampai itu terjadi maka yang akan dilihat setiap malam dan pagi cuma wajah Dilla.

"Kalau memang tidak bisa jangan dipaksakan, jujur aku tidak ingin egois." 

Gyan mengerti. Dia akan membicarakan hal ini lagi dengan orang tuanya, semoga saja mereka mau memahami dan menerima keputusan yang dibuatnya juga Fara.

******

Yang diketahui si mantan adalah sebentar lagi ibu anak-anaknya akan melangsungkan pernikahan kedua, dan sikapnya akhir-akhir ini juga berubah. Terhitung satu minggu lebih ia menunggu anak-anak di luar gerbang juga mengantar sampai di gerbang rumah kenangan.

Sore itu Aydin langsung pulang setelah mengantar anak-anak seperti kebiasaannya selama satu minggu ini. Ia tidak tahu bahwa hari ini adalah batas kesabaran Ardi.

"Mama bertengkar dengan papa?"

"Baru juga pulang Ardi, salam dulu." Fara menegur putranya.

Ardi mencium tangan mamanya. "Benar?"

"Kata siapa?" tanya Fara.

"Papa nggak pernah datang lagi, antar jemput cuma sampai di gerbang."

Fara tersenyum pada putranya. "Mungkin karena buru-buru makanya cuma sampai di gerbang."

Ardi tidak percaya begitu saja. "Bilang aja tolong Mama dan Papa lagi diam-diaman."

"Nggak Ardi, nih ya kalau tidak percaya." Fara mengambil ponsel dan menghubungi mantan suaminya.

Ardi akan menunggu dan melihat bagaimana ekspresi mamanya saat berbicara dengan papa.

Sayang, Aydin tidak mengangkat panggilan tersebut dan Fara tidak putus asa dia kembali menghubungi hingga lima kali tetap panggilannya tidak dijawab oleh si mantan.

"Mungkin lagi rame di jalan, nanti Mama telepon lagi."

"Aku mau Papa tinggal di sini."

"Kamu tidak capek? Baru juga pulang kan." Fara tidak ingin bersitegang dengan putranya yang baru saja pulang sekolah. "Mandi dulu ya, nenek sudah bikin kolak."

"Mama tidak keberatan kan?"

Fara yang baru saja berbalik terpaksa menghentikan langkah dan kembali menghadap putranya. Ardi yang masih mengenakan seragam sekolah dan belum melepaskan kaos kaki ia akan mandi setelah berbicara dengan mama.

"Bukan keberatan, tapi papa tidak bisa lagi tinggal di sini. Kecuali datang untuk bertemu dengan kalian."

Sementara Fara berbicara dengan putra sulungnya Dilla keluar dengan handuk melilit hingga batas dada, ia baru menyelesaikan ritual mandi kilat, gadis kecil itu menghampiri mamanya tampak buru-buru karena dia baru teringat.

"Ma...Mama!"

Fara melihat Dilla setengah berlari menghampirinya.

"Papa putus loh sama tante Vina!" Dilla merekam dengan jelas pembicaraan papanya via telepon tadi ketika mereka menunggu Ardi keluar kelas.

"Begini kata papa, Kita sudah membicarakannya Vina, sekalipun dipaksa tidak akan berhasil. Aku masih sayang sama mama Ardi." Dilla berbicara dengan gayanya tapi kata-kata itu murni seperti yang didengar dari mulut Aydin.

Apa? Fara tidak percaya, kenapa mantan suaminya asal bicara di depan anak-anak? Tidak seharusnya Dilla mendengar pembicaraan orang dewasa dan tidak mungkin Fara menyalahkan putrinya karena anak sekecil itu tidak mungkin kepo.

"Kamu sudah mandi Dilla?" Fara menatap tajam putrinya.

"Sudah Ma."

"Kalau sudah mandi itu baju dipakai, bukan melak-lak pake handuk!" Fara kesal pada si mantan, apakah laki-laki itu tidak bisa menjaga sikap di depan anak-anak?

"Berarti bisa kan, papa juga putus sama tante itu." bukan mencoba keberuntungan karena kesempatan tapi inilah yang diinginkan remaja itu. Kebersamaan orang tuanya, seperti orang tua teman-temannya.

"Kamu Ardi mau mandi sendiri atau mau Mama mandi kan?!"

Fara tidak peduli lagi pada raut kesal sang anak, dia sendiri sudah sangat kesal pada mantan suaminya. 


Mantan istriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang